Biaya pendidikan di Negara kita sangatlah mahal. Apalagi biaya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Banyak pemuda pemuda yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi setelah tamat dari SMA ataupun yang sederajat karena alasan ini. Padahal mereka mempunyai tekad atau semangat yang kuat. Demikian juga dengan diriku. Aku bukan berasal dari orang yang kaya raya. Aku hanyalah anak dari seorang petani kecil. Semenjak bapakku terkena serangan stroke, kehidupan keluarga kami seakan akan berantakan. Ibuku hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa dan tidak bekerja. Aku mempunyai cita cita yang luhur yaitu menjadi seorang guru. Aku sadar, aku pasti akan mengalami kesulitan dalam hal biaya akan tetapi hal itu tidak menyurutkanku untuk menjadi seorang guru.
Pada suatu hari aku mendaftar menjadi seorang mahasiswa keguruan dan pastinya biaya untuk daftar dan juga semester pertama sangat mahal. Dalam hatiku berkata, “semester pertama saja biaya pendidikan sebanyak ini, apakah aku masih bisa melanjutkan pendidikanku sampai semester 10?”. aku merenung sejenak dan membayangkan kedua orangtuaku. Keluarga kami hanya mengandalkan pemasukan dari uang sewa tanah saja. Kami memang masih punya sawah. Andaikan bapakku sehat dan bisa menggarapnya sendiri pasti uang kami banyak akan tetapi itu semua mustahil, bapakku sakit dan tidak bisa menggarap sawah dan akhirnya kami bagi hasil dengan orang lain yang menggarapnya. “tapi tak apalah, mungkin ini ujian dari tuhan untuk keluargaku dan pasti Allah akan mengganti semua kesusahan ini dengan kegembiraan di suatu saat nantinya,” batinku.
Akhirnya kami memutar otak bagaimana caranya agar aku bisa tetap melanjutkan kuliah tetapi di lain sisi juga bisa mencukupi kebutuhan keluarga kami. Kami mencoba meminjam uang kepada beberapa keluarga kami (bukan keluarga inti) dan apa yang kami dapat dari jawabannya? Dia bilang tidak punya uang. Aku tau dia bohong. Aku tau dia banyak uang. Padahal ibuku sudah menjelaskan uangnya untuk biaya kuliahku dan ibuku sudah menjelaskan jika pada beberapa bulan berikutnya akan dibayar. Tetapi mereka tidak percaya. Mentang mentang bapakku stroke tidak bisa bekerja dan ibuku hanyalah ibu rumah tangga biasa dan aku seorang pengangguran, dia merendahkan kami. Ibuku rela malu meminjam uang mengetuk pintu dari pintu satu ke pintu yang lain hanya untuk bisa menguliahkankku. Beberapa kali ibuku meminta bantuan tapi jawabannya sama saja. Padahal mereka keluargaku dan mereka merupakan orang yang berada.
Sesampai di rumah ibuku menangis. Aku kaget dan aku bertanya pada beliau akan tetapi beliau hanya bilang, “tidak ada apa apa”. Aku tidak percaya begitu saja dan akhirnya aku desak ibuku untuk berkata jujur tentang apa yang terjadi. Aku sangat sedih setelah mendengarnya sehingga tak sadar ada kata kata dari mulutku “apa lebih baik aku batalkan niatku untuk kuliah bu agar tidak membebani kalian?”. Dengan spontan ibuku menjawab “jangan, ibu masih bisa membiayaimu dan ibu akan cari cara yang lain, lanjutkan pendidikanmu”. Lalu aku keluar meninggakan ibuku yang berbaring di sofa dengan air mata yang masih membekas di pipinya. Aku sangat sangat sedih dan merasa terpukul atas peristiwa yang dialami oleh ibuku.
Akhirnya kami memutar otak dan menemukan ide. Kami khususnya ibuku berjualan es tebu dan kami pikir bisnis ini akan sangat sukses mengingat posisi berjualan kami berada pada tempat yang strategis di pinggir perempatan jalan. Dan aku jika tidak kuliah menjaga bensin eceran.
Bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun ternyata dari bisnis es tebu yang kami jalani mampu mencukupi kebutuhan rumah tangga kami dan alhamdulilah bisnis kami yang lain yaitu bensin eceran juga laris meskipun di sekitar lingkungan juga banyak pedagang bensin eceran yang lain. Dari bisnis ini juga saya mampu mengkuliahkan aku sendiri dari semester 2 sampai semester 9 (sampai penulis membuat cerita ini). Meskipun dari bensin eceran keuntungannya hanya 500 rupiah tapi jika dikelola pengeluaran dan pemasukannya secara cermat pasti akan sukses. Dan dari bisnis bisnis itu juga aku bisa membelikan ibuku beberapa perhiasan. Dan saat ini cita cita penulis akan membelikan kambing untuk bapakku untuk dikorbankan ketika Idul Adha tahun 2017 besok. Selain itu aku juga mempunyai pemasukan dari tempatku mengajar meskipun tidak seberapa.
Aku percaya, asal ada kemauan pasti disitu akan ada jalan dan semangat pantang menyerah sangatlah diperlukan. Jangan mudah putus asa dengan keadaan. Percayalah setelah hujan pasti akan ada pelangi yang menghiasi langit dan jika boleh mengutip dari kutipan R.A Kartini yaitu “habis gelap terbitlah terang”. Tidak ada alasan untuk minder tetaplah semangat sahabatku. Jangan pernah menyepelekan ataupun merendahkan seseorang dilihat dari status ekonominya, siapa tahu orang tersebut kelak akan sukses bahkan sukses melebihi orang yang pernah menyepelekannya. Itulah kisah nyata dari penulis yang saya sengaja buat untuk kita baca bersama untuk kita ambil hikmahnya.
Cerpen Karangan: Elika Dwi Wijaya