Jam berdentang satu kali. Teriknya matahari tidak mencegah ayah Tono untuk tetap bekerja. Tono tinggal bersama ayah dan ibunya di desa dan pekerjaan ayah Tono adalah mencari kayu untuk dijual dengan melakukan pembalakan liar. Ayah Tono tahu bahwa pekerjaannya tersebut merupakan pekerjaan yang ilegal. Ayah Tono juga tahu bahwa perbuatannya bisa menyeret dirinya ke balik jeruji besi. Namun, hanya itu pekerjaan yang dapat dilakukan ayah Tono untuk menghidupi keluarganya.
“Tono, cepat panggil ayahmu untuk makan siang dan lanjutkan pekerjaannya nanti,” kata ibu Tono. “Ya Bu,” jawab Tono sambil berlari mengambil sepedanya dan mencari ayahnya. “Ayah, mari kita makan siang dulu!” seru Tono setelah menemukan ayahnya.. “Ya.” Maka Tono dan ayahnya pulang ke rumah mereka. Tono sebenarnya sedih melihat ayahnya melakukan pekerjaannya tersebut, tetapi meski sudah berkali-kali Tono sarankan pada ayahnya untuk mencari pekerjaan lain, ayahnya tetap melakukan pembalakan liar.
Sesampainya di rumah Tono kembali mencoba untuk menyarankan pada ayahnya supaya ayahnya bisa mencari pekerjaan lain. “Ayah, apakah Ayah tidak bisa cari pekerjaan lain?” “Pekerjaan lain apa maksudmu?” “Pekerjaan yang lebih baik.” “Tono, dengar ya hanya ini yang bisa Ayah lakukan, Ayah tidak punya modal apapun untuk melakukan pekerjaan lain.” “Tapi,” “Sudah syukuri saja apa yang Ayah kerjakan sekarang, lebih baik kamu belajar saja untuk persiapan sekolahmu besok.” “Baiklah.”
Tono menimba ilmu di suatu sekolah yang tidak dikenakan biaya sepeser pun, karena tersebut diselenggarakan khusus untuk masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah.
Keesokan harinya, Tono belajar IPS di sekolah yaitu tentang pemanasan global. “Sekarang ini, bumi kita telah dilanda oleh pemanasan global, ada yang tahu artinya?” tanya guru Tono di kelas, tetapi tidak ada satu pun yang menjawab. “Jadi pemanasan global adalah ozon yang menipis dan ozon adalah lapisan yang melindungi bumi dari sinar matahari, sehingga bumi tidak terkena sinar sang Surya secara langsung,” jelas guru Tono. “Apa penyebabnya Bu?” tanya salah satu teman Tono “Banyak penyebabnya dan salah satunya adalah hutan yang gundul akibat penebangan liar.” Mendengar kata-kata itu, Tono merasa sedih karena dia teringat atas pekerjaan ayahnya.
Sepulang sekolah Tono menceritakan hal itu pada ayahnya. “Ayah, tadi aku belajar IPS tentang pemanasan global.” “Lalu?” “Kata guruku itu diakibatkan oleh penebangan liar.” “Lalu, apa yang ingin kamu katakan?” “Bisakah Ayah berhenti menebang pohon?” “Nak, sudah Ayah katakana kemarin bahwa hanya itu pekerjaan yang bisa Ayah lakukan.” “Tapi, itu merusak planet kita.” “JIka Ayah tidak bekerja maka kamu tidak bisa mendapat sesuap nasi, cukup jangan bicarakan ini lagi!” “Baiklah.”
Sesampainya di rumah, Tono menceritakan tentang pemanasan global pada ibunya juga. “Ibu?” “Ya, ada apa?” “Apakah Ibu tahu tentang pemanasan global?” “Tentu Ibu tahu.” “Apa Ibu tahu penyebabnya adalah orang seperti ayah?” “Apa maksudmu?” “Pekerjaan ayah menebang pohon, dan kata guruku pemanasan global salah satu penyebabnya adalah penebangan liar.” “Tono, memang itu salah satu penyebabnya, tapi itulah pekerjaan yang bisa dilakukan ayahmu, bukankah dia pernah menjelaskan ini padamu?” “Iya pernah.” “Ya sudah lah, kamu syukuri saja, banyak orang yang hanya melamun karena tidak punya pekerjaan.” “Tapi Bu, apakah ayah tidak bisa cari pekerjaan lain?” “Ibu juga inginnya begitu, tapi kamu berdoa saja, supaya ayah bisa dapat pekerjaan yang lebih baik.” “Ya Bu.”
Keesokan harinya, guru Tono memberikan tugas kelompok untuk murid-muridnya, sehingga Tono haruss pergi ke rumah temannya. “Ayah, hari ini aku harus pergi ke rumah temanku.” “Rumah siapa?” “Rumah Doni, nanti Ayah jemput aku ya.” “Jam berapa?” “Kira-kira jam 04.00 sore.” “Ya.”
Jam berdentang 4 kali, artinya ayah Tono harus segera menjemput Tono di rumah Doni. Sesampainya di rumah Doni, orang tua Doni sedang menonton salah satu acara televisi tentang mulai mencairnya es disebabkan karena panasnya bumi, dan panas bumi disebabkan oleh hutan yang gundul, tetapi apa boleh buat itulah pekerjaan ayah Tono.
