Hutan adalah tempatnya para fauna bertahan hidup. Salah satunya adalah kehidupan seekor landak jantan bernama Popo. Dia hidup sendiri di lubang tanah yang dia gali dengan moncongnya yang lonjong itu. Setiap hari dia mencari makanan ke sana ke mari demi mengenyangkan perutnya.
Pagi itu hujan turun sangat lebat, dan ironisnya kelemahan yang dimiliki seekor landak adalah takut pada hujan. Akhir akhir ini persediaan makanan yang dimiliki Popo sangat menipis. Mau tidak mau dia harus memanggil sahabatnya. Mimi seekor burung pipit betina dan Gaga si ular cincin. Kedua sahabatnya segera datang ketika Popo memukulkan kedua batu hingga berbunyi keras, seperti yang biasa dilakukannya ketika memanggil sahabatnya.
Wuzzz… Gaga yang melesat begitu cepat dan juga Mimi yang terbang bagai elang mencari mangsa. “Ada yang bisa kami bantu Po?” tanya Gaga. “Aku butuh bantuan kalian. Tolong carikan aku makanan di hutan, kalian kan tahu seekor landak takut sama hujan.” ucap Popo. “Ya baiklah Po. Kita kasihan ngeliat kamu kelaparan seperti itu.” anggukkan Mimi setuju.
Dengan sigap mereka langsung mencari makanan sesuai yang landak butuhkan. Beberapa jenis makanan telah diambil dari hutan, setelah terkumpul banyak mereka segera kembali ke rumah Popo sahabatnya. “Terimakasih ya teman teman atas bantuan kalian.” ucap Popo. “Sama sama Po, lagipula kan kamu banyak nolong kita. Jadi ya sudah seharusnya kita nolong kamu.” kata Mimi.
Pagi berikutnya telah datang. Popo, Gaga dan Mimi bermain solena. Permainan khas dari bangsa fauna. Permainan mereka sejenak terhenti karena dari kejauhan Gaga melihat seekor kancil bernama Ucil, mendekati mereka. “Tunggu dulu temen temen, kalian lihat nggak si Ucil yang sukanya bikin onar itu, bernyanyi ria sambil berjalan ke arah kita.” pandang Gaga terlihat kesal. “Ya tuh, pasti dia mau gangguin kita lagi.” sahut Mimi.
Lalu datanglah Ucil. “Hey temen temen aku boleh ikut main ya.” tidak ada satu dari mereka yang menanggapinya. “Hey hey hey… Aku lagi nanya sama kalian. Kenapa diam aja sih.” “Kamu ngapain ke sini, pasti mau ganggu kita lagi kan.” “Apa kamu tidak bosan bosan ya selalu ganggu hidup kita Cil.” tanggap kesal Mimi. “Ya… ya… ya kalau aku tidak boleh ikut ya sudah.” “Ingat ya kalian tidak bisa tenang selama masih ada aku.” bisik Ucil pada Mimi. Seketika Ucil pun meninggalkan mereka. “Kenapa sih di dunia ini harus terlahir seekor kancil yang sombong seperti itu.” kesal Mimi sambil menggigit tangkai pohon yang keras.
Keesokan harinya pada saat Popo berniat mencari kayu di hutan. Diketahuilah Ucil, Ucil berniat memberi jebakan berupa lubang yang berisi semut merah. Jebakan itu ditujukan untuk Popo yang sedang mecari kayu. Dibayangkannya ketika Popo terjerumus masuk dalam lubang itu dan gerombolan semut merah yang siap mengerubungi tubuh Popo hingga merasa gatal. Tetapi ketika jebakan itu berada di depan Popo, bukan dia yang terkena gatal gatal melainkan dirinya sendiri yang mengalaminya. Senjata makan tuan namanya.
Semakin hari kejahilan Ucil makin menjadi jadi. Hingga pada suatu hari ketika Mimi dan Gaga berada di tepi sungai. Ucil merencanakan kejahilannya yang kesekian kalinya ini untuk menceburkan mereka ke sungai. Sebuah batu kerikil yang menjadi korban. Sasaran pertama ditujukan kepada Mimi, dengan batu yang digenggamnya dilontarkanlah batu itu ke arah Mimi hingga Mimi terjatuh ke dalam sungai. Dan untunglah Gaga dengan gesit menjulurkan ekornya melilit kaki Mimi. Saat kaki Mimi dililit oleh Gaga, dengan jahilnya lagi sebuah paku besar dilontarkannya ke arah Gaga dan betapa sakitnya ketika paku itu tertancap di tubuh Gaga. Tak kuat menahan sakit, Gaga pun terjatuh ke sungai dan hanyut bersama Mimi karena lilitan di kakinya sangatlah erat.
Akhirnya Mimi dan Gaga pun hanyut ke sungai karena kejahilan yang Ucil lakukan. Ucil panik karena kejahilannya kali ini diluar batas kenakalannya. Ucil pun berteriak kencang, hingga datanglah Popo.
“Ada apa Cil?” tanya Popo. “Po maafkan aku.” gugup Ucil. “Maaf… Maaf kenapa?” “Teman temanmu, Mimi dan Gaga. Mereka hanyut ke sungai.” jelas Ucil. “Apa! Mereka hanyut. Kenapa bisa?” Popo sangat terkejut. “Maaf Po, atas kejahilanku mereka hanyut ke sungai.” “Tega sekali kau.” “Maafkan aku Po, maaf” “Mimi!!! Gaga!!!” jerit Popo sambil menangis.
Selama kejadian itu Ucil sangat merasa bersalah pada Mimi dan Gaga. Kelakuannya selama ini sangat keterlaluan. Dan selama kejadian itu sulit bagi Popo untuk merelakan kepergian sahabatnya yang tewas karena kejahilan Ucil.
Cerpen Karangan: Nanda Dwi Irawan Facebook: Nanda Dwi Irawan Asal Sekolah: SMKN 4 Semarang Hobi: Berenang dan Menulis Cerita