Nadira namanya, dia orang kaya, sayang sombong. Dia selalu saja mem-bully dan memfitnah yang lain. Dia merasa dirinyalah yang paling berkuasa di kelas 6A.
Aku sebagai sahabatnya selalu saja meminta maaf kepada mereka yang selalu dibully-nya. Sebenarnya aku tidak mau menjadi sahabatnya, tetapi jika aku tidak ingin menjadi sahabatnya, aku di-bully dia selamanya.
Pernah suatu hari dia memfitnah Chika. Dia berkata bahwa ayahnya mempunyai banyak uang dari kerja sambilannya sebagai pemalak, dan pencopet. Padahal ayah Chika bekerja sebagai seorang ketua DPRD. Chika menangis karena ayahnya dituduh seperti itu. Aku pun meminta maaf kepadanya secara diam-diam.
Dia juga pernah membully Hanna. Dia membaca buku diary Hanna, lalu menyebar luaskan isinya, Hanna juga diejek karena sepatu yang sudah bisa dikatakan ‘buruk’. Karena kejadian itu, Hanna menangis dan melaporkannya ke guru BK. Nadira pun terkena hukuman skors selama 3 hari.
Aku yang sudah tidak tahan dengan kelakuannya pun bercerita kepada sahabat rahasiaku, yaitu Reina.
“Rein, aku udah gak tahan nih sama kelakuannya,” ucapku pada Reina.
“Heh siapa suruh temenan sama dia! Dari dulu kan udah aku bilang, jangan temenan sama dia,” kata Reina.
“Ya mau gimana lagi, aku gak mau dibully selamanya.”
“Memangnya kamu doang yang gak pengen dibully? Kami juga kali.”
“Ok, ok. Aku akan bilang kepadanya bahwa aku gak akan berteman dengannya lagi,” ucapku dengan penuh semangat.
Beberapa hari setelah percakapan antara aku dan Reina, aku mengajak Nadira kehalaman belakang sekolah untuk berbicara empat mata dengannya.
“Kenapa? Kamu mau minjem uang? Bilang aja, gak usah diajak sampe ke sini juga kali!” ucap Nadira dengan nada angkuh.
“Aku gak butuh uang. Aku cuma mau bilang aku gak mau jadi sahabatmu lagi.”
“Kenapa?” Tanya Nadira kebingungan.
“Aku gak mau berteman denganmu karena sikapmu itu!”
“Kalau kau mau aku tetap menjadi sahabatmu, kau harus mengubah sikapmu itu. Kamu tahu gak, aku selalu malu karena sikapmu!” Seruku lantas meninggalkannya.
Esoknya, aku terheran-heran karena sikap Nadira yang sudah berubah. Dia meminta maaf kepada semua orang. Tanpa sadar aku tersenyum karena dia mau merubah sikapnya, aku teringat dengan kata-kata guru TK-ku dulu. ”Yang buruk pasti bisa berubah.”