Suara Adzan Mengalun Indah memanggil hamba Allah untuk menjalankan sebuah kewajiban yaitu sholat subuh. Sejenak Sang surya menampakkan cahaya terangnya. Suara ayam berkokok mengiri kemunculan sang surya. Suasana pagi yang indah tuk awali sebuah perjalanan kehidupan. Hidup yang penuh misteri tuk dipecahkan. Ada yang bilang hidup adalah sebuah perjuangan, hidup adalah sebuah dramatisme atau cerita yang tak ada habisnya sebelum hembusan nafas terakhir. Penuh dengan suka cita dan duka nestapa. Mentari pagi yang muncul dari arah timur seakan menjadi saksi awal hariku. Waktu itu jarum panjang jam di dinding masih di angka 6 tapi aku harus sudah meninggalkan rumahku yang terletak di ujung kota Kudus. Hari ini tepat hari sabtu, sekolahku mengadakan acara persami. Acara yang diadakan oleh Dewan Galang SMP 9 Bintang Ini di ikuti oleh 200 siswi. Dengan karisma abu-abu aku diantar oleh kakakku menuju SMP ku tercinta. Sesampai di sekolah aku bertemu dengan teman-temanku. Beberapa menit kemudian suara lantang dari kakak pembina sudah terdengar memenuhi telingaku “Siap Gerak!“, para siswi bergegas menata barisannya masing-masing. Seketika suasananya menjadi sangat hening. “Sebelum kita berangkat, kita akan mengecek barang-barang yang akan kita bawa”, suruh kakak pembina “Baik, kak“, sahut para siswi dengan serentak. Serentak para siswi mengecek barangnya masing-masing, termasuk aku yang langsung meluncur ke tempat dimana aku menaruh barangku. “Lampu senter, tikar, tenda, kompor, kayu bakar, kaos olahraga“, aku mengabsen satu persatu barangku, dan kurasa semuanya sudah lengkap. “Gimana sudah lengkap semua?“, tanpa ku sadari ternyata disampingku telah berdiri kakak pembina dan menanyakan kelengkapan barang-barangku. “Sudah, kak! “, karena kaget dengan spontan aku menjawabnya. Setelah selesai mengecek aku dan teman-temanku kembali masuk dalam barisan. “Apakah sudah lengkap semua?“, tanya kakak pembina yang berdiri tegak di depan lapangan yang berukuran 10 x 15 meter itu. “Sudah, kak! “, sahutku dan teman-temanku bersama. “Kalau sudah lengkap semua, mari kita berdoa bersama supaya acara kita dapat berjalan lancar dan bermanfaat bagi kita semua“ Suasana khidmat berlangsung kira-kira satu menit. “Dimulai dari kelompok pertama, silahkan masuk ke dalam bus dan bawa barang-barang kalian“ Satu persatu kelompok masuk ke dalam bus yang diparkir kira-kira 100 meter dari sekolahku. Dan akhirnya tiba saatnya kelompokku untuk masuk ke dalam bus. “Nala, Ais kalian berdua yang bawa kompornya ya!” “Oke!“, jawab mereka dengan ikhlas. Dengan segera kami masuk ke bus dan duduk di tempat yang telah tersedia. “Kursi ini kosong ya?”, tanya salah seorang temanku yang belum mendapatkan tempat duduk. “Iya, kosong, silahkan kalau mau duduk“, aku menawarkan kursi kosong itu. “Wah, kebetulan nih! Makasih ya”, senang mendengarnya dia langsung berterima kasih kepadaku dan lekas duduk di kursi yan tadinya kosong itu. “Ya sama-sama“ Teman yang duduk disampingku adalah siswi yang baru masuk satu bulan yang lalu, namanya Reina. Dia pindahan dari Semarang. Dia sangat cantik, wajahnya putih merona, bulu matanyapun terlihat sangat indah dipandang. “Eh, ngomong-ngomong kenapa kamu pindah ke sini?”, tanyaku yang berusaha memulai pembicaraan. “O, kalau itu sih karena ayahku pindah kerja ke