Siang yang terik sekali kala itu, dengan awan yang selalu ikut menghiasi langit menjadi lebih indah berada diatas gedung sekolahku. Dan tepat pada pukul 12.00 terdengar suara bell berbunyi dari arah lorong-lorong kelas dengan keras.
“KRINGGGGG..” saatnya murid-murid dan para guru untuk beristirahat. Aku, via dan lia langsung bergegas lari keluar dari kelasnya untuk segera membeli makanan seperti biasa saat jam istirahat dimulai. Kita adalah tiga sahabat yang selalu bersama-sama di sekolah maupun diluar sekolah. Aku dan teman-temanku masih kelas 11 SMA.
Ketika kita sudah memesan makanan kita lalu duduk di bangku kantin dengan bersendau gurau agar sedikit menghiasi keadaan untuk bisa saling melepas letih. Setelah menunggu lama makanan yang dipesan, makananpun akhirnya sudah siap terbungkus dan kita segera kembali ke kelas.
Namun saat jalan munuju kelas aku melihat ada anak baru di sekolah yang baru saja pindah dan dia sedang berjalan tepat disampingku. Anak baru itu masih menggunakan pakaian seragam sekolah lamanya, yang di lengan baju sebelah kirinya ada logo kota yang dulu anak itu tempati, namun aku tak mau berfikir panjang akhirnya aku melanjutkan perjalananku menuju kelas untuk segera memakan makananku dan siap melanjutkan kegiatan belajar sampai sore.
Waktupun telah berlalu dengan sangat cepat, bell pulang akhirnya berbunyi itu artinya kita sudah boleh pulang ke rumah. Di jalan saat aku sedang pulang dan sudah dekat dengan daerah rumahku, aku melihat anak baru itu lagi dia sedang menyeberang dan akan berbelok ke arah komplek dekat rumahku. Aku sedikit penasaran kalau rumah dia benar ada di komplek itu. Dan sampai lah aku dirumah, mama yang tahu aku sudah pulang langsung menghampiri aku di kamar.
“di sekolahmu ada anak baru ya?” “iya tadi ada anak baru, mama tau darimana?” “sebentar” Mama meninggalkan aku dan menuju kamarnya. Ternyata dia mengambil seragam batik sekolahku dan menyuruhku untuk menaruhnya lagi di lemari.
“tadi ada teman ayah yang kerumah sama istri dan anaknya, mereka pinjam rokmu katanya mau cari bahan buat seragam celana anaknya biar sama kaya kaya yang lain.” “lohhh jadi anak baru itu anaknya temen ayah?” “iya, mereka baru aja pindah dari Sumatera kesini karna suatu hal katanya.” “oh gitu.” “kamu udah kenalan belum sama anak itu?” “ya belum lah ma masa cewe yang ajak kenalan cowo duluan” “oh iya mama lupa yaampun…” lalu dia sedikit tertawa dan meninggalkan aku. Aku lanjut membersihkan badan, makan dan langsung beristirahat.
Hari esok telah tiba aku langsung bergegas berangkat ke sekolah dan segera menuju kelas karna aku sedikit telat. Tidak lama kemudian anak baru itu berjalan di depan kelasku dengan teman-temannya, lalu aku membicarakan dia kepada temanku bahwa anak baru itu adalah anak teman ayahku. Dia berasal dari Sumatera tapi aku belum tau dari kota mana jelasnya. Lalu karna kita bertiga ingin tau asal-usulnya, kita langsung ke perpustakaan untuk melihat data dia dikelasnya. Dan ternyata nama anak itu adalah putra.
Sejak itu aku dan teman-temanku mulai memanggilnya putra. Saat aku dan lia sedang berjalan menuju masjid sekolah, dia tampak sedang memakai sepatu dengan temannya.
“eh si putra tuh li” ucapku, “oh iya, dia kenapa ya diantara semua temennya itu dia yang paling sering diam terus cuma main handphone?” “mungkin karna emang pendiam li kalo engga masih malu buat liat sekitar”. Namun aku tidak menghiraukannya lagi. Semakin lama aku tau dia, aku dan teman-temanku semakin sering meledek dia dibelakangnya diam-diam tanpa dia tau. Karna sifatnya yang menurutku sedikit aneh tapi lucu dan pendiam, itu membuatku semakin penasaran.
