Terpampang papan kayu bertuliskan “Sd It Al-Madinah”. Berdiri megah bangunan berlantai tiga menjulang langit. Di sekelilingnya dirimbuni berbagai macam pohon perindang. Dari sukun, Karsen, dan Mahoni. Hamparan sawah nan luas melingkari sekolah itu. Bak lautan mengelilingi sebuah pulau kecil. Terpaan angin di pagi hari seakan menghempaskan dahan pohon sukun. Begitu juga dengan daunnya yang rimbun dan lebat.
Depan gedung Administrasi. Seseorang anak bermuka persegi dan rambutnya sedikit lurus ditemani oleh temannya. Napasnya yang terengah-engah mendadak mewarnai pelataran teras yang memanjang. Lantainya tembam basah setelah kedua tangannya menyangga. Keringat derasnya terus mengalir membasahi tubuhnya. Janan itu rupanya. Sosoknya sudah di kenal di lingkungannya. Baik dari sisi intelektualitasnya yang jago matematika. Ataupun sepak terjangnya sebagai striker sepak bola tidak diragukan lagi. Ustadz Nafi Guru olahraganya. Juga salut padanya.
Senin pukul 08.00 Wib. Seluruh siswa kelas 6. Terutama regu Einsten berkumpul di Gazebo dekat sawah. Lima buah risban memanjang yang terbuat dari bambu menjadi alas duduk. Paku yang agak menculak keluar membuat sedikit mengganjal pantat mereka. Pohon karsen rimbun berderet-deret sejajar memayungi mereka dari sengatan panas terik matahari. Walaupun secara kesehatan mengandung vitamin D yang baik bagi pertumbuhan tulang. Tetapi tetap saja sedikit mengurangi kenyamanan mereka. Tertuju mereka kepada Ustadz Rahmat. Salah seorang guru IPA yang kreatif. Lantang suaranya menjadikan gebrakan penggugah ngantuk. Materi yang beliau bawakan menjadi salah satu obatnya. Perubahan Ciri Pada Masa Pubertas. Gaya bicaranya yang selalu dihubungkan dengan humoris. Menjadi ikon tersendiri baginya. Tawa riuh canda tawa mewarnai sebuah gazebo di pinggir padang sawah.
Tiba-tiba Ustadz Rahmat menunjuk janan. Jari telunjuk kanannya mengarahkan kepadanya. “Ada apa denganmu berbicara di saat lainnya serius.”
“Coba jelaskan pengertian masa pubertas?”
Semburat wajah Janan menjelaskan kecemasan dan kebimbangan. Almas hanya tersenyum Cengar cengir mendapatkan kenyataan kawannya itu. Dengan gagah berani Janan segera menjawab.
“Masa pubertas adalah.. m..a.s..a saat terjadinya perubahan… seterusnya tidak tahu.” Jawabnya.
“Makanya jangan ngobrol ketika sedang pelajaran. Camkan jelas jelas!!” Ustadz Rahmat Dengan tegas.
“Masa pubertas adalah masa terjadinya perubahan-perubahan dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan.” Dengan nada sedang menguraikannya.
“Jelas Beloom!!.”
“Jelas tadz..”. balasnya dengan sedikit meninggikan suaranya.
Berbeda dengan Ghani. Teman satu tim sepak bola. Hanya menepuk-nepuk dada kanannya berulang-ilang. Sambil berusaha mengucapkan hamdalah di hatinya. Dia sangat cemas apabila ditunjuk. Dia malu ketika berbicara di muka umum. Ruangan kelas sepi. Bagaikan drum minyak yang kosong. Hanya suara goresan-goresan pena yang terdengar saut-saut. Seseorang berperawakan kurus. Berwajah tampan. Iqbal lebih jelasnya. Dia sedang serius menggambar kapal bajak laut. Seninya yang tinggi menjadikan bangga sekolah. Beberapa kali dia memenangi berbagai perlombaan melukis. Bahkan sampai tingkat Kabubaten. Di samping lainnya beliau menggemari Film “Harry Potter”. Menceritakan seorang penyihir kecil dari Hogwarts.
Heemm. “Rumus menghitung volume kubus coba apa?. Siapa yang bisa angkat tangan.”. “Saya tadz. Panjang x lebar x tinggi..”. Janan bergegas menjawab. “Tepuk tangan buat Einsten kita. Janan.!!!”.
Ribuan tepuk tangan membanjiri ruangan kelas. Ustadz Muji. Seorang guru matematika. Yang sekaligus menjadi motivator yang handal bagi mereka semua. Memberikan apresiasi luar biasa kepadanya. Yang lebih serunya meja menjadi pengiring suara tepukan tangan. Kaca jendela di samping sampai-sampai bergetar-getar. Seperti mau pecah. Janan hanya manggut-manggut dengan sok PD. Seperti kemenangan berada padanya.
Piring dan gelas ditata rapi. Beserta sayur dan lauknya. Ayam bakar, sayur lodeh, bahkan beberapa potong irisan melon juga dijajakan. Air putih di ceret merah juga tersedia. Regu Einsten sudah berkumpul semua. Membentuk lingkaran hasafah kecil. Ustadz Muji, sebagai pendamping sudah siap membuka tausiyah dan dilanjutkan makan bersama.
Di teras masjid. Segerombol kawanan anak. Bagaikan seperti geng. Bercakap-cakap santai. Ngalor ngidul. Masalah ini, masalah itu. Janan, Almas, Ghani dan tentu Iqbal. Bercakap menyangkut perjalanan mereka setelah lulus. Ada yang ke SMP,Mts, bahkan ada pula yang ingin mondok. Almas yang ingin mondok tiba-tiba dengan syahdu bersyair.
