Aku tak sengaja melihat rasa cinta yang benar-benar cinta sore tadi. Aku melihat seorang anak berumur 13 tahun bermain sepak bola dengan semangatnya. Dia bermain dengan kami, para pemuda pengangguran yang rata-rata berumur 20-an tahun. Kami bermain sepak bola kampung, tanpa wasit tanpa peraturan kecuali gol hanya sah bila bola melewati garis gawang dengan datar, bahkan tak boleh melambung 1 cm pun. Anak itu berlari dari ujung ke ujung hanya untuk mengejar bola, tak ada satu pun dari kami yang mengoper kepada anak itu.
Dia berhasil merebut bola dari kaki lawan, dan kami langsung meminta bola itu dari kakinya, dan dia langsung melayangkan bola itu ke arah kami, siapapun orang terdekat yang merupakan teman satu team-nya. Pernah juga dia mendapatkan bola dari kaki lawan dan membawa bola itu ke depan sendirian, mungkin dia melihat peluang bagus saat itu. Tapi ternyata peluang itu berhasil digagalkan oleh lawan dan dia dihujam berbagai makian. Tapi dia tetap bermain.
Pertandingan tadi sore terasa cukup lama berakhir, menjelang pertandingan berakhir anak itu dijegal oleh pemain lawan, dia terjatuh dan hampir tak bisa bangkit, pemain yang lain menyuruhnya cepat bangkit, tapi aku tau dia merasakan kesakitan dan dia hanya tersenyum. Hari sudah cukup sore dan adzan magrib sudah berkumandang dan itulah acuan kami sebagai peluit penghabisan waktu. Di akhir pertandingan aku menyapa anak itu. Dia cukup bersahabat setelah pertandingan tadi.
Aku bercerita banyak hal tentang sepak bola dengan anak itu, mulai dari tim sepak bola favorit sampai hal hal aneh yang pernah terjadi di dunia sepak bola. Ada satu pertanyaannya yang membuat ku cukup kagum.
“kayak mana ya bang supaya aku bisa seleksi timnas?” “kenapa rupanya?” aku berbalik bertanya “supaya bisa aku sama mamak ku makan tiap hari” jawabnya “kenapa gak jadi PNS aja kau?” tanyaku lagi “karena gak ada PNS U-17 bang” jawabnya nyeleneh “kenapa harus jadi pemain timnas?” tanyaku sekali lagi “kalo aku jadi pemain timnas, aku bisa makan sama mamak tiap hari bang, banyak uang pemain timnas itu katanya, aku juga bisa main bola tiap hari, kan enak” seru anak itu “oh, berapa nomor sepatumu? Aku punya sepatu nomor 37 yang gak kepake, salah beli dulu karena aku nitip kawanku” kata ku “pas lah bang, aku pun nomor 37” jawabnya girang “ya udah tanya orang itu dimana rumah ku, nanti jam 9 malam kau datang” perintah ku “iya bang” jawabnya polos
Sesampainya aku di rumah aku bongkar gudang rumahku, aku cari cari sepatu lama yang aku janjikan tadi walaupun aku ragu anak itu akan datang, setelah sepatu yang ku maksud ketemu aku menyibukkan diri, online di kamarku yang sempit.
Sekitar jam 9 malam aku mendengar suara tamu yang mencoba memanggil nama ku.
“baaang, baaang topiiik, baaaang” teriak si tamu dengan semangat
Aku memakai pakaianku, dan bermalas malasan keluar dari kamar, aku penasaran dengan si tamu itu, suaranya seperti tidak asing. Benar saja, si anak yang kujumpai tadi sore itu menjadi tamuku di malam hari. Aku sedikit terkejut dia benar benar datang malam ini.
