“Kau tidak mau?” “Tidak” “Kenapa” “Aku tidak suka”
Lalu dia kembali menatap wanita berambut panjang yang sedang duduk disebelahnya sedangkan wanita berambut panjang yang bernama Veya itu hanya memandang lautan biru yang berada dihadapan mereka. Saat ini Veya dan juga sahabatnya bernama Eca sedang berjalan-jalan disekitar pantai permintaan Eca memang.
“Kau bahagia” “Entah” “Aku harap suatu hari kau menemukan kebahagiaanmu sendiri” “Kau menyia-nyiakan harapanmu” “Tidak aku ingin kau bahagia” Mendengar itu Veya tidak merasa terharu sama sekali yang hanya Veya rasakan adalah hampa. Eca tidak mempermasalahkannya dirinya tahu bahwa Veya sangat membenci yang namanya cinta.
Eca pamit saat melihat mobil suaminya datang untuk menjemputnya meninggalkan Veya sendirian di pantai, Veya kembali berjalan di pantai memandang laut di sisi lain saat melihat sahabatnya sekarang pergi selamanya bersama orang asing, padahal sejak dulu saat kematian kedua orangtuanya Veya hidup bersama Eca dan juga keluarganya karena mereka sepupuan hingga mereka sudah berusia lebih kedua orangtua Eca juga meninggal yang berarti Eca dan Veya hanyalah satu-satunya penghuni di rumah yang berwarna putih dekat laut.
Malamnya di dalam rumah putih dekat laut Veya kembali memandang pemandangan laut. Bosan itu yang dirasakan Veya, mungkin karena itulah alasan manusia diciptakan sebagai makhluk sosial.
Keesokan harinya Veya berjalan menuju ke sebuah tempat disana dia melihat pemandangan laut dari atas, dia sedih tapi tak bisa menangis dia hanya bisa terdiam sedangkan hatinya sedang mengutuk. Veya berjalan mundur lalu berlari yang membuatnya jatuh ke dalam air laut. Disana semua kenangan berputar di pikirannya hingga semuanya menjadi gelap.
Melihat cahaya Veya terdiam, dia tahu rencananya gagal. Beberapa hari kemudian dirinya kembali melakukan hal yang sama dan lagi-lagi kembali terbangun untuk melihat cahaya, Veya kembali kesana namun kini saat melakukan usahanya dia melihat seseorang yang menahannya tentu saja karena akan menggagalkan rencananya Veya marah tapi orang tersebut masih menahannya sedangkan Veya masih memberontak hingga membuat keduanya terjatuh, di dalam air laut Veya dapat melihat orang tersebut berenang ke arahnya sedangkan Veya berada dibawah dekat dengan kegelapan Veya menghindari orang tersebut lalu berenang mendekati kegelapan tersebut yang membuat sesak hingga semuanya menjadi gelap. Semoga kali ini dia tidak melihat cahaya lagi.
“Veya” Veya membukakan matanya melihat sekeliling ada dua sosok yang sedang berdiri disana, Veya ingin mendekat namun dua sosok terus menjauh sedangkan dari arah belakangnya dia bisa melihat cahaya yang sedang bergerak ke arahnya Veya terus berlari mengejar dua sosok dan menghindari cahaya yang pada akhirnya menangkapnya.
“Satu”
Veya terbangun lagi tapi kali ini dia bisa tahu bahwa ini adalah rumah sakit. Veya melihat sekeliling namun rumah sakit tersebut sepi, dari arah lain Veya dapat melihat orang yang ia kenal berjalan menuju kearahnya.
“Masih sakit?” Veya terdiam tidak menjawab yang membuat orang itu pergi meninggalkannya, setelah kembali sendiri Veya berusaha mengerakan badannya lalu melepaskan infus dan berjalan meninggalkan rumah sakit itu tanpa diketahui oleh siapapun. Saat ini Veya kembali ke tempat itu untuk kembali.
“Kau punya masalah” Veya menengok kembali melihat orang itu. “Pergi” “Tidak mau” “Kau hanya membebani diri sendiri” “Untukmu tidak masalah”
Orang itu sekarang sudah duduk di sebelah Veya ikut memandangi laut dari tempat itu. “Ternyata bagus, pantas saja kau ingin disini” “Memang” “Tapi nanti kau terjebak disini” “Tujuanku” “Dunia ini luas, kau bisa pergi ke berbagai tempat selain disini” “Untuk apa” “Entahlah, mungkin mencari kebahagiaan” “Aku tidak percaya” Orang itu hanya bisa terdiam, dirinya tahu bahwa Veya sangat keras kepala karena suatu alasan.
“Keluargamu?” “Tidak ada” Kini orang itu tahu alasannya. “Aku juga” Veya hanya terdiam, tapi disisi lain dia tidak ingin orang itu melihat dirinya mati karena sekarang itu memang tujuannya berada di tebing ini untuk mati di laut dimana tidak ada orang yang akan mengetahui kematiannya dan tidak membuat seorang pun menangis termasuk sepupunya satu-satunya keluarganya sedangkan teman Veya tidak berharap. Tapi mengetahui orang itu ada selalu untuk mengagalkan rencananya membuat Veya penasaran.
“Aku ingin pergi ke bawah sana” “Tidak boleh” “Kenapa” “Karena aku peduli dan aku ingin kau tetap hidup” “Hidup untuk apa, tidak punya alasan lagi untuk hidup” “Ada pasti ada” “Tidak” “Kau hanya perlu mencarinya” “Terlalu lelah” “Mari”
Orang itu meraih tangan Veya membawanya pergi dari tebing tersebut Veya hanya mengikutinya hanya sebatas penasaran. Sore itu di dekat pantai ada sebuah acara yang diselenggarakan dan banyak sekali orang disana. Semua orang menatap pakaian rumah sakit yang masih dikenakan Veya tapi dirinya tidak peduli.
“Aku terlihat seperti orang gila bukan” Orang itu tertawa mendengar Veya, lalu mereka berdua bersenang-senang menikmati acara disana. Setelahnya mereka berdua berjalan menuju ke rumah putih dekat laut. Veya menatap rumah tersebut yang gelap Veya berjalan membukakan pintu di dalam masih sama seperti terakhir sebelum dirinya pergi.
“Terima kasih” Veya lalu memberikan salam tangan orang itu membalasnya kini mereka berdua secara resmi berkenalan. Lebih tepatnya Veya berkenalan dengan penghuni tebing.
Cerpen Karangan: Shofa Nur Annisa Deas Blog / Facebook: lovinpluie
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 30 April 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com