Nadya Dwi Nurlita, Direktur muda sangat berbakat, sukses. Di rumah mewahnya tepatnya ia duduk di sebuah kursi dekat jendela sambil melihat rintik hujan turun perlahan. Masa lalu yang sangat membekas di ingatan pun muncul. Sesosok tokoh yang sudah lama sekali tak ia pikirkan tiba-tiba mulai muncul.
Nadya tidak lahir dari keluarga berada. Akan tetapi, ia lahir dari keluarga yang serba kekurangan atau bisa dibilang keluarga miskin dan tinggal di daerah yang sangat minim pendidikan ditambah tenaga pengajar yang sangat sedikit membuatnya sulit untuk mengasah pengetahuan. Teringatlah ia pada sesosok tokoh pahlawan tanpa tanda jasa yang ada di daerah tempat tinggalnya itu. Bapak Suryono namanya. Seorang guru sekolah dasar tempat dimana Nadya dulu bersekolah ketika muda. Beliau tetap semangat mengajar meskipun sesekali beliau meringis menahan rasa sakit yang sering muncul di kepalanya. Pak Suryono memang mengidap penyakit yang kelihatannya cukup parah. Akan tetapi, beliau tidak penah menunjukan atau bahkan menceritakan terhadap muridnya atau pun guru-guru yang lainnya.
Hal yang tak pernah terlupakan oleh Nadya adalah ketika Pak Suryono menanyakan kepada murid-muridnya dengan lembut, “Apa cita-cita kalian?”. Serentak masing-masing murid menjawab, “Polisi, Pak”, “Dokter, Pak” dan ada pula yang menjawab, “Orang kaya, Pak”. Akan tetapi hanya Nadya yang diam. Melihat Nadya yang tak menjawab seperti yang lain membuat Pak Suryono merasa heran dan bertanya kepada Nadya, “Nadya, kenapa kamu diam saja, apa cita-citamu?”. Dengan lantang dan polosnya Nadya menjawab, “Entah pak, sekalipun saya mempunyai cita-cita, apakah itu akan terwujud?”. Pak Suryono pun menjawab, “Kenapa kau tidak yakin terhadap itu?”. “Orangtua saya hanya buruh petani biasa di daerah ini dan mereka tidak mungkin akan membiayai sekolah saya lebih tinggi lagi, mungkin saya hanya akan mempunyai ijazah SD saja Pak. Apakah mungkin saya akan dapat mencapai cita-cita itu?!? Jawab Nadya dengan nada penuh kekecewaan. Serentak semua murid pun mulai tertunduk kecewa. Akan tetapi, Pak Suryono hanya tersenyum mendengar ucapan Nadya dan berkata, “Apakah kamu putus asa? apakah kamu ingin menjadi buruh tani seperti kedua orangtuamu? apakah kamu tidak ingin membahagiakan mereka, mengangkat derajat mereka?”. Mendengar ucapan Pak Suryono, Nadya pun hanya terdiam dan menunduk. “Kalian tidak boleh putus asa. Jangan pernah menjadikan kekurangan itu sebagai alasan kalian untuk putus asa karena hal itu tidak akan merubah apapun malah menambah kesusahan, banyak jalan yang dapat kalian tempuh apabila kalian ingin belajar dan berusaha. Semua harapan, impian, dan cita-cita kalian dapat terwujud jika kalian mengingat kata-kata ini, Berusaha, Belajar dan Berdoa. Pertama, berusahalah dengan cara terus belajar dengan tekun dan giat, jika sudah berusaha dan belajar serahkan semuanya kepada Tuhan karena hanya Tuhan yang menentukan. Bapak sangat yakin jika kalian dapat menerapkan hal-hal tersebut di kehidupan kalian, pasti kalian dapat mencapai apa yang kalian inginkan dan jangan pernah menjadi manusia yang mudah putus asa dalam mengejar cita-cita”, ucapnya dengan tegas. Nadya yang tadinya sempat putus asa, mulai memikirkan ucapan Pak Suryono dan menjadikannya sebagai motivasi agar impiannya terlaksana.
