“Felly! Lo yakin kita bakalan menciptakan yang begituan? Bukannya temanya flora sama fauna?” tanya Bram yang masih menentang pikiran Felly tentang rancangan baju yang akan mereka garap untuk acara Fhasion Show minggu depan. Menyambut hari jadi kota mereka. “Tahu, nih! Bukannya itu terlalu menghina jika mereka tahu bahan yang kita buat, Fel!” lanjut Riska yang masih terus berpikir tentang otak Felly yang aneh saat ini. “Nggak biasanya lo berpikiran rendah seperti ini, Fel! Lagian, lo juga dari mana sih dapet ide begituan?! Kalau lo kena penjara, jangan bawa-bawa nama kita yah, Fel!” lirik Billy sinis.
“Guys, mereka kan tidak membatasi ide yang kita keluarkan! Lagi pula, mereka juga bakalan suka dengan design kita kalau itu benar-benar bagus! Dan, gue yakin itu!” “Tapi! Ide lo gila Felly! Gue tahu lo adalah anak yang paling baik dalam mendesign baju dibandingkan dengan anak-anak remaja di sekolah ini yang mempunyai kemampuan dalam bidang yang sama. Tapi, apa nggak salah kalau lo bakalan menggunakan sampah untuk bahan pokok dan dasar dari design baju kita?! Terlalu rendahan Felly! Mereka semua memakai bahan kain sutra dan juga pernak-pernik yang mewah! Sedangkan lo? Lo pakai sampah dan kain perca batik! Percuma model kita bagus kalau pakaiannya nggak bagus!” jawab Riska.
“Oke. Gue berani nantangin kalian kalau design gue bakalan jadi yang terbaik! Toh, model kita juga berdarah luar. Lo, tahu kan kalau Larissa berturunan Spanyol. Dia nggak akan malu kalau sedikit membuka pahanya yang mulus dengan gaun ekor panjang dan juga mahkota yang indah. Toh, sandalnya nggak akan polos dengan pernak-pernik itu aja. Gua bakalan menambah pernak-pernik yang akan membuat kakinya lebih anggun dan terlihat seksi. Apalagi, kakinya dia jenjang. Percuma kalau nggak dimanfaatin!”
“Oke, gue akan terima dengan design lo! Tapi, jangan suruh gue untuk belanja bahannya di toko yang telah ditentukan oleh sekolah ini. Malu, Fel kalau ketemu dengan anak desainer kelas lain. Billy aja yang berangkat!” ucap Bram. “Siapa juga yang bakalan nyuruh lo! Emang lo aja yang bakalan belanja bahan-bahannya? Kita semua kali yang bakalan belanja bahan-bahannya!”
Mereka semua melolot dengan raut wajah memelas. Akan tetapi, Felly tidak mempedulikan mereka semua. Melangkah meninggalkan ruangan bengkel tempat mereka mengerjakan baju itu. Apa boleh buat setelah mereka mendapatkan campakan dari Felly. Mereka membuntuti Felly dari belakang. Menjalankan roda mobil mereka untuk ke toko yang sudah ditentukan dan membeli pernak-pernik yang mereka butuhkan. Sesampainya di sana, ia mendapatkan pemandangan yang sangat eksotis saat desainer saingannya menghampirinya dengan manyakan design miliknya. Tanpa rasa malu, Felly menjawabnya dengan tegas dan percaya diri. Hal tersebut membuat mereka tertawa.
Bagi mereka, Felly yang saat ini ada di depan mereka bukanlah Felly yang mereka hadapi. Mereka mengenal Felly dengan design-design yang glamour dan eksotis. Tentunya, dengan bahan-bahan yang sesuai dengan namanya. Glamour. Harganya pun tidak diragukan untuk menjual satu mobil. Hanya untuk bahan. Belum perlengkapan. Setelah Felly berbelanja, ia menjalankan roda mobilnya ke arah butik mamanya. Mencari kain perca yang ia cari. Yah… kain batik. Berbagai kain batik telah diproduksi oleh butik mamanya untuk berbagai gaun yang mereka ciptakan sendiri. Banyak pegawai yang menanyakan hal tersebut kepada Felly. Karena, bagi pegawai mamanya, Felly tidak pernah datang untuk memungut sampah dari butik itu. Melainkan mencari data kain termahal yang biasa digunakan oleh butik mamanya.