1 Tahun berlalu… Dan aku sudah naik ke kelas 12 SMA. Masih sama, aku dan kedua temanku masih sering meledek putra diam-diam ketika dia lewat di depan kelasku. Lalu sehari setelah aku meledeknya, aku tak menyangka putra memfollow salah satu media sosialku dan ternyata dia juga mengirim pesan.
“kamu anak kelas sebelah?” “iya, emang kenapa?” “gapapa, kemarin kamu kan yang senyumin aku? Senyumnya manis banget” “hah? Senyum?” “iya kamu kan senyumin aku kemarin” “iya kali, ngga tau aku lupa.” Aku heran mengapa dia bisa bertanya seperti itu, padahal kemarin aku tidak memberinya sebuah senyuman ketika dia lewat. Dan aku juga tidak tahu kalau memang ternyata dia melihatku waktu itu. Atau memang dia yang kepedean.
Dari situ aku dan putra mulai sering chattingan, dari pagi ketika akan berangkat sekolah hingga malam seperti itu setiap hari. Putra yang ingin sekali tahu tentang aku dia selalu berusaha mencari topik obrolan agar tidak membosankan.
Seminggu sudah aku dan putra berkenalan dan kita semakin akrab. Selalu saling menyemangati satu sama lain ketika akan berangkat sekolah. Sehingga ada satu hari, saat aku sedang asik duduk di depan kelas bersama teman-temanku tiba-tiba dia menghampiriku untuk mengajakku pulang bersamanya nanti.
“hai, maaf yah ganggu. Kamu mau ngga nanti pulang sama aku?” Aku kaget dan sedikit malu karena teman-temanku mendengar dia berbicara apa padaku, dan mereka langsung meledekku. “eh iya ngga ganggu kok put. Mmm iya boleh aku mau” (tapi aku ragu karena aku tidak pernah sebelumnya diantar pulang oleh teman cowo) “yaudah kalo gitu nanti aku tunggu di parkiran yah” “iya.” Ucapku Namun via dan lia yang sangat senang aku diajak pulang oleh putra, mereka langsung meyakiniku agar aku yakin bisa aman pulang dengan dia.
Saat pulang sekolah telah tiba, kedua temanku mengantarku ke parkiran dengan memberiku semangat pulang dengan anak baru yang dulu sering aku ledek. “semangaaaaat. Ayo dong senyum jangan gelisah gitu, tenang aja nanti kita kawal kok pakai ojek kita hahaha” ucap via “iya iyaaaaa.”
Lalu tidak lama putra langsung menghampiriku dengan mengendarai motornya. Dan kembali mengajaku agar aku segera memboncengnya. Kedua temanku menertawaiku dengan sangat puas dan mereka menyuruh putra untuk menjagaiku. “jagain luna ya putraaaaaaa.” Ucap lia dengan tertawa sangat keras “jangan ngebut-ngebut bawa lunanya nanti jatuh.” Saur via, agar putra dapat lebih berhati-hati saat mengantarku pulang.
Aku hanya tertawa kecil karena aku malu banyak teman-teman lain yang melihat. Putra berusaha mengajakku bercerita di motor dan aku juga bertanya sedikit demi sedikit tentang dia. Tidak lama setelah bercerita kita sampai di rumahku, aku berterima kasih padanya dan dia langsung pamit untuk pulang.
Dari situ aku menjadi suka bercerita tentang putra dengan teman-temanku. Dan kita menjadi lebih dekat dan saling memberi rasa nyaman. Saling memberi perhatian-perhatian kecil, yang aku rasa sangat menyenangkan. Aku menjadi berfikir bahwa orang yang selama ini aku bully justru itu adalah orang yang paling membuatku senang setiap saat dan yang paling selalu ada ketika teman-temanku mulai sibuk dengan dunianya masing-masing.
Cerpen Karangan: Alifa Cahya Shinta Dewi