Kau takkan pernah merasakan kehilangan yang orang lain rasakan, sebelum kau merasakannya juga.
“Maaf, aku turut berduka ya..” “Ibu memberimu kelonggaran karena keluargamu baru saja mendapatkan musibah, kau bisa mengumpulkannya padaku hari Senin besok, oke?”
Dahulu, aku selalu ingin perhatian. Aku melakukan segalanya untuk mendapatkan perhatian keluargaku, walaupun sebenarnya mereka tidak pernah kurang memberiku kasih sayang. Aku hanya begitu tolol saat itu.
“Hei.. Jadi kau sendirian di rumah sekarang?” Seorang remaja perempuan bertanya sambil menyeruput kopi mahalnya. “Yah.. iya.” Gadis itu menjawab sambil menundukkan kepala. Aku memaklumi rasa iba yang dilontarkan orang lain kepadaku. Selama mereka memperhatikanku- maka semuanya akan baik-baik saja. Awalnya kukira itu cukup.
“Pasti sulit untukmu. sekarang kau sudah tidak memiliki kakek dan nenekmu. hei- itu pasti sangat sulit sampai-sampai kau kehilangan nafsu makanmu sekarang hahaha.” Tanpa peduli bagaimana perasaan lawan bicaranya, ia terus mengoceh tidak karuan.
“Aku hanya heran loh, aku tidak mungkin terpuruk sepertimu hanya karena kehilangan orangtua ibuku tapi aku mungkin akan bunuh diri kalau kedua orangtuaku yang pergi meninggalkanku” pengunjung kafe yang duduk disekitar kedua remaja perempuan itu saling berbisik, membicarakan betapa kasarnya perkataan itu. “Hei, cewek itu kasar banget sih.” “Dasar tidak punya empati!” “Bagiku barusan terdengar seperti sindiran bukannya ucapan belasungkawa”
Aku sadar itu hanya kebahagiaan sesaaat. Karena ketika kau membiarkan seseorang memandangmu dengan rasa iba, mereka akan mulai bosan dan malah berbalik merendahkanmu.
“kau tidak…” “Apa?” “Aku dirawat oleh mereka sejak kecil, sehingga tanpa sadar aku menganggap mereka berdualah kedua orangtuaku yang sebenarnya padahal mereka cuma pengasuh bayi yang tidak digaji, tetapi mereka tetap membesarkanku dengan baik, mereka bahkan mengajarkanku sopan santun.” “hoho- apa kau menantangku? mau kulaporkan ke papaku ya?”
“Gadis itu yang terburuk” “Apa? dia menggunakan kekuasaan ayahnya untuk menggencet orang lain?” “Cewek menjijikan”
Aku baru sadar di saat-saat terakhir. Saat tak ada lagi jalan untuk kembali. Ketika mereka berbalik mencaciku dan menggunakannya untuk melecehkanku. Rasa iba dan perhatian itu hilang dalam sekejap, diganti dengan rasa benci dan kesombongan.
“Haha, Dasar Cengeng!” “Apakah acara duka itu menyita waktumu setiap hari selama seminggu ini? Kau bahkan tidak bisa mengerjakan tugas seringkas ini. Haah Ibu kecewa padamu.”
“Aku memanggil mereka ayah dan ibu, sampai sekarang hingga mereka mati. Tidak pernah berubah, karena aku dibesarkan seperti anak mereka sendiri. Awalnya kupikir tidak ada yang salah tentang itu…”
“Kau seharusnya lebih menyayangi orangtuamu ketimbang kakek dan nenekmu. Itu pemikiran yang aneh”
Jangan hidup dengan rasa kasihan dari orang lain, perlahan tapi pasti akan dikatakan padamu bahwa hidup dari gas yang telah dihirup orang lain itu menyenangkan, kau tidak harus berusaha tapi pada akhirnya kau akan mendapatkan bagianmu. Mereka lupa kalau itu hanya sisa sampah.
Kau hanya perlu bertingkah imut atau menyedihkan, semua orang akaan langsung memberimu perhatian. Keadaan yang sama persis Seperti menjadi seekor anak Anjing.
“Bagaimana hatimu akan bereaksi ketika kau pulang nanti mereka meninggal? Apakah kau akan sama terpuruknya sepertiku nanti?” “Apa kau baru saja mendoakanku? Mengutukku, hah?” “tidak.. aku hanya bilang ‘itulah kenapa kau tidak akan mengerti’.”
Cerpen Karangan: Nana
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 20 Mei 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com