Sedangkan, sekarang sebaliknya. Felly memakai kain batik yang digunakan untuk selipan hiasan gaun saja. Bahkan, Felly memesan ke toko butik mamanya untuk mendatangkan kain perca dari cabang butik mamanya dalam beberapa hari. Tentunya, pegawai mereka menuruti permintaan anak majikannya itu. Sedangkan Bram, Billy dan Riska, mencemaskan design Felly. Mereka takut akan memalukan timnya. Mengingat, namanya yang telah berulang kali terbit di media massa. Serta, design mereka yang berulang kali dicari oleh orang kalangan atas untuk diganti dengan uang. Sesampainya mereka dari perjalanan membeli bahan-bahan yang mereka butuhkan, mereka mulai membuat designnya menjadi benda nyata yang dapat dipakai oleh sang modelnya. Dalam artian lain, mewujudkan sketsa mereka.
Billy menggarap untuk sandalnya. Ia memulai dengan menata burcinya dalam selipan benang yang telah terikat dengan jarumnya. Bram, masih memikirkan mahkota yang tepat bersama Riska. Tentunya, dengan berbagai perdebatan dari keduanya. Akan tetapi, tetap menjadi satu ide pokok untuk mewujudkan hasil perdebatan mereka berdua. Tentunya, dengan pendapat Felly dan Billy. Felly, tidak hanya diam dengan memperhatikan rekan-rekannya bekerja, ia mulai membentuk bunga mawar dari limbah plastik yang ia kumpulkan dari sampah dan mencucinya hingga bersih. Menjahitnya dengan sematan renda emas di sampingnya. Nuansa full colour yang ada dalam bunga plastiknya akan memperindah gaunnya yang penuh bunga dengan batik yang glamour.
“Felly, ada yang kurang bahannya!” seru Bram di tengah ia mulai membentuk pola mahkotanya. “Apaan?” tanya Felly tanpa menoleh ke arah Bram. “Lihat gue, dodol!” Felly pun menoleh dan menghentikan mesin jahitnya. “Nih, lihat sketsa gue sama Riska! Kita butuh bulu berwarna untuk menghias sampingnya. Tentor utara yang ada di samping telinga akan gue kasih warna merah dan biru dengan paduan emas. Untuk pasangan atasnya, gue kasih bulu dengan bentuk helaian daun. Menyematkan burci di sana dengan bunga mawar yang lo contohkan. Sehingga, bisa serasi dengan bajunya.”
“Mana ada bulu berwarna-warni?” sela Billy di tengah ia mengggarap tugasnya. “Makanya itu, Bil. Itulah kendalanya.” “Tinggal ganti design lain aja!” “Enak aja lo, tinggal bilang begitu! Nggak! Gue nggak mau terima tentang begituan! Lo pikir cari ide nggak susah apa? Gue aja ampe debat sama Riska!” “Iya, iya. Terserah lo, deh! Emang, mau cari bulu di mana? Warna-warni pula! Nyabut bulu bebek dari peternak bebek?! Belum sampai dicabut, lo bakalan kalang kabut sama mulutnya tuh bebek!” “Makanya itu, bantuin pecahin masalahnya kenapa?! Lo jangan ribut sama tuh sandal! Entar kalau mahkotanya nggak jadi gimana? Kita bakalan pakai jepit biasa? Atau cuma menghias dengan model rambut?! Nggak etis man!”
