Malam telah melukiskan rupa. Gelapnya hari telah tergambar beberapa jam lalu, hanya beberapa bintang yang bersinar malam itu. Bulan pun tertutup oleh awan-awan lebat di atas sana. Sekumpulan orang satu persatu meninggalkan rumah mewah yang sempat ramai beberapa jam lalu.
Kini sepasang mata saling memandang di balkon rumah besar itu. “Kita telah bersama dalam ikatan pernikahan. Aku berjanji akan selalu melindungimu sampai aku mati nanti!” tatapannya tak di lepas memandang dua bola mata indah di depannya. “Bagaimana jika kita menjadi sepasang semut? Apa kamu juga akan selalu setia menjaga aku?!” Ucap wanita itu pada pria yang baru saja sah menjadi suaminya. Suaminya terkekeh heran mendengar ucapannya. Ucapan yang tak masuk akal, ucapan basa-basi yang akan menimbulkan berbagai macam opini.
Angin malam semakin terasa menusuk di tulang-tulang. Namun tak menggendorkan niat Kyky untuk berjalan menulusuri gang kecil sempit buatannya dan teman-teman lain. Setelah mencapai rumah, telah ada yang menyambutnya dengan senyuman merekah.
“Sini aku bantu kamu KyKy!” “Tidak perlu Dindin sayang… Aku sudah terbiasa melakukan ini, jadi biarkanlah aku yang menyelesaikan tugas apa yang seharusnya aku lakukan!”
Ruangan itu sangat sempit. Hanya ada balok kecil berukuran 1 inci di dalamnya, sementara di sampingnya ada tumpukan makanan yang selalu dikumpulkan Kyky untuk Dindin sang istri.
Setelah menaruh hasil kerjanya hari ini KyKy berjalan mendekati sang istri dengan tunduk lesu. “Ada apa KyKy?!” “Aku hanya khawatir dua bulan lagi musim hujan akan tiba. Tapi ke mana kita akan berlindung, barang-barang kita pasti akan hanyut terbawa banjir jika tak di selamatkan mulai dari sekarang!”
Dindin berjalan ke tumpukan harta mereka berdua, lalu mengambil sesuatu untuk sang suami. “Makanlah gula ini agar kau sedikit bersemangat!”
Kyky sangat beruntung memiliki istri yang baik dan perhatian padanya. Memang seminggu setelah mereka menikah, KyKy memutuskan untuk kerja satu hari penuh sendiri tanpa melibatkan sang istri. Dia hanya memberi amanah agar Dindin bisa menjaga bekal mereka untuk menutupi sumber makanan dikala musim peghujan telah datang.
“Dindin… Di jalan pulang aku melihat pohon depan rumah besar itu telah tumbuh sangat besar. Aku rasa kita bisa menaruh semua harta kita di sana, aku yakin walau musim hujan kita tak akan hanyut terbawa air!” jelas KyKy yang masih menyantap sebutir gula putih. “Itu memerlukan waktu yang lama Kyky… Lalu bagaimana kita menambah pasokan makanan jika kau akan memindahkan makanan kita ke pohon besar itu?!” “Kamu benar sayang… Tapi aku akan menyelesaikan ini sendiri. Kau tak perlu pusing memikirkan itu, aku akan menyelesaikan semuanya!”
Dindin sebenarnya kasihan melihat suaminya yang semakin hari semakin kurus karena hanya bekerja sendiri. Semenjak menikah mereka memutuskan untuk keluar dari kelompok yang selalu bersama mereka, kelompok yang selalu kompak membantu dan mencari makanan simpanan. Karena itu semua mereka harus menanggung resiko bekerja sendiri.
Hari demi hari KyKy terus saja naik turun pohon besar untuk menyimpan makanan mereka. Dindin tak bisa berkata apa-apa karena dia telah dilarang untuk membantu sedikitpun. Sampai suatu hari Dindin memberi usul pada sang suami, KyKy.
