Tidak terasa semakin mendekati Hari Guru, ya tanggal 25 November adalah hari Guru. Di mana semua pelajar di Indonesia akan memperingati hari Guru. Jika diingat, sungguh begitu besar jasa seorang guru. Mereka mengajarkan dan mentransfer semua ilmunya untuk mempersiapkan diri peserta didiknya dimasa yang akan datang. Tanpa guru kita tidak akan bisa menjadi siapa-siapa, bukan orang yang berpendidikan, dan bukan pula orang yang berilmu dan berprestasi. Guru adalah orang tua kedua setelah orangtuaku, tempatku bersosialisasi dan berdialog.
Pak Dustur adalah Guru favorit sekaligus Guru yang aku takutkan. Bagaimana tidak aku takuti? disetiap beliau mengajar, Beliau sering membawa rotan kecil kira-kira berukuran 75 cm untuk menghukum siswa siswi yang malas dan nakal, yaa termasuk Aku. Beliau, dalam mengajar siswanya suaranya begitu enak didengar dan mudah untuk dipahami.
Di suatu waktu, beliau mengadakan perlombaan antar kelompok di kelas, mata pelajaran PPKn materi tentang PPKI dan BPUPKI. Ketika itu aku masih duduk di bangku kelas 6 SDN 1 Tanjung Betuah. Dari satu kelompok terdiri dari 3-4 orang siswa atau siswi, dan kelompokku terdapat 3 anggota yaitu Aku, Ros, dan Alm. Beti. Kami melakukan kegiatan belajar bareng, diskusi, dan kami saling melengkapi. Hasil dari perlombaan tersebut kelompok kami mendapat juara 2, yang disebabkan dari kekeliruan jawabanku, makanya kelompokku tidak jadi juara 1. Hemm… tak apa setidaknya kita sudah berjuangan, belajar dengan semestinya, dan melakukan yang terbaik, ucap si Ros dengan tersenyum.
Pak Dustur tidak hanya sebagai guru Ilmu Pengetahuan umum saja. Tetapi, Beliau juga mengajar sebagai guru Agama di Pesantren al-Khoiriyah yang cukup terkenal di Cukuh Balak. Seperti biasanya, beliau tidak jauh-jauh dari rotan kecil yang kebiasaan ia bawa. Berbeda dengan rotan di sekolahan, rotan di Pesantren berukuran lebih panjang dibandingkan rotan di sekolahan kira-kira panjangnya 85 cm.
Lain halnya dengan Guru yang bernama Pak Fatullah atau biasa disapa dengan “Pak Pat”. Beliau juga termasuk guru yang aku sukai dan aku takuti ketika duduk di bangku Sekolah Dasar. Sebab aku takut adalah jari kukunya. Kuku jari telunjuk dan jari jempolnya yang panjang dan tajam. “Woww..” kubilang beliau seperti macan…
Pak Pat mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Beliau mengajarku ketika aku duduk di bangku kelas 3, 5 dan kelas 6 semester ganjil. Pada mata pelajaran pendidikan Agama Islam, banyak sekali hafalan seperti surah-surah pendek di juz amma, bacaan ketika sholat, do`a-do`a, rukun sholat, rukun Islam, rukun Iman, dan yang lainnya. Sebenarnya banyak tapi aku sudah banyak yang lupa. Akan tetapi dalam hal ini, ketika ada hafalan dan kita tidak hafal maka bersiaplah “telinga memerah dijepit sama jari kepiting” begitulah sebutan anak-anak untuk hukuman yang diberikan Bapak Fatullah ketika tidak hafal, hemm termasuk telingaku juga sudah pernah kena jewer oleh beliau.
Ketika jam istirahat, Pak Pat tak gengsi membantu sang Istri yang berjualan di dekat Sekolahanku nama warungnya adalah “Bung Er”. Sungguh ia cerminan yang begitu mulia, Guruku. Jajanan-jajanan yang dijual oleh Istri beliau banyak sekali pilihannya, mulai dari permen, ciki-cikian, es cendol, es segar sari atau nutrisari, nasi uduk, macam-macam gorengan, dan pecel lontong, diantara makanan tersebut semuanya aku suka.
Sepertinya, selain bercerita tentang beberapa guru yang begitu menginspirasi, di sekolahan masih banyak hal yang sangat menarik dan begitu berkesan bukan? Salah satunya adalah warung dengan berbagai macam jajanan yang harganya murah meriah, apa lagi sekitaran tahun 2005 uang seribu rupiah masih dapat banyak jajanan.
Yukk berpindah tempat, selain jajanan di warung “Bung Er”, banyak juga teman-teman yang sembari sekolah sembari berjualan, diantaranya es buah, es bubur, cenil, tekwan, gorengan, gulali, dan siomay yang uang kurang dari dua ribu rupiah masih dapat banyak jajan dibandingkan dengan zaman sekarang. “Hmm jelas, itu kan beberapa tahun yang lalu” tulisku sambil tersenyum dengan teman satu kos-kosan.
Masih ada nih jajanan yang gak kalah hits nya, yaitu jajanan musiman. Hayo coba tebak apa itu jajanan musiman? Musim buah-buahan. Yaa betul sekali, ketika musim jambu, mangga, rambutan, dan musim manggis, mesti ada kawan yang di rumahnya lagi musim banyak buah buahan disuruh oleh ibunya berjualan di sekolah. Dan semua jajanan itu rasanya enak-enak dan harganya masih terjangkau dari uang saku yang diberi Ibuku. “ahhh aku jadi rindu zaman Sekolah Dasarku dulu.
Tidak hanya makanan dan guru saja yang paling berkesan, kebiasaan setiap upacara hari senin, dan senam bersama di pagi hari setiap jum`at dan sabtu juga itu yang paling aku sukai, membuat tubuh bergerak, berkeringat dan sehat. Namun demikian, walaupun guru kami terkadang memukul dan mencubit karena kesalahan kami, kami lebih merasa tahu diri dan intropeksi diri baik dari pihak orangtua maupun murid, karena apa yang dilakukan guru itu sudah dipertimbangkan sebab dari ulah yang dilakukan oleh sang murid tersebut. Dan kami lebih suka bermain diluar ruangan, merasa lebih bebas tertawa, bergerak dan bermain tanpa harus berkutat dengan gadget seperti anak di zaman sekarang.
Cerpen Karangan: Dwi Nirmala Sari Facebook: Dwi Nirmala Sari