sini, jadi mau nggak mau aku harus ikut kesini, lagipula ayahku nggak tega ninggal aku sendirian di Semarang” “Jadi itu alasan kamu pindah kesini?”, dia mengangguk sambil tersenyum manis. “Kamu asli orang Kudus ya?”, dia melanjutkan pembicaraan. “Iya dong, keliatan ya?”, jawabku sok akrab “Nggak juga kok, aku kan cuma asal nebak, hehehe” “Aku kirain kamu paranormal“, candaku. “Enak aja, bukan!” “Tenang aja aku cuma bercanda, nggak usah di anggep serius”, kataku menenangkan. “Ternyata kamu lucu juga“ “Tapi jangan salah, aku bukan badut lho!” “Ya ya, aku juga tahu kalo kamu bukan badut” “Udah satu bulan kan kamu disini?” “Betul“ “Gimana rasanya?” “Enak kok, temen-temennya juga asik-asik, termasuk kamu” “Makasih pujiannya” “Wah, busnya berhenti, asyik kita udah sampai“, teriaknya kegirangan. “Yuk kita turun“, aku mengajaknya untuk segera turun dari bus. Nggak terasa ternyata kita udah sampai ke tempat tujuan yaitu di perkemahan colo. Udara sejuk udah menanti. Kemah akan segera dimulai. “Ayo anak-anak segera bawa barang-barang kalian masuk ke tempat perkemahan“ ujar kakak pembina mengarahkan. “Ya, kak!“, kamipun masuk ke tempat perkemahan. “Setelah itu, kalian dirikan tenda kalian masing-masing perkelompok” Kamipun segera mencari tempat untuk mendirikan tenda. Tak lama kemudian tenda kami berhasil berdiri dan bunyi peluit telah terdengar. Itu tandanya kita harus berkumpul di lapangan. “Bunyi peluit tuh“, kataku kepada Nafa “Ya betul, ayo kita ke lapangan“, ajak Nafa “Siap gerak!“, lagi-lagi suara kakak pembina terdengar lebih keras dari biasanya. “Apel akan segera dimulai, kakak harap kalian bisa tenang“ Apel pembukaan akan segera dimulai. Para siswi segera merapikan barisan. Tanpa sengaja aku dan Reina berdiri saling berdampingan. “Ketemu lagi kita“, kata Reina sedikit terkejut. “Eh, kamu Reina“, sapaku. “Para siswi diharap diam, apel segera dimulai”, kakak pembina memperingatkan siswi agar tetap tenang. Apel pun telah dimulai, dan berjalan dengan lancar sampai apel berakhir. Raut wajah Reina terlihat seperti orang yang sedang kebingungan. “Kamu kenapa sih, kok kayak orang kebingungan?”, tanyaku yang heran dengan sikap Reina. “Emang aku lagi bingung, soalnya aku nggak tahu kelompok siapa“, terang Reina. “Kok bisa?”, aku kaget mendengar perkataan Reina. “Tadinya aku pikir aku udah dapet kelompok, tapi ternyata aku salah masuk“ “Ya udah kamu ikut kelompok aku aja“, tawarku yang melihat Reina kebingungan. “Beneran nih!”, Tanya Reina untuk meyakinkan “Ya bener, masa aku bohong”, tanpa ragu aku meyakinkan. “Makasih sekali lagi ya“ dia tersenyum sambil memandang bola mataku. “Nyantai aja lagi, kita kan temen“ aku membalas senyumnya. “Fa, kenapa berdiri disitu, cepetan kesini”, suruh Ais, teman sebangkuku sewaktu kelas 8 di SMP kesayangan kami. “Ya, sebentar. Yuk kita kesana“ “Yuk!” Aku menghampiri teman-temanku yang sedang berkumpul di depan tenda biru beralaskan tikar. “Semuanya, kenalin ini Reina“ “Salam kenal“, sahut teman-temanku. Satu persatu teman-temanku memperkenalkan namanya. Setelah berkenalan kita membahas pentas seni yang akan kami tampilkan nanti malam. “Gimana, udah siap semua kan buat pentas nanti malam?