“Lo punya ide nggak, Fel?” tanya Riska setelah muak mendengar ocehan kedua teman laki-lakinya. Felly hanya terdiam. Ia sibuk dengan pikirannya sendiri. Menerawang entah ke mana. Namun, Bram menyadarkannya dengan getakan dan juga sentuhan senggol ke lengan Felly yang tengah bersedekap di depan dadanya. “Lo kenapa, hah?” tanya Bram. Felly menoleh. Lalu, menggeleng. “Butik mama lo, kira-kira ada nggak, Fel?” tanya Billy. Felly hanya mengangkat bahunya. Ia tetap memandang benda mentah yang belum jadi yang ada di depannya dengan pikiran yang serius.
“Mungkin ada. Tapi, tidak bulu yang hewan. Melainkan, bulu baju yang biasa digunakan oleh orang luar saat musim dingin selain jaket dan sarung tangan.” “Bukan, Fel. Gue butuh yang hewan.” “Rok rame dengan remblehan gaun belakang,” gumam Felly mengelus dagunya frustasi. “Mahkotanya, kita ganti gimana?” tanya Billy. “Jangan, gue akan usahakan cari bulunya!” ucap Felly meninggalkan mereka dan kembali berkutat dengan pekerjaannya. “Oh, ya Bil! Buatin kalungnya yah…” lanjut Felly setelah ia mengingat sesuatu yang kurang. “Kalung tempel?” “Yah.. kreasikan sendiri dengan burci lo dan juga bunga yang gue buat.”
Billy pun menghempaskan tubuhnya ke kursi kerjanya. Mendengus napas beratnya dan mengacak rambutnya frustasi. Bram dan Riska tertawa tertahan melihat tingkah Billy. Sedangkan, Felly tenggelam dalam imajinasi pikirannya. 5 jam mereka mengerjakan designnya. Saat jam pulang, Felly masih menyegel teman-temannya untuk mengerjakan tugasnya. Banyak beberapa bagian yang sedikit dirubah. Kebiasaan Felly. Kerja keras tanpa mengenal waktu. Terkadang, Felly membiarkan temannya kelaparan di jam makan mereka. Dan hal tersebut berlalu selama 5 hari. Hingga akhirnya, saat sentuhan terakhir hampir selesai, mereka dikagetkan oleh kabar yang telah didengar oleh Bram. Yah.. temanya adalah fauna dan flora. Mereka tidak memberikan sentuhan tentang itu.
Mereka hanya menggunakan bahan fauna. Bukan seperti fauna. Mengubah mahkota mereka? Tidak mungkin. Waktu mengerjakannya akan lama jika menginginkan hasil yang sempurna. Mereka semua kalang kabut dengan kabar itu. Wajah cemas dan bingung merayap di wajah mereka. Akan tetapi, Felly bersikap tenang dan datar dengan pikiran yang begitu serius. Seakan, pikirannya semakin memanas untuk mencocokkan gaun dan perlengkapannya. Felly berjalan ke arah meja besar. Meja yang biasa mereka gunakan untuk menyusun sketsa. Dan… di sanalah ide Felly muncul. Sayap. Yah.. sayap elang yang terbuka lebar. Dengan warna cokelat yang berpadu putih. Kemucing. Yah.. itulah bahan dasarnya.
Bram pun mulai menggambarnya dengan tangan grafitinya. Sedangkan Billy, ke luar membeli bahan yang dibutuhkan. Riska dan Felly membantu Bram untuk mewujudkan hal tersebut. Bulu mahkota. Sampai sekarang, mereka belum menemukan bulu tersebut. Mereka terus berpikir tentang bulu itu. Hingga akhirnya, mereka menemukan solusinya. Yah… mereka menggunakan bahan kemucing. Mencelupkannya dalam cat, mengeringkannya satu per satu. Kerena, mereka berpikir. Apabila mereka menggunakan bulu yang sama dengan sayapnya, gaun tersebut akan bernuansa mati karena warna yang sama. Sedangkan, gaun yang akan digunakan oleh sang model berwarna color full. Bagaimana tidak, hal tersebut memiliki kendala tersendiri bagi mereka. Sehingga, mereka harus bekerja lebih ekstra dari sebelumnya.