“Tono?” “Ya Ayah?” “Apa menurutmu Ayah bisa memperbaiki kesalahan Ayah?” “Kesalahan apa Ayah?” “Kesalahan Ayah menebang pohon secara liar.” “Tentu Ayah bisa.” “Bagaimana caranya?” “Itu mudah, pertama Ayah harus berhenti dari pekerjaan Ayah yang sekarang dan kedua Ayah harus banyak menanam.” “Jika Ayah tidak bekerja, lalu bagaimana Ayah menghidupi kamu dan ibumu?” “Ayah harus cari pekerjaan lain.” “Tapi, Ayah tidak punya modal apapun.” “Setidaknya, sekarang ini Ayah harus mengurangi penebangan pohon yang Ayah lakukan, Ayah tebangi saja pohon yang sudah tua.” “Tapi, jika Ayah hanya menebang pohon yang tua, itu hanya memberi sedikit penghasilan.” “Tenanglah Yah, Ayah harus terus berdoa supaya mendapat pekerjaan yang lebih baik, dan aku juga sudah mulai menabung, lagi pula pohon yang tua harganya kan justru lebih mahal.” “Tono, kamu memang anak yang baik, Ayah tidak akan menebang dengan liar lagi.”
Sejak saat itu ayah Tono mengurangi penebangannya, tapi seperti yang dia katakan, penghasilannya menjadi berkurang, maka ayah Tono mulai menebang secara liar lagi, dan Tono mengetahui hal itu. “Ayah, mengapa Ayah menebang secara liar lagi?” “Ayah sudah pernah bilang padamu bahwa itu hanya menghasilkan sedikit uang, memang kayu yang sudah tua harganya lebih mahal, tapi hanya sedikit kayu tua di hutan, jadi Ayah harus menebang pohon yang muda juga.” “Tapi, Ayah sudah berjanji.” “Maafkan Ayah, Nak, Ayah sudah berdoa, tetapi masih belum juga mendapat jawaban.” Mendengar hal itu Tono sangat sedih dan hanya bisa terdiam.
Sore itu, karena besoknya adalah hari libur, maka diadakan acara jalan santai untuk seluruh penduduk desa, dan di pengumuman itu dituliskan bahwa acara tersebut disertai doorprize dan bebas biaya. Melihat hal itu, Tono tertarik untuk ikut maka ia pulang dan memberi tahu ibunya dan ayahnya. “Ibu!” “Ya?” “Di mana Ayah?” “Ada apa?” “Tadi aku lihat pengumuman dan besok ada acara jalan santai, kita ikut ya Bu, ada doorprizenya juga, kalau dapat bisa untuk modal ayah.” “Ya, beri tahu ayahmu.”
Maka Tono memberi tahu ayahnya. “Ayah, besok ada acara jalan santai, kita ikut ya.” “Berapa biayanya?” “Tidak dikenakan biaya.” “Baiklah.”
Maka keesokan harinya Tono, ayahnya, dan ibunya pergi mengikuti acara tersebut. Karena Tono bertiga, maka mereka mendapat 3 nomor undian. Akhirnya, setelah jalan santai, acara yang ditungu-tunggu pun tiba, pembacaan nomor undian. Satu per satu nomor dibacakan dan Tono belum mendengar salah satu dari nomornya dibacakan. Akhirnya, nomor Tono disebut ketika hadiahnya sepeda motor. Tono dan keluarganya sangat senang.
“Ayah, apa yang akan kita lakukan dengan sepeda motor ini? Tanya Tono sesampainya di rumah. “Entahlah.” “Bagaimana kalau kita jual?” “Untuk apa?” “Jadi uangnya bisa Ayah gunakan untuk modal usaha kecil-kecilan.” “Itu ide bagus.”
Maka motor itu pun terjual, tetapi ayah Tono masih bingung usaha apa yang akan dia kembangkan. “Tono?” “Ya Ayah?” “Menurutmu usaha apa yang Ayah harus rintis?” “Sebaiknya usaha yang bisa menyelamatkan bumi.” “Usaha apa itu?” “Toko bunga.” “Bagaimana usaha itu bisa menyelamatkan bumi?” tanya ayah Tono dengan bingung karena mendengar ide Tono. “Tentu saja, karena kita menanam bunga..” “Lalu?” “Dengan menanam kita menambah lapisan ozon dan bunganya bisa kita jual.” “Apakah uangnya cukup?” “Tentu saja, Ayah?” “Ayah tidak yakin itu akan sukses.” “Kita harus yakin, Ayah.” “Baiklah, Ayah percaya padamu.”
Maka mereka pun memulai usaha mereka. Awal-awal memang usaha mereka tidak terlalu lancer, tentu banyak juga masalah seperti tidak ada pelanggan, tetapi lama kelamaan usaha mereka dapat berjalan dengan lancar. Ayah Tono juga melakukan reboisasi kecil di hutan yang dulu ditebanginya. Sedikit demi sedikit hal itu mengurangi pemanasan global.
“Ayah, aku sudah katakan usaha ini akan sukses.” “Iya, Ayah mengambil keputusan yang benar untuk mempercayaimu.” “Ini semua karena hadiah sepeda motor dari acara waktu itu.” “Bukan, Nak, ini karena kamu.” “Karena aku?” “Ya, karena kamu, Ayah bisa mempunyai keyakinan untuk memulai usaha baru dan memperbaiki kesalahan Ayah, kamu adalah hadiah terindah dari Tuhan yang pernah Ayah dapatkan, Ayah sangat bangga padamu,” kata ayah Tono sambil memeluk Tono “Terima kasih Ayah, untuk semuanya.” Maka dengan sadarnya ayah Tono, pemanasan global akan berkurang, meskipun hanya sedikit, tetapi jika setiap orang di dunia melakakukan penanaman kembali dan membuang sampah pada tempatnya, maka dampak positif yang besar akan terjadi di bumi ini.
Cerpen Karangan: Ivana Natasha Facebook: Ivana Natasha