Di sebuah hutan tinggallah seekor semut. Semut itu dijuluki si Mungil karena ia berbeda dengan semut yang lainnya. Karena di usia remajanya ini semut itu belum mengalami perubahan tinggi dan besar badan dari masa kecilnya. Walaupun sudah remaja, semut itu masih terlihat seperti anak semut. Oleh karena itu banyak teman-temannya yang mengejeknya. Namun semut itu tetap sabar. Kemudian ia bertanya kepada ibunya mengapa dari dulu tubuhnya belum juga tumbuh besar. Sang ibu hanya menggelengkan kepalanya.
Suatu hari yang terik, setelah pulang dari kerja sang semut jalan-jalan menuju sungai untuk meminum sedikit air. Setelah minum ia bertemu dengan paman kura-kura. “Hai paman kura-kura!” sapa sang semut kepada kura-kura yang sedang minum. “Oh semut. Hai juga semut!” sapa kembali kura-kura. Lalu semut itu pergi dengan bersedih hati. “Hai semut! Mengapa kau sedih?” tanya kura-kura menghibur. “iya aku sedih karena sebenarnya aku itu sudah dewasa tapi mengapa tubuhku ini masih terlihat seperti anak kecil? Aku tidak mau. Padahal aku sudah makan dan minum yang banyak tapi belum tumbuh juga. Kura-kura apakah kau punya solusi?” Tanya si Mungil. Lalu sang kura-kura berpikir sejenak dan akhirnya mendapatkan ide. “Aha! Aku tau semut! Aku pernah mendengar sebuah dongeng, ibuku yang menceritakannya. Bahwa ada penyihir kelinci di tengah hutan. Penyihir itu tinggal di gua yang gelap. Lalu dia mempunyai banyak ramuan. Mungkin kau bisa meminta ramuannya agar tubuhmu besar” solusi semut. “Sungguh?” tanya si Mungil memastikan. “Iya. Ini aku bawa peta di mana gua penyihir itu berada. Tapi maafkan aku semut, aku tidak bisa menemanimu ke gua itu. Karena masih ada pekerjaan yang belum aku selesaikan” kata Kura-Kura bersedih. “Tidak apa-apa Kura-Kura, aku bisa pergi sendirian. Lagian aku kan si Mungil yang pemberani” kata sang semut membanggakan dirinya. “Semoga usahamu berhasil semut!” kata kura-kura membangkitkan semangat.
Keesokan harinya, sang semut dengan persiapan yang matang dan bekal yang cukup dia pun berangkat ke gua tersebut. Karena gua itu jauh ditambah tubuh semut yang kecil butuh waktu beberapa hari untuk sampai ke gua tersebut. Setelah beberapa hari, tibalah sang semut ke gua yang kura-kura maksud. Ia pun masuk ke gua itu. Lalu dia bertemu dengan penyihir kelinci.
“Ada apa kau datang kemari semut kecil?” tanya kelinci yang sedang meramu yang membuat semut terkejut. “Aku kemari untuk bertemu denganmu” jawab sang semut lugu “Bertemu denganku? Hm kau pasti sedang terkena masalah” terka sang kelinci “Iya aku” “Cukup, tidak usah dijelaskan aku sudah tau apa masalahmu. Kau ingin tubuhmu tumbuh besarkan?” tanya kelinci yang matanya dari tadi masih terfokus membuat ramuan. “Iya. Aku harap kau punya ramuan yang bisa membuatku tumbuh besar” “Ini” kata penyihir itu sambil menjulurkan tangannya yang memegang ramuan “Minumlah ramuan hijau ini secukupnya. Jika kau berlebihan, maka resiko harus kamu tanggung sendiri” jelas kelinci. Lalu sang semut berterimakasih kepada kelinci sang Penyihir. Sang semut kemudian pulang dengan gembira. Sampai di rumah, si Mungil ingin segera meminum ramuan hijau itu. Malam hari sebelum tidur, ia minum ramuan itu dan berharap pagi harinya bisa tumbuh. Ia ingat kata kelinci sang Penyihir bahwa ia tidak boleh berlebihan meminumnya. Si Mungil pun hanya minum satu tetes dari ramuan tersebut.