“, tanya ketua kelompokku yang biasa dipanggil Nafa. “Kalau aku sih udah siap, tapi gitu lah tiap tampil pasti aku grogi”, kata Nala. “Nggak apa-apa, yang penting kamu harus percaya diri, lakukan semaksimal mungkin”, aku memberi semangat temanku. “Eh, ngomong-ngomong kalian ntar malam mau pentas apa?”, tanya Reina yang memang belum tahu apa-apa tentang pentas kita nanti malam. “Oh ya, aku lupa ngasih tahu kamu, jadi nanti kita akan pentas nari”, Terangku kepada Reina. “Jadi, nanti malam kalian akan pentas nari?”, Reina memastikan jawabanku. “Rein, denger-denger suara kamu bagus“, Ais memuji suara Reina. “Ah kamu bisa aja“, pipi Reina mendadak merah. “Kemarin kan rencana kita musiknya pake suara Laptop, gimana kalo kita ganti sama suaranya Reina, daripada Reina nganggur kasian juga kan!”, usul Nafa. “Kamu nggak keberatan kan Rein?”, tanyaku. “Ya deh, aku mau“, Reina setuju dengan usul Nafa. “Hore!” kami semua berteriak bersama. “Emang lagunya apa?”, Reina menanyakan judul lagunya, agar dia bisa latihan sebelum pentas dimulai. “Lagunya J-Rocks yang judulnya ceria“, aku langsung menjawab. “Pas dong, itu lagu favoritku, yang ini kan!”, Reina memasukkan tangannya ke dalam tas hijaunya dan mengambil sebuah ponsel samsung berwarna merah muda. Lalu Reina bergegas mencari lagu tersebut di dalam daftar lagunya, dan mendedangkan lagu tersebut. Kami mendengarkan lagu tersebut beserta lantunan suara Reina sampai lagu itu berakhir. Tepukan tangan kami terdengar heboh setelah lagu itu berakhir. “Bagus banget Rein!”, Aku, Nala, Ais, dan Nafa memuji. “Makasih semuanya”, lagi-lagi senyuman manis itu muncul dari bibir Reina. Kegiatan demi kegiatan telah kami laksanakan. Kini tiba saatnya pentas seni dimulai. Kayu bakar di tengah lapangan sudah terbakar menjadi api unggun. Kami semua menyanyikan lagu api unggun bersama-sama diiringi tepuk tangan. “Pentas seni akan segera dimulai“, suara kakak pembina mengawali pentas seni itu. Kelompok kami mendapat undian nomor 4. Nomor undian 1 telah memasuki panggung pentas, mereka menampilkan sebuah drama yang berjudul “Tak kan terlupa mata indahmu ibu“. Sebuah judul yang membuat kami mengingat betapa pentingnya peran seorang ibu. Cerita itu membuat mata kami tak kunjung berhenti mengeluarkan air mata. Akhirnya drama tersebut selesai dan semua penonton bertepuk tangan sembari mengusap air mata yang menetes di pipi. Dilanjutkan dengan penampilan kedua, yang kemudian disambung dengan penampilan ketiga. Kami sudah bersiap di belakang panggung, karena sebentar lagi adalah giliran kami untuk unjuk kebolehan. “Sekarang kita persilahkan nomor undian 4 untuk memasuki panggung“, suara itu membuat hati kami berdetak semakin cepat. “Sebelum masuk mari kita berdo’a dulu”, ajak Nafa. Kami berdoa agar pentas kami berjalan dengan lancar. Selanjutnya kami masuk panggung sederhana tersebut. “Di sini kami akan menyanyikan sebuah lagu berjudul ceria yang akan diiringi dengan sebuah tarian”, kami segera memulai pentas kami. “Hari ini ku dendangkan, lagu yang ingin ku nyanyikan”, Bait pertama lagu itu telah terdengar merdu. Awalnya penonton hanya mendengarkan tetapi Reina tak kehabisan akal untuk membuat penonton tertarik dengan pentas kami. Dia mengajak para penonton untuk menyanyikan reff lagu itu bersama. Wajah riang para penonton sangat terlihat jelas oleh mata kami. Tak terasa lagu itu telah selesai. Tepuk tangan dari penonton terdengar sangat keras. Aku, Nala, Ais, Nafa, dan