Tanteku memiliki rasa cinta yang berlebihan terhadap anaknya. Dia pernah mengusir ke tiga mantan pacar anaknya dan memaksa mereka untuk bercerai, yang akhirnya menyebabkan depresi pada sepupuku dan membuatnya hampir bunuh diri.
Tante dan omku menikah dan memiliki anak ketika mereka sudah berusia 30 tahun. Ketika sepupuku lahir, tenteku memperlakukannya seperti harta karun paling berharga dan merengkuhnya erat di dadanya. Pada usia 8 tahun, sepupuku sama sekali tidak bisa merawat dirinya sendiri, bahkan pada usia 12 tahun, dia tidak tahu bagaimana cara mengupas telur dengan benar - menunjukkan seberapa besar tenteku memanjakannya.
Ketika sepupuku berusia 10 tahun, omku meninggal karena kecelakaan. Tenteku tidak menikah lagi membuat dia dan anaknya saling mengandalkan satu sama lain selama lebih dari 20 tahun. Ia memberikan semua energinya untuk anaknya, dan selalu mengatakan bahwa sepupuku adalah dukungan emosionalnya.
Banyak anggota keluarga yang menyadari bahwa rasa sayang tenteku untuk sepupuku telah melampaui rasa cinta yang tidak sewajarnya. Bahkan ketika sepupuku berusia 18 tahun dan takut tidur sendirian, tanteku akan ke kamarnya, membelai dia hingga tertidur seperti bayi.
Setelah sepupuku lulus dari sekolah teknik, dia mulai bekerja dan sering lembur hingga tengah malam. Tanteku akan membawa makanan ke tempat kerjanya dan menemaninya selama shift malam.
Saat mengetahui sepupuku mulai berpacaran, tanteku marah besar, dia mengatakan pada sepupuku bahwa dia terlalu muda untuk menjalin hubungan dengan wanita lain. Sepupuku baru berusia 20 tahun saat itu, dan dia tidak punya pilihan lain selain mendengarkan keinginan ibunya untuk putus dengan pacarnya.
Lalu, ketika sepupuku berumur 25 tahun, dia jatuh cinta lagi. Jika dilihat dari usianya, ini seharusnya tidak masalah, bukan? Tapi tanteku lagi-lagi masih tidak setuju. Ada saat di mana sepupuku nekat membawa gadis itu ke rumahnya, tenteku bersikap ramah di depannya. Namun, begitu sepupuku pergi, dia segera mengubah sikapnya dan menatap gadis itu dengan tajam. Gadis itu merasa terintimidasi dan pergi tanpa mencoba makanan yang telah disediakan.
Pernah juga, sepupuku mengajak pacarnya ke bioskop. Tanteku langsung merajuk dan mengatakan dia juga ingin pergi. Sepupuku, sebagai anak yang berbakti, akhirnya membelikannya tiket. Selama film, tenteku duduk di antara sepupuku dan pacarnya, menggenggam tangan sepupuku, dan terkadang bersandar pada bahunya, seolah-olah dia adalah pacar yang harus diutamakan. Setelah film ditayang, gadis itu tidak tahan dan akhirnya putus lagi dengan sepupuku.
Pada usia 28 tahun, sepupuku mulai menjalin hubungan yang ketiga. Wanita ini cantik dan memiliki pekerjaan yang baik, membuat sepupuku merasa puas. Namun, tenteku masih belum menyetujuinya, berkata bahwa wanita itu terlalu cantik dan takut sepupuku tidak mampu untuk memenuhi kebutuhannya di masa depan. Namun, sepupuku bertekad untuk melanjutkan hubungannya dengan wanita itu.
Ketika wanita itu datang untuk makan malam pertama kali, sepupuku yang memasak. Tenteku menangis, aku tidak tahu apakah dia merasa kasihan pada anak laki-lakinya yang memasak, atau dia iri dengan wanita itu.
Wanita itu cukup naif, dan meskipun dia merasa perilaku tenteku agak tidak normal, dia hanya menganggapnya sebagai manifestasi dari cinta seorang ibu pada anaknya. Wanita itu juga sangat baik dan bahkan menerima permintaan tenteku untuk berkencan bersama mereka.