Bangun pagi, sang semut tidak sabar bercermin ia ingin melihat dirinya yang tumbuh besar. Tapi kenyataanya dari kemarin tinggi badannya sama saja. Berarti ia tidak tumbuh. Dalam hati semut berpikir apakah ini ramuan palsu. Jika ramuan ini palsu, maka apabila ia meminum sewadah ramuan itu pasti dia tidak akan tumbuh besar. Tapi jika ramuan ini asli maka setelah minum sewadah tubuhnya akan membesar. Tapi dia masih dikelilingi rasa takut jika meminum semua ramuan itu. Tapi di benaknya yang lain berpikir jika ia tumbuh besar bahkan lebih besar dari teman-temannya pasti teman-temannya tidak akan mengejeknya lagi dan pasti dia bisa menguasai hutan, pikir si Mungil jahat.
Lalu dia meminum sewadah ramuan itu. Tak lama kemudian, tubuhnya menjadi tumbuh besar dan bahkan sangat besar. Kini tubuhnya setara dengan gajah. Sang semut bukannya menyesal tapi dia malah tertawa dan membanggakan tubuhnya yang besar itu. Ia memamerkan tubuhnya ke seluruh hutan dan seluruh hewan penghuni hutan pun takut dengan semut. Sejak saat itu sang semut menjadi sombong. Ia pun menjadi menindas hewan kecil dan lemah. Kura-kura yang mengetahuinya pun menasihati semut, tapi sang semut pura-pura tidak kenal dengan kura-kura bahkan mengejek kura-kura yang jelek.
Seluruh hewan di hutan jengkel dengan kelakuan semut sekarang. Mereka tidak menyangka semut akan menjadi seperti itu. Mereka pun mengakui, sebenarnya ini kesalahan mereka sendiri. Seandainya mereka tidak mengejek semut, semut pasti tidak akan seperti ini. Tapi apa gunanya meratapi masa lalu. Yang terpenting saat ini adalah bagaimana caranya membuat sang semut sadar.
Setelah itu, mereka bermusyawarah di balai hutan dekat rumah Pak Gajah. Mereka berembung bagaimana membuat sang semut menjadi kecil. Lalu sang Kura-Kura usul bahwa semut itu bisa menjadi sebesar itu karena berlebihan minum ramuan hijau dari kelinci sang penyihir. Kemudian semua hewan yang berembung saat itu berencana untuk menemui kelinci sang penyihir. Mereka meminta agar dibuatkan ramuan kembali ke tinggi semula.
Keesokan harinya, Kura-Kura ditemani monyet meminta ramuan ke gua. Lalu kelinci sang penyihir pun memberikannya. Mereka senang karena ternyata sang kelinci sangat baik hati. Sesampainya di hutan, seluruh hewan di hutan senang. Lalu mereka menemui sang semut.
“Hai semut!” kata sang harimau. Semut yang merasa terpanggil pun menoleh. “Ada apa ini! Mengapa semua kemari?!” tanya semut keheranan “Hei semut! Cepat kau minum ramuan ini! Ramuan ini akan membuatmu kecil! Dan kembali seperti semula! Jadi kau tidak bisa lagi seenaknya menindas kami!” perintah nenek siput “Minum ramuan itu? Buat apa? Kau pikir aku ini bodoh! Aku tidak sebodoh seperti yang kau pikirkan! Aku bangga dengan tubuhku yang besar seperti ini! Semua hewan di hutan patuh dan tunduk padaku! Aku tidak akan diejek lagi! Jika aku mengecil pasti kalian mengejekku lagi! Ini lah tubuhku yang besar jadi aku bisa balas dendam dengan apa yang kalian perbuat denganku selama ini!” marah sang semut “Tidak semut, kami berjanji tidak akan mengejekmu lagi” kata kucing memohon-mohon “Iya benar” kata seluruh hewan di desa “Ketika aku membutukan kalian, kalian acuh tak acuh membantuku. Dan sekarang kalian membutuhkanku. Kalian meminta-minta, sekarang giliranku acuh tak acuh pada kalian!” bantah semut. Mendengar perkataan semut, seluruh hewan di hutan merasa bersalah dengan apa yang mereka perbuat selama ini. Mereka semua pun menyesal dan tidak akan menindas semut lagi.