Reina saling memandang satu sama lain dengan senyuman puas. Malam itu adalah malam terindah kami karena setelah pentas itu, hubungan kami menjadi semakin erat. Kamipun akhirnya memutuskan untuk menjalin sebuah pesahabatan. Malam telah digantikan oleh pagi yang sejuk. Kegiatan kami selanjutnya adalah outbond. Para siswi sudah mengganti seragam coklatnya menjadi baju olahraga warna biru. Para siswi berjalan menuju lapangan. Di lapangan, kami diberi pengarahan tenang petunjuk jalan yang akan kami lewati. Setelah mengerti lalu kami menuju ke tempat outbond. Sampai di tempat outbond kami bermain. Setelah merasa puas kamipun kembali ke perkemahan. “Duh, capek banget!”, ucap Nala dengan nada rendah. “Capek-capek gini kan yang penting senang“, kataku dengan semangat meskipun dari ujung kepala sampai ujung kaki ngerasa capek juga. “Ya juga sih!”, Nala menjadi semangat kembali. “Ngomong-ngomong Reina, Nafa sama Ais kemana?” “Tadi katanya mereka mau beli minum dulu di warung sebelah“, jelasku. “Kok nggak ngajak-ngajak sih!”, Nala sedikit jengkel. “Tenang aja tadi aku udah pesenin minuan buat kamu” “Yang bener? Makasih banget“ “Ya, Eh itu mereka datang!” “Hai Fa, hai Nal, maaf ya nunggu lama, soalnya tadi rame banget“, ujar Nafa. “Nggak apa-apa kok“, jawabku. “Ifa, Nala ini minuman kalian“ Reina menyodorkan minuman kepadaku dan Nala. Tak beberapa lama kemudian kakak pembina menghampiri kami dan memberitahu kami agar segera membereskan barang-barang kami, karena satu jam lagi kita akan melaksanakan apel penutupan. Satu jam telah berlalu, kami telah selesai membereskan barang-barang kami. Seketika suara nyaring peluit kembali terdengar oleh telinga kami. Itu tandanya kami harus segera menuju ke lapangan untuk melaksanakan apel penutupan. “Reina, Ais kemana, kok nggak keliatan?“, mata Nafa melihat ke sekeliling. “Kangen ya kok nyari aku?“, celetuk Ais dengan tiba-tida “PD banget, dengerin tuh kakak pembina udah niup peluit kesayangannya!” “Hahaha“ Aku, Nala, dan Reina tertawa mendengar jawaban dari Nafa “Ya udah, ayo cepetan ke lapangan“, kami berlima segera berlari ke lapangan. “Apel penutupan persami akan dilaksanakan, harap para siswi tenang”. Tak terasa apel penutupan telah selesai dan kita akan pulang menuju rumah kami masing-masing. Senang dan sedih bercampur jadi satu di hatiku. Senang karena bisa kembali menjalani hari bersama keluarga. Dan sedih karena harus meninggalkan kenangan-kenangan manisku bersama sahabat-sahabatku di tempat yang indah ini. “Jangan lupain kenangan kita disini ya!“, Pintaku, karena hari-hariku sangat berarti disini. “Pasti lah! Kita akan inget selalu kenangan-kenangan indah kita disini”, ujar Nafa. “Kalian ini, udah kayak mau perpisahan aja, kita kan masih bisa ketemu di sekolah“, kata Ais. “Ya sih, tapi kan kita udah kelas 9, dan ini kemah terakhir kita di SMP 9 Bintang“, aku menjelaskan. “Anak-anak bus kita sudah datang, silahkan kalian masuk!”, suruh kakak pembina. “Yuk kita masuk ke bus“ Jam seakan berputar sangat cepat, bus kami sekejap sampai di sekolah, dan kami telah dijemput oleh orang-orang tersayang kami. Sebelum pulang kami berjanji untuk menjadi sahabat selamanya. Kemudian kami saling berpamitan satu sama lain. Dan pulang ke rumah kami masing-masing.
Nama Penulis: Isnaifa Blog: www.ifa-stars.blogspot.com