Orang berilmu dan beradab tidak akan diam.. Di kampung halaman… Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang.. Merantaulah, Kau akan dapatkan pengganti.. Dari kerabat dan kawan.. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa.. Setelah lelah berjuang…
“Busyeet deh. keren amat syairnya dapet dari mana?”. Celotek Ghani dengan humorisnya. “Tau gak. Ini syair Imam Syafi’i.” Gumam Almas.
“Sekarang aja udah jadi ustadz apalagi besok habis mondok”. Ghani meledek lagi Almas.
“Iya betul. Semua setuju.. setuju..?”. hasutan Iqbal
“Seetujuuu!!”. Jawab serentak.
Almas hanya tersenyum sedikit kecut.
“Hwehehehehe… Terimakasih friend which lebbay… and Allay.”.
“Oke deh bang…”. Guraunya Ghani.
Humoris memang tidak pernah asing dengan Ghani. Pantomimnya sudah menjadi bahan pembicaraan warga sekolah. Mungkin seperti mr. Chaplin. Sebagai salah satu artis pantomim dan badut terbaik di dunia lawak. Postur tubuhnya yang pendek ditambah mukanya yang imut dan manis. Tidak kalahnya dia juga jago sepak bola. Bahkan organisasi sepak bola seperti “Indonesia Muda” juga turut pila diikutinya.
Festival Akbar dua pekan mendatang akan segera diadakan. Kegiatan ini digelar dalam rangka memeriahkan bazar Amal. Semua kelas diwajibkan mementaskan pertunjukan Dalam rangka tersebut. Drama, nasyid, menyanyi, bahkan puisi sebagai pilihannya. Iqbal sebagai penanggung jawab dan sebagai ketua tim mereka. Akan merencanakan penampilan Yang akan memekakkan mata penonton. “Drama Bajak laut di Somalia”. Persiapannya kami persiapkan baik-baik. Dari fashion, rias wajah, sampai tata panggung telah dipersiapkan. Almas sebagai pemimpin bajak laut segera sebelum acara digelar terus melakukan latihan casting. Lampu penerang sampai efek-efek cahaya juga sudah beres semuanya.
Waktu yang dinanti telah datang. Kami semua aggota tim sudah siap. Iqbal memakai jas dan dasi duduk seperti tamu terhormat sebagi sutradara. Penampilan kami akan segera berlabuh. Lampu pencahayaan segera menyala terang berwarna biru. Sebagai samudera laut. Dua Miniatur kapal-kapalan segera didorong dari sebelah samping.
“Mana dukungan suara kalian…!!!”. Ucap Desi dan Vina sebagai emsi.
“hehhhh….!!!”. Suara serbuan penonton
Pimpinan bajak laut Almas segera muncul ke depan panggung. Mengenakan busana bajak laut dan tangan kirinya dibalut celurit dari kain. Berbentuk tanda?. Penonton semakin terpesona dengan kondisi itu. Almas beserta prajuritnya segera menggempur kapal saudagar kaya. Dengan lihai dia memainkan perannya dengan baik. Pimpinan saudagar kaya tersebut tewas. Dijarah habis-habisan semua harta emas dan perak yang ada di dalam kapalnya. Setelah itu segera membakar dan meninggalkannya.
Kerja keras mereka berlatih drama tidak sia-sia. Akhirnya semua penonton merasa seru dengan adegannya. Pengorbanan mereka dibayar kontan oleh hasil dari perjuangan mereka. Sebagai sutradara Iqbal sangat bahagia. Bisa menyelesaikan tugasnya ditambah namanya mungkin akan dikenang oleh para adik kelas. Yang ingin menyainginnya.
Tepatnya Jumat pahing. Di waktu pagi mereka upacara rutin. Semua siswa mengikutinya dengan khidmat. Setiap intruksi demi intruksi selalu diikutinya dengan penuh rasa semangat. Ustadz Akhmad Yunus sebagai kepala sekolah sekaligus pembina upacara segera membacakan akan perihalnya.
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh..” Ucapnya penuh semangat.
“Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh..”. Jawab seluruh peserta upacara.
“…sebagaimana akan perihal ustadz yaitu menyampaikan tentang penghargaan kepada kalian. Penghargaan itu dinamakan Pin STUDENT OF THE BEST. Kepada yang berhak menerima ustadz akan langsung menyerahkannya. Bagi yang belum mendapatkan bersabar terlebih dahulu. Ustadz bacakan Satu persatu..”.
“Mumtaz Jinanul Janan sebagai anak yang cerdas”
“Muhammad Iqbal Shalahudin sebagai anak yang berkreativitas tinggi”
“Fulki Almas Assalim sebagai anak yang berbudi luhur”
“Dan terakhir Abdul Ghani..M.art.ono put…tra. Sebagai anak yang jujur.” Ehek-ehek. Sambil berdeham
Mereka bereempat maju ke depan. Tepuk tangan seluruh siswa membahana. Seperti dentuman drumben. Pin berbentuk segi lima bergambarkan sebuah pensil berwarna biru berbackground kuning segera dipasangkan kepada mereka. Letaknya di dada sebelah kiri mereka. Genre mereka juga tak ketinggalan. Berpose bersama-sama.
TAMAT
Cerpen Karangan: Fairus Umar Faruq Facebook: Fairus Umar Faruq
Nama: Fairus Umar Faruq Kelas: 8 Sd: Sd it Al Madinah Smp: Smpn 3 Kebumen Hobi: Membaca novel dan melukis Novel kesukaan: Negeri Lima Menara