Masa SMA adalah suatu masa yang dipenuhi dengan variasi gaya hidup. Dimana pemahaman tentang diri sendiri belum begitu jelas, hanya keinginan untuk berguraulah yang tertanam dalam pikiran. Seolah-seolah tidak dapat membedakan mana hal yang buruk dan mana hal yang baik. Semua serasa seperti di kelam malam tanpa secercah sinar sedikitpun yang mampu menyinari. Namun, saya salah. Ternyata ada segelintir cahaya yang mampu menerangi masa kelam saya waktu SMA.
Di Sekolah: Bel berbunyi tanda jam istrahat sudah usai dan kegiatan pembelajaran akan segera dimulai lagi. Waktu itu saya duduk di bangku kelas XI, lebih khusus lagi kelas XI Sosial 4. Baru saya ingin melangkahkan kaki hendak bergegas ke kelas, ada suara memanggil nama saya secara sendu. “Kristo, Kristo, Kristo…” Saya berbalik ke belakang. Eh, ternyata teman saya Adi yang memanggil nama saya yang sudah siap untuk bolos dari sekolah bersama dua orang teman lainnya. Saya pun langsung meresponnya dengan cepat dan berkata “Tunggu sebentar.” “cepat sedikit bro.”
Setelah saya menyuruh teman saya yang di kelas untuk mengeluarkan tas kecil saya, saya dan tiga orang teman saya menghilang dari sekolah dan pergi ke tempat Playstation. Kami bolos dari sekolah dan meninggalkan pembelajaran begitu saja.
Kini hari baru pun datang lagi. Ketika saya sampai di sekolah, ternyata semua siswa sudah tengah dalam posisi apel pagi dan sedang mendengarkan pengumuman dari kepala sekolah. Saya pun bergegas ke belakang sekolah ingin melompati pagar sekolah setelah kegiatan apel pagi selesai. Di bawah pagar tembok yang cukup tinggi itu, ternyata duduk dua orang teman saya, Edo dan Hendri yang juga memiliki intensi yang sama dengan saya. Kami menunggu hingga apel pagi selesai. Begitu kami mendengar gerak-gerik kaki dan suara murid-murid menuju ke kelas, kami langsung mengambil dengan jarak yang sedikit jauh dan mulai lompat melewati pagar sekolah.
Brukkk.. Ketika kaki melewati pagar dan jatuh ke tanah, tak disangka ternyata di belakang kami berdiri seorang satpam yang sangat seram dipandang. Satpam itu bernama pak Stef. Saya dan Edo yang melompati pagar yang berpapasan dengan satpam itu, mau tidak mau harus tertangkap. Sedangkan Hendri yang melompati pagar yang jaraknya jauh dari satpam itu lolos karena tidak dilihat oleh satpam itu.
Betapa sialnya nasib kami berdua saat itu. Tanpa berbicara banyak, satpam itu langsung membawa kami kepada pak Yos selaku pembina osis kami. Kami ditampeleng, dan diberi sanksi berupa skorsing selama satu minggu. Satu kalimat yang terus saya ingat dari pembina osis ini adalah ketika ia mengatakan “kamu itu bukan kambing atau monyet yang harus lompat melewati pagar. Kamu itu manusia bukan hewan.” Namun, Saat itu semua kata yang terdengar seakan tiada artinya. Hal-hal seperti Bolos, terlambat, tidak mengikuti pembelajaran, tidak mengerjakan tugas, tawuran, sukanya hanya berkeliaran bebas, itulah yang terus kami lakukan di masa ini terutama di SMA kelas XI.
Accident: Hari itu adalah hari Selasa. Waktu di sekolah, saya dan teman-teman telah sepakat untuk pergi ke kolam renang Tirta di Nenuk. Sore pun telah tiba. Handphone pun mulai memberikan suara dering tanda SMS dari teman-teman mulai masuk. Saya mulai mencari Akal untuk meminta izin supaya bisa menggunakan motor untuk menjemput teman saya di Sukabiren, tempat tinggal teman saya. Saya pun meminta izin dengan alasan untuk pergi mengerjakan tugas di sekolah, padahal yang ingin saya lakukan adalah pergi ke kolam renang bersama teman-teman saya. Saya pun diizinkan untuk membawa motor. Dengan tas yang sudah saya persiapkan, saya langsung pamit dan pergi menjemput teman saya. Saya melajukan motor dengan secepat mungkin.
Prakkkkkkkk… Di belokan jalan menuju ke teman saya, saya menabrak sebuah truk besar. Bagian depan motor hancur berkeping. Namun anehnya, tidak terjadi apa-apa dengan saya, hanya goresan kecil di lutut, dan rasa sakit yang luar biasa di kemaluan saya. Itu membuat saya heran, karena itu kecelakan yang cukup berat.
Dengan menahan rasa sakit, saya pun mengontak teman-teman saya, dan mencari solusi bersama. Kami pergi ke rumah saya. Kali ini saya berusaha jujur dengan kakak-kakak saya dan mama saya, bahwa saya mengalami kecelakaan saat mau pergi mengerjakan tugas. Teman-teman pun mengangguk kepala. Saya pun mulai dimarahi, namun karena keberadaan teman-teman saya, marahnya pun tidak seberapa. Setelah itu kami pergi ke bengkel untuk memperbaiki kembali motor yang rusak. Akhirnya teman-teman pun tidak jadi pergi ke kolam renang karena karena masih menemani saya, serta langit pun mulai mengirimkan gerimisnya.