“Apakah kau tak lelah KyKy? Biarkanlah aku membantu kamu!” “Tak perlu Dindin… Biarkan aku yang menyelesaikannya sendiri. Ini adalah tugas penuh suamimu!” “Kamu jangan egois KyKy… Lihatlah dirimu yang semakin kurus. Mulai pagi kau pergi mencari makanan, sore hari kau harus mengangkut makanan ke atas pohon!. Biarkanlah aku bekerja untuk meringakankan sedikit bebanmu!” Kyky terdiam melihat lonjakan kemarahan Dindin. “Lantas apa yang kau inginkan Dindin?!” “Tadi pagi aku bertemu Rara dan Cece. Mereka mendapat info kalau dua minggu lagi akan ada pameran di pusat kota. Aku ingin ke sana, aku yakin di sana banyak sisa makanan manusia!” jelas Dindin penuh semangat. Kyky terdiam menatap istrinya yang memiliki niat baik. Namun ada kekhawatiran besar menyelimuti fikirannya dengan adanya rencana itu. “Bukankah pusat kota sangat jauh? Apa aku tak akan merasa capek?! Sekedar makanan manis aku masih bisa mencarikanmu di rumah besar itu!” Kyky nampak menyakinkan. “Apa kau tak mempercayaiku KyKy? Biarkanlah aku pergi, aku akan tetap menjaga kesetianku untukmu. Aku akan pulang dengan membawa sesuatu yang manis untukmu!!! Aku berjanji!!!” tegas Dindin. “Pusat kota jauh Dindin? Apakah kau tegah melihat aku sendiri di sini?!” KyKy terlihat sedih dan khawatir. “Aku berjanji akan pulang untukmu sebelum musim hujan tiba. Kami pergi bersama gerombolan semut lainnya, jadi kau tak perlu khawatir!” “Apa kau bisa menjaga dirimu pulang dengan selamat?!” tanya KyKy lagi. “Iya aku akan langsung menemuimu di pohon besar itu setelah aku sampai! Rumah baru kita!” Dindin berusaha meyakinkan. “Aku akan menunggumu!!! Cepatlah pulang, jangan egois. Musim hujan tak lama lagi akan datang!” KyKy memeluk Dindin dengan erat.
Keesokan harinya setelah berpamitan dengan sang suami, Dindin yang dijemput Rara dan Cece akhirnya berangkat. Kyky seakan enggan untuk melepas tangan Dindin. Dia akan berpisah dengan sang istri dalam waktu yang cukup lama, hari-hari akan dia lalui sendiri di sini.
Dua minggu yang dihabiskan Dindin dan gerombolan yang lain untuk sampai di sana. Suasana begitu ramai, banyak pasang kaki raksasa yang menghalangi langkah mereka. Tiba-tiba suara jeritan terdengar, “Auchhhh tolong aku!” itu suara Cece, nampak dia telah terinjak oleh anak kecil. “Cece sadarlah… Cece bangunlah… Kau pasti baik-baik saja kan?!” Rara terus menggoyang badan adiknya dengan harapan Cece akan bangun. “Dia sudah tidak ada Rara… Sebaiknya kita pergi dari sini, sebelum kita yang terinjak oleh mereka!” Dindin menyadarkan Rara agar tak larut. Sudah biasa ada yang mati jika pergi mencari makanan, di manapun itu. “Aku harus membalaskan ini pada manusia itu!” teriak Rara pilu. Dindin menahannya dan menasehati bahwa hal seperti ini pasti akan terjadi bagi semut. “Ayo kita lanjutkan perjalanan!” ajak Dindin. Nampak jelas kesedihan luar biasa dari mata Rara. Cece yang selalu ceriah di perjalanan harus meregang nyawa begitu cepat.
Sementara itu, KyKy terus menanti kehadiran Dindin. Musim penghujan telah nyata, sebentar lagi akan menyapu kota dengan genangan yang akan menghanyutkan siapapun di bawah sana. Tak terkecuali Dindin, jika dia tak segera pulang. Semua makanan telah rampung di penyimpanan baru, bahkan lebih banyak dari perkiraan. Karena KyKy telah bertekad untuk memberikan yang terbaik untuk Dindinnya.
Kini Dindin telah pulang bersama gerombolan semut lainnya yang berkurang banyak. Entah mereka semua ke mana, tapi tak menyurutkan niat Dindin, Rara dan yang lain untuk segera pulang ke rumah mereka. Dengan langkah pelan namun pasti, Dindin meninggalkan tempat ramai itu. Sambarang geledek terdengar menggema di sudut-sudut kota. Dindin lalu mengajak kelompoknya untuk berteduh di pohon kecil, yang berukaran 20 cm. Sekarang tempat ini akan menJadi rebutan, siapa yang lambat dia tak akan selamat dari arus banjir.
