Menjadi abdi Negara adalah impianku, sejak kecil aku bercita-cita ingin menjadi tentara. Namun apakah menjadi tentara cocok untuk seorang Suberta Mahesa, sebenarnya ragu dengan mimpiku yang terlalu tinggi ini karena ayah ibuku hanyalah seorang petani yang tak menentu penghasilannya. Baju loreng press body dan bertubuh kekar sangat aku kagumi, aku ingin seperti mereka yang berseru “TNI harga mati” mereka yang rela berkorban demi negeri ini tanpa mengenal kata menyerah.
Karena aku sangat berambisi untuk menjadi seorang prajurit, sejak kecil sudah kuterapkan hidup disiplin dan menyukai tantangan. Setiap hari aku harus bangun pagi saat adzan subuh berkumandang dan pasti ayah, ibu, dan kakakku sudah menungguku untuk shalat berjamaah. Sebelum berangkat sekolah terlebih dahulu aku membantu ibu menyiapkan masakan sebelum kedua orangtuaku berangkat ke sawah. Pekerjaan yang biasa aku lakukan yaitu mengambil air dari sumur dan menyalakan api di tungku tua yang sudah tak layak pakai. Setiap hari aku hanya dibekali uang saku lima ribu rupiah yang hanya cukup untuk membayar bus dan satu bungkus makanan. Jika ingin membeli sesuatu pasti aku harus menyisakan uang saku dan itu berarti aku harus menebeng temanku yang membawa motor. Jangankan motor, untuk membeli sepatu saja sulit bagi kami, namun aku tak pernah malu dengan keadaanku yang seperti ini karena orangtuaku selalu mengajariku bagaimana cara bersyukur.
Sejak SMP aku mulai aktif dalam organisasi Pramuka, dari situlah aku mulai belajar bagaimana menjadi seorang pemimpin karena saat itu aku menjadi pratama di organisasi Pramuka. Berbagai perlombaan aku ikuti dan dari situ juga aku mendapatkan banyak pengalaman. Karena prestasiku yang lumayan jadi selama sekolah aku mendapatkan beasiswa, itu sangat membantuku untuk bisa terus melanjutkan sekolah.
Setelah kelulusan aku mendaftarkan diri di salah satu SMA terbaik di wilayahku, sejak saat itu aku mulai memantapkan diri untuk masuk Akmil sehingga aku memilih jurusan IPA. Di SMA aku juga masih aktif di Pramuka dan aku memilih Pramuka Wira Kartika sesuai cita-citaku. Sejak saat itu aku bertemu dengan Sertu Hendi Bagus dan digembleng terutama untuk persiapan jasmani seperti renang, lari, dan latihan fisik lainnya.
Di sekolah aku memang bukan siswa yang begitu cerdas, namun aku tetap optimis dan berekad untuk mendaftarkan diri di Akademi Militer Magelang. Dan akhirnya, aku terseleksi menjadi salah satu taruna dari puluhan ribu orang yang mendaftar, ini adalah kebahagiaan terbesar yang pernah aku jalani. Walaupun saat pengumuman kedua orangtuaku tidak bisa hadir dan bahkan aku tak dapat memberi tahu mereka karena saat itu sedang tidak punya pulsa dan hpnya pun mati. Aku merasa sedih karena semua teman didampingi orangtuanya dan hanya aku yang sendiri. Saat itu aku hanya hafal nomor hp kakaku saja dan aku mencoba menghubungi kakakku dengan hp milik pendampingku saat itu, namun tidak dapat dihubungi. Walaupun sebenarnya sudah ada pemberitahuan berupa surat dari Mabes ke keluarga ternyata keluargaku tidak begitu percaya karena sebagai anak belum menghubungi secara langsung.
Menyingkirkan 10 ribu pesaing dari seluruh Indonesia sungguh sangat berharga bagiku dan ternyata aku mendapat peringkat 31 dari 250 calon taruna-taruni yang terpilih. Dan akhirnya aku masuk dan menjalani pendidikan di Akademi Militer Angkatan Darat Magelang sejak bulan Agustus, bahkan dalam pendidikan aku menjadi terbaik ketiga dalam jasmani yaitu lari. Aku tidak merasa minder walaupun orangtuaku hanya seorang petani. Karena aku sangat bertekad dengan motivasi tinggiku untuk menjadi tentara dan diterima di Akmil.
Sejak saat pengumuman kelulusan tersebut aku tidak bisa bertemu keluarga. Namun salah satu pendamping langsung menghampiriku dan memberikan suport supaya dirinya dianggap sebagai keluarga kemudian memberiku semangat. setelah tiga bulan pendidikan kemudian tanpa kontak dengan keluarga, saat pengukuhan dari calon Taruna Akmil menjadi Prajurit Taruna Akmil, kedua orangtua serta kakakku datang ke Magelang. Walaupun latar belakang keluargaku merupakan petani, masuk menjadi prajurit Akmil tidak membayar, aku tidak pernah malu atau pun minder. Aku sangat bahagia ketika sedang pulang ke kampung halamanku dan disambut tangis bahagia keluargaku dengan mengenakan seragam kehormatanku, aku berjanji akan selalu membawa nama baik keluarga, agama dan negeri yang kucinta ini.
Cerpen Karangan: Yesi Dyah Septiani Facebook: Yesi Dyah Septiani Sekolah: SMA N Banyumas Alamat: Jl. Pramuka 13, Sudagaran, Banyumas