Pagi itu, di sebuah rumah sakit, seorang pria paruh baya yang bernama Budi terbaring lemah di tempat tidur. Dokter yang menanganinya menghampiri dan memberitahu bahwa kondisinya semakin memburuk dan sudah tidak ada yang bisa dilakukan lagi.
Budi merenung sejenak, lalu meminta kepada dokter untuk memanggil keluarganya yang sedang menunggu di ruang tunggu. Saat keluarganya tiba, Budi berkata dengan lemah, “Anak-anakku, ayah ingin kalian tahu bahwa ini mungkin adalah waktu terakhir ayah bersama kalian.”
Anak-anak Budi, Sarah dan Ryan, menangis tersedu-sedu. Sarah berkata, “Ayah, jangan bicara seperti itu. Kau pasti bisa sembuh.”
Budi tersenyum lemah. “Anakku, ayah sudah mencoba yang terbaik. Tapi mungkin ini adalah waktu untuk ayah pergi.”
Ryan mencoba menahan tangisnya, “Ayah, apa harapan terakhirmu?”
Budi mengambil napas dalam-dalam dan menjawab, “Harapan terakhir ayah adalah agar kalian selalu bersama dan saling menyayangi. Jangan pernah lupa akan nilai-nilai kekeluargaan yang sudah ayah ajarkan sejak kalian kecil.”
Sarah mengusap air mata dan berkata, “Tentu saja, ayah. Kami akan selalu mengingat itu.”
Budi mengangguk, “Dan satu lagi, ayah ingin kalian tahu betapa bangganya ayah menjadi ayah kalian. Kalian sudah membuat hidup ayah begitu berarti.”
Ryan menangis semakin deras. “Ayah, jangan tinggalkan kami.”
Budi memeluk anak-anaknya dan berkata, “Ayah akan selalu bersama kalian, baik di dunia maupun di sisi Tuhan nanti. Jangan khawatir, ayah akan selalu menjaga kalian dari sana.”
Saat keluarganya meninggalkan ruangan, Budi memejamkan mata dan tersenyum bahagia. Dia merasa lega karena sudah berhasil menyampaikan harapannya kepada keluarganya sebelum meninggalkan dunia ini.
Cerpen Karangan: Chelsea Sakinatun Nisak