Terima Hasil: Meski kejadian-kejadian yang demikian telah menimpa saya, namun saya tidak memiliki sikap takut atau tobat. Perbuatan buruk yang biasanya saya lakukan bersama teman-teman, terus saya lakukan seolah itu sudah menjadi sebuah kebiasaan. Hingga pada akhirnya, tibalah suatu hari yang ditunggu-tunggu oleh semua siswa, yaitu menerima hasil ujian kenaikan kelas. Saat itu kakak saya yang menerima hasil ujian saya. Kakak saya yang tidak mengetahui apa-apa harus menunggu lama untuk menerima rapor hasil ujian saya. Seperti biasa, yang memperoleh hasil yang buruk pasti namanya akan dipanggil paling terakhir.
Nama saya pun dipaggil. Kaca yang putih dan bening menjadi suram ketika saya melihat dari luar kakak saya yang tengah tertenduk malu di depan ibu wali kelas. Tenyata hasil yang saya peroleh sangat buruk, dan dikatakan harus ulang kelas karena tidak memenuhi standar. Begitupun dengan teman-teman yang biasa bersama dengan saya. Hal ini sangat mengecewakan kakak saya dan hampir semua keluarga saya. Saya dimarahi, dinasehati, dipandang sebelah mata. Hal yang paling membuat saya sadar adalah ketika saya melihat tetesan air mata di wajah mama saya. Ia menangis karena kecewa dengan saya. Hal inilah yang sangat menyentuh saya dan membuat saya berpikir untuk berubah. Siapakah saya ini, sampai harus membuat mama saya menjatuhkan air mata, karena tingkah laku saya?
Pindah Sekolah: Sedikit keberatan hati ini untuk kembali bersekolah lagi. Namun sebuah kalimat dari seorang kakak saya mengatakan “Kristo, tidak apa-apa. Kegagalan adalah sukses yang tertunda.” Kalimat ini sungguh memotivasi saya untuk tidak menyerah dan memberikan saya semangat untuk tetap melanjutkan sekolah. Saat saya berbicara dan meminta di mama saya untuk pindah sekolah, ia hanya mengakatan “terserah kamu, mau sekolah atau tidak itu urusan kamu!” meski saya tahu hatinya berkata lain. Karena saya kenal siapa mama saya.
Keinginan yang kuat dari saya untuk pindah sekolah pun terpenuhi. Saya pindah ke sebuah sekolah lain yang bernama SMAS Taruna Mandiri Fatubenao dan tetap dianggap naik kelas. Maka saya tetap menduduki bangku kelas XII. Karena pada prinsipnya di sekolah saya waktu itu, kita hanya akan ulang di kelas yang sama jika kita tidak pindah sekolah. Tapi kalau berpindah sekolah, maka tetap dikatakan naik kelas.
Sebuah kejutan: Perpindahan saya ke sekolah ini tidak hanya sebuah kekosongan belaka. Suatu prinsip yang sangat kuat saya tanamkan dalam diri saya. Saya mau berubah dan tidak mau mengulangi hal yang sama. Saya mulai tenang, rajin belajar, kerja tugas, dan sudah jarang sekali bergaul bersama teman-teman saya, sehingga teman-teman sering mengatakan bahwa saya sombong. Hal ini sedikit mengganggu saya, namun siapa peduli, telah banyak kesusahan yang sudah saya berikan kepada keluarga saya. Keinginan untuk berdoa pun mulai tertanam dalam diri saya. Di dalam doa selalu saya katakan, “Tuhan, saya ingin membalas kekecewaan yang telah saya berikan kepada mama saya dengan sebuah kebahagiaan. Dengarkanlah doa saya Tuhan.” Ungkapan kecil dari hati ini selalu saya alungkan kepada yang Maha Kuasa di setiap doa saya, diseratai dengan belajar.
Waktu terus bergulir begitu cepat. Tahap demi tahap kehidupan pun datang dan berlalu seperti angin yang bertiup. Kini tiba untuk kami menerima hasil Ujian Akhir Sekolah (UAS) dan hasil Ujian Nasional (UN). Semua kursi yang tersusun rapih telah dipenuhi oleh siswa/i dan orangtua masing-masing. Dengan tenang saya mengambil tempat duduk di luar ruangan.
Setelah semua rangkaian acara dilewati, kini tiba saatnya masuk pada rangkaian pengumuman hasil Ujian Nasional (UN). Hati ini serasa tidak percaya ketika saya dikejutkan dengan suara dari kepala sekolah yang dengan lantang mengatakan “Yang meraih peringkat satu umum di SMAS Taruna Mandiri Fatubenao adalah atas nama Kristorius Bernaris Mali.”
Saya terkejut dan tertunduk saja. Teriakan suara-suara memenuhi telinga saya. Saya mencoba mengangkat kepala lagi memandang pancaran senyum manis di wajah mama saya. Saya pun ikut menebarkan senyuman kepada mama saya dan juga kepada teman-teman yang datang memberikan selamat. Hanya ungkapan sederhana yakni kata terima kasih yang bisa saya ucapkan melalui kedua vivir saya untuk mereka semua. Tidak lupa hati ini juga bersyukur kepada Tuhan karena Ia telah mendengarkan semua ungkapan isi hati saya yakni ingin membalas kekecewaan dengan kebahagiaan.
Selesai.
Kita hanya akan dikatakan gagal, jikalau kita menyerah pada keadaan
Cerpen Karangan: Kristorius Bernaris Mali Blog / Facebook: X To Mali
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 16 Agustus 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com