Banyak desainer lain yang menertawakan mereka kerena terlihat kuno saat melihat sematan batiknya. Akan tetapi, mereka belum melihat keseluruhan gaun ciptaan mereka. Felly bersumpah akan kemenangannya. Baginya, gaun ini adalah gaun inovasi pertama bagi Felly. Dalam artian, untuk pertama kalinya Felly menciptakan gaun dari sampah. Dua hari telah mereka lalui dengan kerja super gila. Hingga tiba saatnya, Larissa berdiri di atas panggung dengan busana paling berbeda. Dengan sentuhan make-up yang membuat matanya tajam serta lipstik merah dengan polesan bentuk di bibirnya, menambah seksi bibirnya. Jalan lurusnya, tegakan dagunya, serta goyangan berbaliknya sama dengan yang Felly ajarkan tanpa ada kesalahan dan merusak pesona ekor gaunnya.
Kalung tempel yang dibuat oleh Billy dengan bahan dasar kain perca dan juga sedikit sentuhan pernak-perniknya, membuat segalanya terlihat sempurna. Saat Larissa telah menampilkan show gaun mereka, pengumuman akan gaun terbaik terlontar. Terdengar jantung mereka berdegup kencang. Berteriak dengan rasa takut dan cemas. Begitu pun dengan Larissa. Copot!!! Jantung mereka terasa copot saat Felly membelalakkan matanya. Kaget dan teguncang saat mahkota penghargaan beserta dengan piala dan bingkisan bunga berada dalam genggamannya. Billy dan Bram menghela napas lega. Sedangkan Riska berteriak gembira dengan memeluk Felly histeris. Mereka merayakan kemenangan ini. Inovasi terbaru untuk tim mereka.
Setelah mereka turun dari panggung, mereka menerima wawancara dari beberapa media sosial yang berebut untuk mendapat jawaban dari Felly tentang batik. Mulai dari kenapa? Mengapa? Bagaimana? Dan dari mana Felly mendapatkan ide batik yang terkesan kuno berubah menjadi glamour saat berada di tangan Felly. Felly hanya menjawab bahwa ia ingin mempertahankan warisan budaya negaranya. Serta, melaksanakan pesan papanya yang telah meninggal. “Jagalah negaramu, dan di sanalah kau menjaga hidupmu. Negaramu adalah napasmu. Negaramu, adalah nyawamu. Dan negaramu adalah cintamu.”
Saat sesi wawancara telah selesai, Felly tengah ditunggu oleh seseorang di ruang sesi pertemuan. Mereka mendapatkan tawaran untuk desainer butiknya di luar negeri. Bahkan orang itu nekat memberikan kehidupan layak di sana bila Felly mau menerima tawaran mereka untuk pergi ke luar negeri setelah lulus SMA. Felly mendiskusikan dengan timnya. Dan, ia memutuskan untuk pergi bersama-sama dengan teman-temannya. Dengan syarat, orang itu harus mau menerima design Felly yang selalu tersemat batik di dalamnya tanpa menghilangkan warisan budayanya. Orang itu setuju dan menandatangani kontrak kerjanya dengan Felly yang berniat untuk mengenalkan batik pada dunia dan menunjukkan keelokan negara Indonesia dengan baju rancangannya.
Cerpen Karangan: Pratiwi Nur Zamzani Facebook: Pratiwi Nur Zamzani (Pakai Kerudung Putih) Nama saya Pratiwi Nur Zamzani. Dapat menghubungi melalui akun facebook saya yaitu Pratiwi Nur Zamzani (Pakai kerudung putih), twiiter @nur_zamzani atau E-mail pratiwinurzamzani[-at-]yahoo.co.id. Dengan alamat, Jl. Rambutan, Pesanggrahan selatan, Bangil, Pasuruan. Prestasi yang pernah saya raih adalah juara 3 Mading, puisi dan cerpen pernah diterbitkan di majalah SPEKTRUM dan berbagai buku antologi. Antara lain adalah, Menjembut Ridhomu, Sapa malam teriak rindu, Dream Wings, dan lainnya.