Malam harinya, semut mengantuk ia pun pulang ke rumah asalnya. Tapi rumahnya tak muat untuk dimasukinya. Sang semut kewalahan mencari tempat untuk dia tinggali. Akhirnya dia pergi ke tempat kakinya melangkah entah kemana. Kemudian ia menemukan gua. Sang semut masuk ke gua tersebut yang gelap. Sang semut ketakutan dan kedinginan. Apalagi malam ini hujan. Sang semut tidak bisa tidur nyenyak. Ia jadi teringat ketika badannya kecil dulu. Kemana-mana pasti ada tempat yang nyaman dan bisa ia muati. Tapi sekarang …
Pagi harinya, sang semut tergeletak di luar gua. Mungkin saat tidur, hujan turun dengan derasnya hingga banjir. Aliran air membawanya sampai ke luar gua. Seluruh hewan di hutan pun merasa iba dengan semut. Lalu Pak Gajah dengan Pak Harimau menggendong semut ke rumah Gajah, saat dia masih tidur. Saat itu hanya rumah Gajahlah yang muat untuk sang semut. Saat semut belum tersadar, mereka merawat semut dengan kasih sayang. Karena semut sakit demam, panas dan meriang.
Paman Kura-Kura, Pak Gajah, Bibi Kucing menemukan ide bahwa inilah kesempatan untuk meminumkan ramuan itu ketika semut tertidur. Lalu Nenek Siput mengambil ramuan itu ke rumahnya. Sesampainya di rumah, ia pun segera mengambil ramuan itu dan ia campurkan sedikit dengan air putih. Hanya 2-3 tetes ramuan itu. Agar apabila sang semut sudah sadar, ia tak curiga.
Sesampainya di rumah Gajah, ternyata sang semut sudah tersadar. Nenek Siput pun pura-pura memberikan obat untuk si semut. Padahal itu adalah ramuan yang menyebabkan semut kembali ke bentuk semua. Setelah sang semut meminumnya, muncullah cahaya yang sangat silau. Setelah cahaya itu menghilang, di hadapan mereka telah ada semut yang gagah. Lalu semut yang gagah itu berkata.
“Hah? Aku telah kembali ke bentuk semula” kata semut itu. “Si Mungil? Itu kah kamu?” tanya ibu Si Mungil. “Ibu? Iya ini aku si Mungil yang dulu menjadi sebesar gajah” jawab si Mungil. “Syukurlah kalau kamu sudah kembali ke ukuran semulamu nak” kata si ibu Mungil sambil memeluknya. “Tapi, aneh ya. Ramuan yang kuberi itu adalah ramuan agar si Mungil bisa kembali ke bentuk semula. Padahal dulu si Mungil sangat kecil seperti anak-anak, tapi sekarang dia sudah menjadi semut dewasa yang gagah” pikir nenek Siput. “Berarti ukuran sebenarnya si Mungil adalah sedewasa ini. Sebenarnya ia hanya perlu menunggu beberapa jam agar tubuhnya dewasa. Tapi karena sang semut tidak sabar, ia langsung meminum ramuan itu sebanyak-banyaknya. Sebenarnya ini salahku juga sih. Aku membuat ramuan dengan hasil yang lama. Maafkan aku seluruh penduduk hutan” ucap kelinci sang penyihir yang muncul tiba-tiba. “Kelinci? Berarti benar tubuhku sekarang segagah ini?” tanya sang semut keheranan. “Iya. Sekarang kau tidak lagi dujuluki si Mungil tapi kau sekarang berjulukan si Gagah” jawab kelinci “Terimakasih kelinci. Berkat ramuanmu aku bisa menjadi seperti apa yang aku inginkan. Berkat ramuanmu pula, aku dapat belajar banyak mengenai kehidupan ini. Sekarang, aku tidak akan sombong lagi dan akan membantu kalian semua” kata sang semut. “Hore! Hidup si Gagah! Hidup si Gagah! Hidup si Gagah!” sorak semua hewan di hutan.
Semenjak saat itu, seluruh penghuni hutan tidak akan saling menghina yang kecil maupun lemah. Mereka hidup rukun dan damai. Mereka tidak akan saling menyombongkan diri dan bersahabat dengan siapapun. Mereka saling tolong menolong dalam kebaikan. Sang semut pun mendapat banyak teman. Sang semut sangat bahagia. Kini hidupnya tidak ada ejekan lagi. Semua teman dan ratu semut sangat menyayangi si Gagah. Si Gagah pun juga berteman dengan siapa saja tanpa membeda-bedakan ukuran tubuh teman-temannya itu. Dia juga tidak akan pernah menyombongkan postur tubuhnya yang gagah dan kuat itu. Seluruh penghuni hutan bahagia.
Cerpen Karangan: Dinda Mutiara Az Zahra Facebook: endang setyowati IG: @D’zahra_kf Tolong follow dan like fotonya