Sepulang sekolah, Nadya mulai belajar dengan tekun dan giat, akan tetapi Nadya tidak pernah lupa untuk membantu kedua orangtuanya yang buruh tani. Hal tersebut selalu dia lakukan hingga menjadi kebiasaannya. Hingga tiba masa-masa sekolah dasar pun berakhir, Nadya mendapat nilai tertinggi dan mendapat peringkat pertama di sekolahnya. Orangtua Nadya sangat bangga termaksud Pak Suryono “Kamu hebat Nadya!!”, ucap Pak Suryono kepada Nadya. “Terimakasih, Pak”, jawab Nadya. “Ini untukmu, Nad. Bapak yakin Kamu pasti menang!”, ucap Pak Suryono sambil memberikan selembar kertas. Kertas tersebut adalah lomba cedas cermat yang diperuntukan untuk anak yang akan melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah pertama (SMP) dengan hadiahnya mendapat beasiswa penuh ditanggung oleh pemerintah dengan ditambah hadiah seragam lengkap disertai perlengkapan sekolah dimulai dari buku, tas, sepatu, seragam, hingga peralatan tulis. Nadya sangat ingin mengikuti lomba tersebut, akan tetapi ia ragu “Saya ragu, karena saingannya pasti banyak dan dari sekolah-sekolah elit, Pak. Apakah saya bisa menang?”, tanyanya. “Bapak yakin! Kamu pasti bisa, satu yang harus kamu ingat, Berusaha, Belajar, dan Berdoa!” jawab Pak Suryono dengan tegas dan yakin.
Setelah mendapat motivasi dari Pak Suryono, Nadya pun belajar dengan giat dan dengan semangat yang lebih besar lagi dari biasanya. hingga saat perlombaan Nadya dapat menjawab semua pertanyaan yang diajukan kepadanya dengan jelas dan tepat sampai ia masuk final dan akhirnya menjadi juara pertama lomba cerdas cermat tersebut. Berkat hal tersebut, Nadya dapat melanjutkan sekolah di SMP elit yang ia inginkan dengan beasiswa penuh yang ditanggung oleh pemerintah. Karena kebiasaannya untuk belajar dengan giat, pendidikan yang ia jalani mulai dari Sekolah Menengah Atas sampai saat ini kuliah di Universitas favoritpun semua didapat dari beasiswa penuh. Akan tetapi Nadya tak pernah sombong. Sambil tersenyum, dalam hati Nadya berkata, “semua ini tidak akan saya dapatkan jika bukan karena motivasi Pak Suryono. Impian, harapan, dan cita-cita yang tadinya saya pikir tidak akan terwujud dan saya sudah sangat putus asa ternyata dapat terwujud, entah apa yang saya harus berikan sebagai tanda balas jasa dan rasa terimakasih saya kepada Pak Suryono. Beliau adalah sosok sang pengajar yang menjadi inspirasi untuk saya. Sungguh beliau adalah pahlawan tanpa tanda jasa.”
Nadya tak pernah lupa akan semua jasa-jasa yang telah diberikan Pak Suryono kepadanya. kini, sudah lama sekali ia tak pernah melihat sosok sang pemberi motivasi itu. Saat Nadya masih menjalani pendidikan Sarjananya, sebetulnya Nadya sangat merindukan Pak Suryono, ingin sekali Nadya bertemu dengannya namun Nadya tidak sempat menghubunginya karena kesibukannya terhadap tugas-tugas kuliahnya. Nadya mencoba menghubungi Pak Suryono kembali akan tetapi tidak ada satupun jawaban dan hanya itulah satu-satunya kontak yang Nadya punya, tidak pantang menyerah Nadya pernah mencoba menemui Pak Suryono akan tetapi ternyata beliau sudah pindah sejak lama. sungguh Nadya tidak tahu lagi harus menemui beliau bagaimana.
Tahun demi tahun Nadya lalui hingga sekarang ia sudah menjadi seseorang yang sukses, bekerja sebagai direktur sebuah perusahaan sekarang ia sudah dapat membanggakan kedua orangtuanya, mengangkat derajat kedua orangtuanya. hidupnya sangatlah bahagia.
