Hidup selalu berjalan terbalik dengan apa yang diharapkan. Tidak semua memang, but mostly. Sore ini aku sedang asyik mengerjakan laporan kerjaan kantor. Kepala rasanya mau pecah setelah hampir 6 jam duduk dan memandangi layar laptop ini. Kulirik jam, sudah pukul 4 sore. Aku menarik napas panjang dan memutuskan untuk mengistrahatkan penatku sejenak. Mataku tertuju pada lekungan Pelangi di ujung langit yang nampak dari balik jendela kacaku. Ternyata hujan sedari tadi sedang turun, sisa basah pada jendelaku jadi penanda. Aku terlalu asyik hingga tak sadar sama sekali. Kubetulkan letak kacamata abu-abuku yang hampir melorot ke hidung. Kupeluk kedua tanganku di dada. Dingin sekali.
“Ra, tutup jendelanya yaa, nanti kamu sakit…” Teriakan mama dari lantai bawah terdengar begitu jelas di telingaku. “Bentar lagi, ma…” Kulanjutkan sibukku menatap lekungan Pelangi itu. Indah sekali. Banyak yang berseliweran di kepalaku. Lagu ‘Kukira Kau Rumah’ milik Amingdala masih terdengar dengan lembut dari radio kesayanganku yang begitu setianya duduk nangkring di pojokan kamarku.
“Ra, udah tutup jendela? Dingin loh, nanti kamu masuk angin” Kali kedua kudengar mama berteriak. “Iya ma, udah Rora tutup niih,…” Kuberanjak menutup jendela kaca itu dan membiarkan gordennya terbuka lebar. Masih begitu ingin kunikmati sore dan dingin ini sebentar lagi. Lagu dari radio milikku sudah berganti dengan lagu lama nan manis dari The 1975. Satu-satunya lagu miliknya yang begitu kusukai: Be My Mistake. Lengkap sekali. Soreku sendu dengan semesta yang turut serta mengambil alih.
Aurora Kaylee. Mama memanggilku ‘Rora’ dan orang lain memanggilku ‘Aurora’ tanpa membelah suku katanya. Karena namaku yang kebarat-baratan, orang-orang mengira aku Blasteran. Padahal harusnya mata bulat dan pipi chubbyku sudah cukup memberi mereka penjelasan. Oh iyaa, jangan lupakan kulit eksotisku. I was born by accident. Tentu saja awalnya aku begitu malu dengan statusku ini. Tetapi hidup selama 27 tahun akhirnya memberiku satu semboyan yang sampai hari ini masih kupegang erat: Cuekin aja. It works. Mungkin tidak untuk semua orang, tetapi buatku, yes, it works. Aku mengabaikan banyak hal dan cerita-cerita orang. They have their mouth, aku tidak bisa memaksa mereka untuk tidak berkomentar apa-apa, even itu tentang hidupku, yang mereka bahkan tak seharusnya ikut campur. My choice is tidak mendengarkan apa yang mereka ucapkan. And I did it.
Sebagai seorang gadis Leo yang begitu egois, tidak mau mengalah dan keras kepala, kehidupan percintaanku terhitung sepi. Sejak dari bayi hingga bisa nyari uang sendiri di usia yang hampir kepala tiga ini, aku baru sekali saja pacaran. Dan itupun entah berapa tahun lalu. Dibangku SMP tepatnya. Apa sebutannya? Ahyaa, cinta monyet. Entah apa yang membuatku susah jatuh hati. Selalu ada saja hal-hal sepele yang ditolak hatiku. Aku terlalu berfokus pada kesempurnaan. Padahal kata mama, ‘tak ada manusia yang sempurna’. So here I am. Masih single di usia 27 tahun dan kerap kali membuat mamaku pusing dengan pertanyaan orang ‘Aurora kapan nikah, Jeng?’…
“Lo mau ga gue kenalin sama temen gue?” Selain Mama, makhluk satu ini juga begitu gencar menjodoh-jodohkan aku dengan lelaki manapun yang dia temui. Meet her, Zelene Edelweis. Aku biasa manggil dia Elene. Si Gadis tomboy nan manis, cuek, suka makan gorengan, no ribet-ribet club, si suka kopi dan coklat. Kami pertama kali bertemu dibangku kuliah. Tentu saja aku mengira dia begitu sombong dengan tingkat kecuekannya yang diatas rata-rata. Aneh bin ajaib ketika suatu hari Elene kudapati sedang duduk sendirian di koridor Kampus. Mata sembab nya jadi penanda kalau dia sedang menangisi sesuatu. Dasar aku yang terlahir tak tegaan. Kutemani dia dalam diam selama hampir satu jam. Esoknya Elene dengan hati-hati menyapaku dan mengajakku makan di kantin Kampus. Permulaan pertemanan yang aneh dan tak kusangka akan bertahan selama ini.
“Malah ngelamun elaah, lo dengerin gue ga sih, Ra?” “iyaaa, gue dengerin. Temen lo yang mana? Seingat gue lo ga punya temen lain yang belom lo kenalin ke gue deh, Len…” “Temen SMA gue. Kemarin dia tiba-tiba nelpon ngajak ketemuan. Dia kayaknya pindah kerja kesini. Mau gue kenalin ga?” Percakapan absurd antara aku dan Elene itu terpaksa terhenti ketika manager datang dan minta kita semua ngumpul buat meeting. “Aman… aman…” batinku sembari tersenyum simpul.
