Angina sepoi membangunkanku dari tidur panjangku, ditemani matahari yang sudah mulai bertugas menyinari bumi. Kulangkahkan kakiku menuju bilik mandi dan berkaca di dinding sambil tersenyum, tanda aku mengawali pagi ini dengan bahagia. Perlahan kusisir rambut pirang panjangku dan tak lupa kusematkan pita biru di bagian belakang rambutku yang setengah terikat. Terakhir kukenakkan bustel di dalam rok yang akan pakai pagi ini. Setelah semuanya siap kuulang melihat siluet diriku di kaca sambil berputar bersenandung kecil, ideal’nyy
Sepanjang perjalananku ke toko bibirku tak berhenti tersenyum mendengar kicauan burung dan sapaan lemas beberapa orang yang mengenaliku di tengah suasana pagi yang syahdu ini tiba-tiba saja segerombolan pasukan berkuda dengan jubah hijau datang lagi ke kotaku menuju istana. Aku melihat dari raut wajah mereka sangar dan memancarkan api kemarahan yang membara. Setelah kepergian mereka keadaan di kota berubah total semua terdiam wajah lesu mereka bertambah lesu dan bercampur panik setengah menangis. Begitu juga dengan perasaanku dengan cepat aku melangkahkan kakiku menuju toko dan melihat teman-temanku juga merasakan hal yang sama. Pasalnya keadaan di kotaku sangatlah kacau jika dilihat dari sisi ekonomi dan politik, wanita harus bekerja untuk mencukupi kehidupan sehari-hari. Krisis pangan, kelaparan, belum lagi pajak yang besar diberlakukan semenjak Negara kami kalah dalam peperangan 1915. Dan setiap kali pasukan berkuda itu datang ke istana pasti ada saja kekacauan yang diperbuat. Mereka adalah pemberontak monarki. Menurut desas desus mereka sangat kejam dan suka membunuh.
Lalu kepala toko datang dan mengatakan bahwa hari ini kami harus bekerja hingga larut malam agar persediaan pangan di hari berikutnya cukup, pertanda keadaan sudah darurat di kota. Setelah itu kepala toko juga memperbolehkan kami membawa roti untuk disimpan di rumah. Hingga hari sudah larut saat kami hendak keluar dari toko, kami semua mendengar suara tembakan bertubi-tubi aku memberanikan diri untuk mengintip dari pintu depan toko ternyata pasukan berkuda yang datang semakin banyak menuju istana. Kami tak dapat pulang karena keadaan di luar sangat berbahaya. Kami ketakutan dan bersembunyi di ruang bawah tanah. Riuh suara tolong dan tangisan teriakan yang kami dengan berasal dari atas, sebuah hentakkan keras terdengar dari arah toko disertai reruntuhan bangunan di bagian belakang kami terperangkap di sini hingga semuanya terasa gelap.
Aku terbangun di sebuah ranjang tua yang tidak kukenali, melihat sekeliling ruangan ini terasa asing bagiku. lalu seorang wanita yang berpakaian putih dengan lambang hijau di lengan kanannya tersenyum dan bertanya tentang keadaanku. Aku berkata baik dan dia membenarkan selang infus di tanganku. Lalu dia berkata sebelum pergi, kau diselamatkan oleh tentara berjubah hijau kemarin, kau sudah pingsan selama 15 jam di sini atap toko kalian rusak akibat kerusuhan tadi malam, untunglah kau dan teman-temanmu selamat! Setelah mendengarkan perkataannya aku tak tahu harus berkata terima kasih atau marah padanya.
Ketika sore aku diperbolehkan pulang dan ditawari oleh seorang tentara pasukan berkuda berjubah hijau. Aku ketakutan tapi dia berkata ini sudah tugasnya karena membuatku celaka tadi malam. Di perjalanan aku memberanikan diri untuk melihatnya dari samping dan menurutku dia tidak terlihat seperti orang jahat. Lalu kami berpapasan dengan warga kota yang melakukan pawai di kota sambil berkata “kita sudah bebas dari pajak raja”.
Lima tahun telah berlalu dari kejadian yang mengerikan di malam itu. Kotaku semakin maju, monarki telah berubah menjadi republik. Pajak yang mencekik telah tiada, begitu juga raja dan para pengikutnya telah pergi meninggalkan Negara kami. Pembangunan semakin pesat banyak pabrik yang didirikan di pinggir kota dan bahkan toko tempatku bekerja telah berubah menjadi pabrik dan memiliki beberapa cabang toko. Seni foto yang dulunya sangat tabu bagi kaum buruh sepertiku, kini bisa kunikmati untuk mengabadikan moment di saat saat penting. Dan bahkan sekarang sudah ada kendaraan yang berjalan menggunakan mesin, sungguh penemuan yang luar biasa. Yang paling aku sukai adalah wanita tidak lagi harus menggunakan bastel yang membuat berat gaunku apalagi saat aku bekerja.
Kututup kisah ini dengan ketukan dari luar kamar yang mengharuskanku turun dengan gaun putih panjangku dan bunga lilly di tangan kananku. Dibantu oleh enam teman perempuanku, berjalan ke bawah menuju altar. Kulihat senyuman manis seorang pria tampan yang sedang mengenakan baju tentara dengan tanda hijau di lengan kanannya sedang menungguku di ujung altar gereja ya dia adalah pria yang mengantarkanku pulang saat itu. Setelah semuanya selesai fotografer menghampiri kami dan memotret kami bersama.
1917
Cerpen Karangan: Yulia Rista Blog: yulia988.blogspot.com Saya yulia dari Pekanbaru. Dipaksa menulis ilmiah saat kuliah di jurusan Sosiologi, tapi saya lebih suka menulis cerpen fiksi.