Rintik hujan mulai berhenti perlahan, tiba-tiba telephone Nadya berbunyi yang membuat pikirannya langsung tertuju ke telephone yang sebelumnya tidak ia diketahui. Kemudian Nadya mengangkat telephone itu. Nadya, “Hallo?” “Hallo betulkah ini nomornya Nadya Dwi Nurlita?”. katanya. “Iya benar, ini siapa ya?” jawab Nadya dengan nada penasaran. “Ini aku Nad, Siska teman SD mu dulu, masih ingat tidak?” jawabnya. Sambil mengingat-ingat Nadya, “Siska? Oh iya aku ingat, kamu teman sebangku ku sewaktu SD” Jawab Nadya “Iya benar, Kamu apa kabar Nad?” Tanyanya. “Alhamdulilah Baik Sis, kamu sendiri bagaimana?” “Aku juga baik Nad, aku dengar kamu sudah sukses sekarang” katanya “Ah tidak juga kok Siska” jawab Nadya dengan Nada malu-malu. “Nadya kamu masih ingat Bapak Suryono tidak?” Tanya Siska. “Tentu saja Siska, mana mungkin aku lupakan beliau” jawab Nadya. “Aku baru mendapat kabar bahwa beliau sekarang tinggal satu kota denganmu, apakah kamu tau di mana itu Nadya?” tanya Siska. Mendengar perkataan Siska sontak, Nadya sangat terkejut “Apakah benar? Aku tidak tahu sama sekali Siska, aku sudah sejak lama tidak pernah bertemu dengannya! Apakah kamu tahu di manakah itu Siska?” Tanyanya dengan penasaran. “Kabar yang aku dapat di daerah bintaro, dan kabarnya beliau sedang sakit keras itu pun alasan mengapa beliau pindah ke sana”. Jawab Siska. Nadya sangat terkejut mendengar hal tersebut, “Hah? Sakit? Sakit Apa?” Tanyanya dengan perasaan cemas. “Aku kurang tahu juga Nad, mungkin kamu dapat menjenguknya. Jika kamu sudah menjenguknya titipkan salamku untuk beliau ya?” Jawab Siska. “Baiklah, aku akan menjenguknya! Tolong kirimkan alamat lengkap alamat Beliau ya Siska, dan jika aku bertemu dengannya, aku akan sampaikan salammu untuknya”. Ucap Nadya. “Baiklah Nad, akan aku kirimkan Alamatnya, Sudah dulu ya Nad, aku sedang ada urusan lagi, jangan lupa salamku untuknya ya”. Ucap Siska mengakhiri percakapannya itu.
Setelah Nadya mendapatkan pesan alamat lengkap Pak Suryono, bergegas Nadya berangkat untuk menjenguk seseorang yang sudah lama sekali ia rindukan. Dengan perasaan sangat bahagia ia mengendarai kendaraan mewahnya. Jalan demi jalan ia lewati tibalah ia di depan gang yang kendaraan tidak bisa dimasuki, turunlah ia dan mulai melangkah dan menelusuri jalan demi jalan sampai ia tiba di sebuah rumah yang sangat sederhana bahkan mirip dengan rumah ia dulu sewaktu kecil dulu. Terlihatlah sebuah sosok perempuan yang sudah cukup tua. Ternyata dia adalah istri dari Bapak Suryono. Lalu Nadya pun menghampirinya. “Benarkah ini rumah kediaman Bapak Suryono?” Tanya Nadya kepada perempuan tua itu. “Iya benar, siapakah anda dan ada perlu apa dengan Pak Suryono?” Tanya perempuan itu kepada Nadya. “Maaf jika kedatangan saya menggangu, saya Nadya murid Bapak Suryono sewaktu masih di Sekolah Dasar”. Jawab Nadya. “Oh iya, silahkan masuk kalau begitu. Maaf jika rumahnya kecil dan berantakan” Ucap perempuan tua itu sambil mempersilahkan Nadya masuk ke dalam rumah. Nadya pun masuk dan duduk “Bapak Suryono nya di mana ya bu, saya ingin bertemu dengan beliau” Tanya Nadya. “Bapak tidak bisa bangun, jadi Nak Nadya langsung masuk saja ke kamarnya”. Jawab Istri Pak Suryono.
Dilihatnya sesosok laki-laki sangat tua terbaring lemah tak berdaya di kasur tipis yang membuat air mata Nadya menetes, sosok yang Nadya rindukan sejak lama sekali ada didepannya. “Asalamualaikum, Apa kabar pak?” Ucap Nadya dengan nada lembut sambil duduk di sebelah Pak Suryono. “Waalaikumsalam, Siapa ya?” Jawab Pak Suryono dengan nada lemah. “Ini saya Pak, Nadya Dwi Nurlita. Murid Bapak sewaktu di Sekolah Dasar”. Jawab Nadya sambil bersalaman dengan laki-laki tua itu. “Nadya? Oh Iya Nadya anak murid kesayangan saya. Alhamdulilah Nak kamu sudah sukses sepertinya sekarang” Jawab Pak Suryono dengan senyuman. “Bapak Nadya rindu, sejak lama Nadya mencari-cari bapak, Nadya coba mendatangi rumah Bapak yang dulu akan tetapi ternyata Bapak sudah pindah, dan sepertinya Bapak sudah mengganti nomor telephone”. Ucap Nadya mengungkapkan rasa kerinduannya terhadap sang pahlawannya tersebut. “Maafkan Bapak tidak sempat memberitahu kamu Nak” Ucapan sedikit yang dapat diucapkan pria tua itu. Tak lupa ia menyampaikan salam dari Siska, setelah berbincang-bincang dengan Bapak Suryono, Nadya pun keluar dari kamar itu dan menghampiri Istri Pak Suryono.
