“Bin, gimana?” tanyaku masih dengan menopang dagu. Sabrina meneguk es jeruknya seraya mencubit pipiku. “Berisik amat dari tadi. Ini udah jam lima, tau. Diem aja, sih, dari tadi. Jadi nggak kelar-kelar ‘kan tugasnya. Lo mau di sekolah sampe malem, hah?!” Aku mencibir, “Galak bener jadi orang.”
Kami sedang mengerjakan hukuman matematika dari Pak Ade. Jujur saja, aku dan Sabrina sama-sama sial karena lupa membuat pekerjaan rumah. Ya … apa boleh buat? Mumpung Sabrina lebih jago, sekalian saja aku minta tolong.
“Gue beliin lo Burger Queen, beneran. Makasi, yaa, Sabri Cantik!” ucapku dengan tas yang sudah dicangklong.
Matahari mulai tenggelam. Tugas kami sudah selesai. Sabrina berjalan bersamaku menyusuri koridor. Tujuan kami adalah ruang guru. Baru saja mau mengetuk, ada seseorang yang berdeham di belakangku. Aku menahan nafas menatapnya. ‘Widih, cakep banget!’
“Hei, anak kelas 10 juga?” aku menyapa perlahan meski sebenarnya tetap mengagumi ketampanannya. Ia mengangguk kecil. Sabrina memainkan jarinya, mengisyaratkan ‘Gue yang kumpulin tugasnya, yak.’
Sekarang, aku berdua sama si tampan ini. Omong-omong, wajahnya terlihat dingin. Apa mungkin dia risih denganku? Tiba-tiba, aku tersadar sudah melamun beberapa menit. Eh, kemana cowok itu?
Sabrina yang telah selesai melakukan tugasnya segera menggandengku. Kami pergi ke Burger Queen depan sekolah. Sesekali aku melemparkan lelucon untuk mencairkan suasana. Sabrina tersenyum puas melihatku tak mengingkari janji.
“Ya kali gue boong.” Aku menahan tawa. Sabrina berceloteh ria, “Sering-sering traktir dong, sebagai teman yang baik.” Tawaku lepas. Ah, wajah si murid tampan itu masih terbayang.
“Ngapain senyum-senyum?” “Anu, ih! Gue kayaknya suka sama cowok yang ketemu sama kita tadi, ahahah.” Aku menutup mulut, membayangkan garis wajah tampannya yang hampir menyentuh kata ‘sempurna’. Lawan bicaraku tersedak. “Siapa?” “Masa lo gak liat, sih? Ituu, yang tadi!” “Siapa?” “Lo mau ledekin gue?” “Siapa??” “Sabri …”
Ia menyentuh dahiku. “Normal. Lo kenapa? Tadi ‘kan di sekolah udah nggak ada siapa-siapa. Gue nanya ke satpam, katanya emang cuma kita, kok.” Aku menggigit bibir. “Jangan bikin gue merinding.” “Abisnya lo juga, sih, gak jelas. Lo belom tau rumor di sekolah kita?” “Stop it! Gak, gue gak mau denger.” Aku menutup telinga rapat-rapat.
Meski aku marah sekalipun, Sabrina tetap lanjut mengoceh, “Dulu, katanya ada murid yang pernah gantung diri di sebelah ruang guru. Gue kurang tau detailnya, sih. Tapi katanya itu anak orang kaya dan famous banget. Kejadiannya baru 3 tahun lalu, dan kasusnya sengaja dirahasiain.” Sial, kepalaku mendadak berkunang-kunang.
Semenjak hari itu, aku selalu menolak jika diminta tetap di sekolah hingga sore. Apapun alasannya. Aku berulangkali memimpikan cowok itu dan … aku sangat takut.
Cerpen Karangan: Shaomi Athaya Sugiharto Blog: ceritashao.blogspot.com Hai! Namaku Shaomi, lahir di Jakarta 15 tahun silam. Aku sudah menulis 23 buku antologi. Nyambi jadi editor di Great Writers Publisher Jaksel, suka nulis, suka sushi, suka kamu. Mau kenalan bisa mampir ke Instagram dan Wattpad @shaomiathaya , yaa! Thank u
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 21 Agustus 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com