Sementara itu, hujan tak mengguyur tempat dimana KyKy berada. Dia hanya duduk terpaku di bawa lindungan daun kecil, menanti sesuatu yang telah lama di tunggunya akan memanggilnya dari bawah sana. Tapi, tidak. Di bawah sana sudah terkepung air, kalau Dindin pulang sekarang pasti dia akan terbawa arus air. Air mata KyKy menetes, dia sekarang tak setegar biasanya. Fikirannya berkecamuk, bahkan beberapa hari ini dia tidak makan sama sekali. Badannya melemas, setiap hari harus menunggu dan merenung dari atas pohon.
Seminggu berlalu, seharusnya Dindin telah sampai di sana. Air pun sudah surut, bahkan jalan pun mulai mengering tak ada tanda akan turun hujan. Kali ini KyKy turun, dan mencoba menunggu istrinya di bawah tak sabar ingin menyambut wajah cantik Dindin yang sudah lama tak dilihatnya.
“Kamu ke mana sayang?!” desah nafas KyKy semakin berat saja. Selang beberapa menit, gerombolan semut dengan teriakan bahagia telah terdengar di telinga KyKy. “Kita pulang… Kita pulang… Kita pulang… Kita bahagia… Kita pulang… Kita pulang!” suara mereka bagai lantunan syair lagu yang membuat hati KyKy berdebar tak menentu.
Segera diterobos gerombolan ratusan semut merah yang sama semua mulai dari bentuk dan rupa. Sungguh lama KyKy tak bertemu sang istri, sampai sekarang tak tahu yang mana Dindin nya?.
“Dindin sayang kamu di mana?!” panggil KyKy mulai kebingungan. Namun suara teriakan bahagia semut membuat suara KyKy seaka tertelan.
Saat KyKy sudah mulai merasa khawatir dan patah semangat. Sesuatu tiba-tiba terasa menepuk pundaknya yang sedikit membengkok itu. “KyKy?!” KyKy dengan lincah membalikkan badan berharap sesuatu yang baik. “Rara? Di mana Dindin?!” Mata KyKy terus mencari sesuatu yang belum di lihatnya. Rara menangis mengisyaratkan sesuatu yang buruk akan didengar KyKy. “Apa maksud semua ini? Jangan kau bilang kalau Dindinku sudah tiada!!!” KyKy berteriak kencang seakan tak percaya apa yang telah terjadi. “Cece pun sudah tiada… Dia sempat bilang padaku kalau kematian aka menjemput semua semut, di mana pun tempatnya. Saat itu dia menyuruhku untuk tegar dan kembali menjalani hidup, dan aku ingin kau juga bisa melakukan itu!” KyKy menatap mata Rara dengan kemarahan luar biasa. “Kalau kau dan adikmu tak datang mempengaruhi istriku… Aku yakin dia masih di sini bersamaku!!!” teriakan KyKy membuat gerombolan semut yang tadinya menyanyi berhenti dan beralih pandang ke arahnya. “Ini … Dia memberikan sepotong permen coklat untukmu. Dia juga berpesan maaf, karena dia tak bisa pulang bersama sesuatu yang manis ini!” jelas Rara yang ikut merasa kehilangan. KyKy meraihnya dan berbalik arah dengan badan membungkuk lesu. Permen itu ditariknya jauh dari gerombolan yang dia pikir telah merenggut bahagianya.
Kini KyKy hanya sendiri menghabiskan sisa hidupnya di atas pohon, dengan hening tanpa ada kata sedikitpun. Sampai akhirnya dia juga meregang nyawa karena nekat keluar sarang saat anging kencang datang. Tubuhnya terbang dan terhempas jauh, dan terbawa arus entah ke mana.
Air mata kini menetes di pipi Dinda, dengan segera Rizky menyekahnya dengan lembut. “Jangan pernah berkhayal sesuatu yang menyakitkan. Aku di sini, tak akan meninggalkanmu dan membiarkanmu jauh dariku!!! Aku berjanji itu!” Rizky membiarkan Dinda membenamkan wajah di pundaknya. “Aku percaya itu!!!”
Malam semakin menusuk, suara guntur semakin menggelegar dan kumpulan awan yang menutupi bulan sedari tadi akhirnya tumpah ke bumi. Dinda dan Rizky kembali ke kamar untuk beradu kasih di malam dingin ini.
SELESAI
Cerpen Karangan: Yani Mariyani Facebook: Yani Mariyani