“Mohon Maaf Ibu, saya ingin menanyakan sesuatu bolehkan itu?”. Ucap Nadya. “Katakanlah Nak, apa yang ingin kamu tanyakan?” Jawab Istri Pak Suryono. “Kalau boleh tahu, sejak kapan Pak Suryono sakit keras seperti ini?”. Tanya Nadya. “Sebenarnya Bapak sakit sudah sejak lama namun, 10 tahun belangkangan penyakitnya semakin parah, saya tidak tahan melihanya kesakitan. Akhirnya saya memutuskan untuk menjual rumah lama saya untuk biaya berobat bapak. Namun, meski sudah berobat di rumah sakit, bapak tidak kunjung sembuh. Sekarang saya sudah tidak mampu membawa bapak ke rumah sakit, saya hanya bisa mengobatinya dengan ramuan tradisional saja”. Ucap Istri Pak Suryono sambil meneteskan air mata, membuat Nadya juga menangis mendengar kisah Pak Suryono. “Kalau boleh saya ingin membawa beliau ke rumah sakit besar untuk berobat, saya akan membiayai semua pengobatan yang akan dijalani oleh Bapak Suryono. Apakah ibu tidak keberatan?”. Tanya Nadya. “Apakah benar seperti itu? Saya sangat tidak keberatan sama sekali”. Ucap Istri Pak Suryono dengan perasaan bahagia. “Benar, saya tidak tega melihatnya kesakitan seperti itu, lagian beliau adalah salah satu orang paling penting dalam hidup saya”. Jawab Nadya.
Tidak menunggu waktu lama, segera mereka bergegas membawa Bapak Suryono ke rumah sakit untuk menjalani perawatan intensif. Tak pernah Nadya lupa selalu meluangkan waktu menjaga Bapak Suryono bergantian dengan Istrinya. Seluruh biaya rumah sakit dan pengobatan ditanggung oleh Nadya. Karena hanya inilah yang dapat Nadya berikan sebagai tanda balas jasa terhadap apa yang sudah Pak Suryono berikan untuknya.
Setelah hampir satu tahun beliau dirawat di rumah sakit akan tetapi penyakitnya tak kunjung sembuh. Tak lupa Nadya selalu berdoa untuk kesembuhan Bapak Suryono. Bulan demi bulan dilalui, hari demi hari dilalui. Pada saatnya tahun ke dua Tuhan berkehendak lain, Bapak Suryono menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit. Hal itu membuat Nadya sangat sedih dan tidak dapat menerima kenyataan. Akan tetapi, Istri Pak Suryono menghampirinya dan memberikan sebuah surat yang dititipkan kepadanya dari Bapak Suryono untuk anak murid kesayangannya itu sebelum beliau meninggal. Saat surat itu dibuka dan dibaca Nadya langsung meneteskan air mata, menangis tersedu-sedu. Dalam surat itu Pak Suryono mengatakan
Untuk murid kesayanganku : Nadya Dwi Nurlita “Bapak sangat bangga melihat kamu sekarang sudah menjadi orang yang sangat berhasil, bapak harap kamu tidak menjadi orang yang sombong, selalu lihat ke bawah, selalulah menolong orang yang membutuhkan dan walaupun kamu sudah berhasil jangan lupa untuk selalu berusaha, belajar, dan berdoa dan Bapak sangatlah berterimkasih karena kamu sudah mau merawat Bapak bahkan telah membiayai semua pengobatan bapak, Bapak tahu Bapak sudah sangat tua dan penyakit Bapak sudah tidak dapat disembuhkan akan tetapi, kamu tidak pernah menyerah merawat Bapak. Bapak sudah menganggap kamu sebagai anak Bapak sendiri. kamu adalah orang yang sangat Bapak banggakan Nak. Sekali Bapak sangat berterimkasih kepadamu Nak. TTD: Suryono
Saat ini Pak Suryono hanya dapat dikenang dalam ingatan yang sulit terlupakan oleh Nadya. Beliau kini sudah meninggal dunia disebabkan karena penyakit kanker otak yang dideritanya, penyakit yang tak pernah beliau rasakan dan ceritakan. Kini Nadya hanya dapat mengirimkan doa kepada beliau agar ditempatkan di sisi yang paling indah, yaitu di sisi Allah SWT.
Cerpen Karangan: Prameswari Nur Setyorini Facebook: Prameswari Nur Setyorini