Mereka bilang aku calon penghuni neraka, emang mereka sudah pasti jadi penghuni surga?
Terlahir berbeda itu bukan pilihanku. Apalagi terlahir di keluarga yang sangat otoriter, itu bukan pilihanku. Ada berapa banyak orang ingin diperlakukan dengan tidak baik? Tidak ada! Semua ingin mendapat perlakuan yang baik. Namun sayangnya, aku jarang sekali mendapatkan perlakuan yang baik dari teman-teman di sekitarku.
Namaku Andre. Aku berusia 20 tahun. Dari kecil aku dibesarkan dengan gaya didik otoriter oleh ayahku. Untung saja ibuku masih bisa diajak berdiskusi meski dia hampir sering menentang pendapatku. Tapi aku cukup senang karena ibuku masih mau meluangkan waktunya untuk berdiskusi denganku.
Sebenarnya aku sudah lama merasakan hal ini namun masih terus saja kusimpan. Aku masih malu untuk memberitahu soal ini kepada siapapun termasuk teman baikku, Riko.
Aku tahu ini aneh bahkan jika orang lain mengetahui soal ini mereka pasti menganggapku manusia aneh lalu menjauhiku. Namun inilah kenyataan sebenarnya, aku menyukai pria. Sama sekali aku tidak pernah memiliki rasa yang lebih dengan wanita manapun.
Di saat semua temanku yang pria sibuk membicarakan tipe wanita idamannya, aku hanya diam. Di dalam hatiku ingin sekali memberitahu mereka tentang sesuatu yang tidak pernah mereka ketahui sebelumnya tentang aku, yaitu aku menyukai pria. Kupendam saja, karna kupikir soal itu tidak pantas dibahas dengan mereka.
Hingga akhirnya semua ini tak tertahankan lagi olehku semua rasa yang sudah lama terbendung, aku kebelet ingin memuntahkan perasaan ini. Terpikir olehku, bagaimana kalau aku membicarakan hal ini disaat aku berulang tahun tepat di usiaku yang ke-21? Ini sudah waktunya, pikirku.
Kucoba tepat di hari ulang tahunku, aku mengajak ayahku berdiskusi. Kali ini aku memohon padanya untuk mendengarkanku. Entah ada angin apa, disaat itu ayahku benar-benar meluangkan waktunya untuk berdiskusi denganku. Dia berbeda sekali dari sebelumnya, kini di hari ulang tahunku dia berubah drastis.
“Mau ngomongin apa, Ndre?” tanya ayahku dengan lembut. Aku cemas. Aku sempat tidak yakin membicarakan hal ini kepada ayahku. Tapi kucoba saja tidak ada salahnya, pikirku begitu.
“Andre mau ngomong soal isi hati. Mau jujur ke ayah soal sesuatu yang selama ini belum pernah Andre kasih tahu ke siapa-siapa,” ucapku dengan sedikit terbatah-batah.
Belum lagi aku mengucapkan satu kalimat, aku sudah berkeringat dingin. Kuberanikan diriku. Aku harus berani. Saat kukatakan, “Andre menyukai pria. Selama ini hal itu sengaja Andre tutupi dari ayah. Dan beginilah Andre yang sebenarnya yang tidak diketahui orang banyak termasuk ayah.”
Aku menangis. Ayahku menelan ludah seolah tidak menyangka ternyata anak laki-lakinya seperti ini. Dia sangat terkejut dan memanggil ibuku. “Liat anakmu ini!” kata ayahku dengan nada tinggi pada ibuku. “Ada apa?” ibu melihatku menangis. Aku memang cengeng. Oh, aku berhati lembut tepatnya.
Disaat itu kami berkumpul bertiga. Aku, ayah dan ibuku memperhatikanku. Tiba-tiba saja ibuku merangkul lalu membisikkan sebuah kalimat. Awalnya aku tidak menyangka akan seperti ini tapi ternyata ini memang sebuah kenyataan. “Kamu tetaplah anakku, ibu sayang kamu,” bisik ibu ke telingaku dengan lembut.
Lalu bagaimana dengan ayahku? Dia memang keras sekali orangnya. Ibu menatapnya namun dia malah pergi dari kami. Aku tahu ayah marah sekali dan kecewa dengan keadaanku. Aku jujur hanya karena aku ingin menjadi diriku sendiri. Aku terbuka karena aku hanya ingin didengarkan saja.
Hari demi hari berganti, setelah aku mengakui bahwa aku penyuka sesama jenis, kulihat kedua orangtuaku akur sekali. Mereka perhatian terhadapku. Namun tak kusia-siakan kasih sayang mereka. Ku tahu sebenarnya mereka sangat berat menerima keadaanku seperti ini. Aku berusaha membalas kebaikan mereka dengan cara berprestasi.
Aku berhasil menyelesaikan studiku dalam kurun 3,5 tahun dan dinyatakan cumlaude. Aku bangga sekali. Semata-mata ini caraku membalas sekaligus berterimakasih kepada kedua orangtuaku yang telah menerima keadaanku seperti ini.
Berbeda dengan lingkunganku, saat aku mulai yakin bercerita pada teman-temanku, salah satunya teman baikku dia malah menentang. Dia menjauhiku. Dia bilang aku ini hina sekali. Dia jijik dan tidak ingin berteman denganku lagi semenjak dia mengetahui orientasi seksualku yang sebenarnya.
Kabar tentangku mulai tersebar luas, semenjak itu aku sering mendapat kecaman dari lingkungan sekitarku. Mereka mengatakan bahwa aku ini calon penghuni neraka. Entahlah, aku sering bertanya pada diriku sendiri. Kalau aku calon penghuni neraka, apakah kalian sudah pasti menjadi penghuni surga?
Tidak ingin dihakimi tapi nyatanya terlalu sibuk menghakimi orang lain. Lupa kalau diri sendiri pun berdosa. Malah lebih berdosa, mungkin.
Cerpen Karangan: Acha Hallatu medium.com/@achahallatu Panggil aja “Acha”. Seorang penulis yang mengidap gangguan obsesif kompulsif.