“oh kau rupanya, siapa namamu? Lupa aku” sapaan pertama ku “memang gak tau nya abang, mana ada abang tanya tadi nama ku” jawabnya dengan nada ringan “owh iya, jadi sekarang lah kutanya namamu gak papa kan?” tanya ku lagi “iya bang, aku dani bang” jawabnya lagi “owh, bentar lah ku ambil sepatunya ya” “iya bang” jawabnya girang dengan senyum lebar menjadi sisipannya
Aku ambil sepatu ku tadi, aku serahkan kepadanya dan menyuruhnya untuk mencoba sepatu itu, tapi ternyata sepatu itu sedikit kebesaran katanya, mungkin karena belum memakai kaos kaki fikirku, lalu aku berlari ke kamar dan mengambil kaos kaki ku di lemari, tak sengaja aku melihat pelindung tulang kering yang sudah lama tak kupakai dan aku bawa juga ke depan.
“coba kau pake ini” perintahku
Dia langsung memakainya sambil tersenyum riang dan penuh semangat. Sepatunya sudah cukup berabu dan dilepasnya bajunya untuk membersihkan sepatu itu.
“kok pakek baju mu?” tanya ku heran “memang uda kotor bang” jawabnya “owh, kalo kotor jangan lah dipake” jawabku balik “iya bang, nanti sampe rumah kucuci” jawabnya lagi “naek apa kau kesini?” tanya ku lagi “naek itu lah bang” jawabnya sambil menoleh ke arah sepedanya “tapi tadi sakit kaki mu?” jawabku heran “dari pada jalan aku bang? Capek lah, makin sakit pun” jawabnya sekali lagi
Aku mendadak lari ke dalam dan masuk ke kamar, aku ingat aku pernah punya sebuah jersey timnas Indonesia yang sudah cukup lama, aku obrak-abrik lemari ku dan aku menemukannya. Dan langsung menyuruh anak itu mencobanya
“wuih kostum yang lama ini kan bang, mantap kali ah” kata anak itu sambil memakai jersey itu “iya dulu aku pemain timnas U-19” jawabku asal “bah kenapa sekarang gak main timnas bang?” tanya anak itu “pernah cidera aku, uda retak tulangnya makanya gak bisa di paksa lagi mainnya” jawabku semakin asal “pantas lah bang, kayak mana cara masuknya bang?” tanya anak itu lagi “nanti kalo uda SMA kau pasti dipanggil timnas sendiri kau itu” jawabku sekali lagi
Anak itu terlihat cukup kecewa dengan jawabanku mungkin dia mau jawaban kongkret agar dia bisa lebih cepat masuk dalam jajaran pemain timnas Indonesia
“banyak-banyak kau ikut turnamen, biasanya ada itu pencari bakat yang nonton, jadi nanti kau bisa dipanggil masuk PSMS jadi kan dari situ bisa juga kau masuk timnas” kata ku mendadak
“iya lah bang” jawab anak itu “itu sepatuku dulu waktu masi main di timnas itu” kata ku lagi
Terlihat wajahnya berseri kembali dan dia mulai bercerita kalau dia terlalu cinta dengan ibunya, sepak bola dan Indonesia ini, maka dia mau membuat hal-hal yang dia cintai itu saling tersingkronisasi menjadi semangat untuknya menjalani hidup. Dia adalah anak satu-satunya dan menjadi laki-laki satu-satunya juga dalam keluarganya setelah ayahnya meninggal karena mendapat serangan jantung dulu. Dari situ dia sadar kalau dia harus menjaga ibunya dan membuat ibunya bahagia dengan hal yang juga membuatnya bahagia.
Mungkin dia masih terlalu naïf untuk mengatakan CINTA tapi aku yakin itu adalah bentuk nyata dari rasa cintanya kepada hal yang benar benar dia cintai. Aku merasa yakin dia takkan pernah mengeluh tentang hal-hal itu. Karena dia memang mencintainya.
Semoga suatu saat kita semua bisa mendapatkan dan melakukan cinta yang seperti itu juga
Cerpen Karangan: Taufik Hasibuan Facebook: http://www.facebook.com/stwopet