Seharian aku dan Elene disibukkan dengan banyaknya laporan dan meeting sana-sini. Kaki rasanya mau copot. Berjalan kesana kemari, berlomba dengan waktu dan memaksa ide-ide nan luar biasa itu keluar dari kepala kecil kami. Penat hari itu terselamatkan ketika pulang kantor, aku dan Elene memutuskan mampir makan di salah satu kedai kecil favorit kami. Letaknya tak jauh dari kantor, hanya saja belakangan waktu pulangku dan Elene sangat susah disesuaikan. Ada saja hal yang membuat kami selalu batal kesini.
Seperti biasa, aku memesan mi goreng dan Elene selalu setia dengan nasi goreng telur kesukaannya. “Namanya Keenan, Ra…” “Hah?” Aku melongo ke arah Elene. “Keenan siapa?” “Nama temen SMA gue tadi, namanya Keenan. Cakep loh, Ra…” Ternyata pusing kepalaku seharian ini belum berakhir. Kupikir Elene sudah lupa dengan pembicaraan itu, nyatanya belum. Duh nasibku…
“Lo besok mau kemana?” tanya Elene lagi. “Ga kemana-mana, nemenin mama aja di rumah. Kenapa?” “Besok ketemuan sama Keenan yuk…” Kuakui kali ini Elene cukup gencar membujukku. “Dia kenapa ya?” batinku dalam hati. Aku memandangi dia cukup lama, wajahnya tersenyum, tetapi matanya tidak. I know Elene so well. Pasti ada yang tak beres… “Besok ya, Ra.. pagi aja deh, besok kan Sabtu… Gue udah kabarin Keenan barusan..” Aku mengernyitkan kening. Ini anak kenapa sih? Tingkahnya aneh…
“Lo kenapa, Len?” Dia menatapku dengan intens. Cukup terkejut dengan pertanyaanku barusan. “Maksud lo?” tanyanya setelah berhasil menyuapkan satu sendok nasi goreng ke dalam mulutnya. “Lo aneh hari ini…” Aku balas menatapnya. Dia terdiam sesaat. “Perasaan lo aja, Ra..” sahutnya kemudian. “Gue kenal lo udah lama, bukan baru kemarin. Lo kenapa? Lo lagi ada masalah?” Kudengar dia menghela napas dengan panjang. Nasi gorengnya tampak begitu lezat. Sayangnya Elene sepertinya tak sependapat denganku. Lihat saja, dia sedang memainkan sendoknya tanpa berniat menyuapkan nasi gorengnya lagi ke dalam mulutnya. “Soal Papa Mama, Len?” Kali ini kulihat dia mengangguk pelan. Aku paham masalahnya. Tanpa dia bercerita apa-apa, aku paham sepenuhnya. “They decided to be divorced, Ra…” Giliranku yang menghela napas panjang mendengar jawaban dari pertanyaanku barusan. Aku memandang Elena dengan penuh arti. Kuakui dia cukup tangguh. Permasalahan yang sama yang dia tangisi di koridor kampus kala itu masih sama dengan apa yang dia hadapi hari ini: Papa dan Mamanya. “I’m not OK, I’m so sad. But I don’t have any choice…” Matanya mulai berkaca-kaca. “Gue ga nyalahin mereka sih, Ra.. tapi gue juga ga bisa memahami keputusan mereka… too selfish…” Aku hanya diam mendengar dia bercerita. To be honest, ada yang teriris di hatiku. Aku selalu sedih mendengar dia bercerita tentang keluarganya. Oh well, yaa, keluargaku juga tak utuh, tak seperti keluarga bahagia diluar sana. As I said, I was born by accident. Dan aku tak pernah tahu seperti apa wajah papaku, dan aku tak pernah berniat mencari tahu. But at least, aku tak melihat dan mendengar pertengkaran-pertengkaran di rumah setiap harinya seperti yang Elene lihat dan dengar selama ini.
“Lo mau nginap di rumah gue?” Itu satu-satunya solusi selama bertahun aku berteman dengan Elene. Mama pun sudah begitu menyayangi Elene. Rumahku adalah rumah kedua Elene, ah bahkan mungkin rumahku lah rumah pertamanya, mengingat dia begitu jarang pulang. “Udah… lo nginep rumah gue ya” Aku memandangnya dengan tatapan manis. “Asal lo besok mau ketemuan sama Keenan bareng gue…” “Asem lo, masih sempat-sempatnya kepikiran jodohin gue masiiih…” Syukurlah Elene sudah mulai tertawa lagi. Elene is one of the best actresses I’ve ever met. Oke, barusan terdengar sangat hiperbola sekali. But seriously, Dia bisa dari sedih lalu tertawa. Kalau dari sudut pandang Psikolog, Elene adalah si Sanguinis popular. Si Ekstrovert yang pintar berganti topeng dan terlihat selalu ceria dan bahagia. Padahal? She is broken inside…
Cerpen Karangan: Tanty Angelina IG: @tanty_angelina / @setengah_cerita
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 16 Maret 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com