Angin berhembus lembut menerbangkan dedaunan kering dari rantingnya, jatuh dan menari sampai akhirnya hinggap di sebuah buku yang sedang dibaca oleh seorang cowok. Sendari tadi dia terus menatap serius buku itu, sesekali bergumam tentang revisi sana-sini dari buku itu, yah inilah kebiasaannya membaca di bawah pohon besar yang selalu dia jadikan tempat berteduh. Sesaat kemudian dia tersadar dan tersenyum menatap daun cokelat menghalangi jalur membacanya.
“Daun tua, mengingatkanku kepada sebuah syair yaitu ingatlah masa mudamu sebelum masa tuamu, yah daun kalau sudah kering akan jatuh dari dahannya, tapi bagaimana jika manusia yang sudah tua? Pasti akan agak kesulitan juga berdiri di bumi ini, rentan jatuh dan terkubur, tapi manusia bisa mencoba, mencoba untuk tetap berdiri tegap menghadapi segala cobaan yang ada, jadi manfaatkan waktumu yang berharga agar tidak menyesal kelak.” baca cowok itu dari sedikit kutipan di bukunya.
“Kok agak aneh? Perlu dikoreksi keknya,” gumamnya lalu melempar daun tua itu ke belakang seraya tetap menatap bukunya seolah tak peduli. Daun itu kembali terombang-ambing ditiup angin hingga daun itu hinggap di sebuah rumput yang hijau.
Cruk…
Daunnya terinjak oleh seorang gadis, gadis manis berambut panjang yang diikat seperti ekor kuda, wajahnya yang putih begitu mempesona diterpa cahaya mentari, pipinya remona ketika dia tersenyum, kakinya berjalan dengan wajah berseri menuju ke arah cowok yang sedang membaca buku itu.
“Hello Miftah?” Sapanya tersenyum manis menghalangi cahaya mentari yang menyoroti bukunya. “Hello juga Lia,” jawab Miftah, dia tidak mengalihkan pandang dari bukunya tak peduli meski kini kertasnya lebih gelap. “Seperti biasanya kamu selalu dingin.” Lia duduk di belakang Miftah bersandar di punggung cowok itu Miftah menghela nafas lalu berucap. “Memangnya kamu tidak latihan nyanyi sekarang?” tanya Miftah. “Tidak” Jawab Lia singkat. “Kamu tidak latihan nari?” “Tidak.” “Kamu tidak makan di kantin?” “Tidak, Lalu kamu tidak main game?” tanya Lia tiba-tiba. “Tidak.” “Kamu tidak baca buku di perpus?” “Tidak.” “Latihan Pecak silat?” “Mungkin nanti,” “Terus pulang sekolah nanti kamu kencang sama cewek, kan?” “Tidak tidak tidak dan tidak,” jawab Miftah seraya terus menatap buku yang dibacanya. “Ah masa sih? Kamu pasti punya janji sama cewek kan Nanti? ” tanya Lia terus mendeksaknya. “Emang iya,” jawab Miftah ringan. “Sama siapa?” tanya Lia terkejut. “Ya sama kamulah!” Jawab Miftah. “Eh bentar…” Lia terdiam sesaat mencoba mengingat. “Ouh iya, Ayahku kan gak bisa jemput jadi nanti pulang sama kamu hehehe…”
Miftah menggelengkan kepala, menghembuskan nafas dalam, terkadang senyum Lia bisa menular, melihatnya seperti ini mungkin bisa sedikit meringankan beban Miftah karena aktivitasnya. Mereka berduan sebenarnya adalah sahabat dari kecil, mereka juga memiliki banyak kesamaan tapi banyak juga perbedaan diantara mereka tapi setiap perbedaan itu dapat saling menutupi kekurangan masing-masing, saat perayaan olahraga antar sekolah kemarin mereka sanggup meraih juara satu sebagai duo dalam pertandingan perang survival di hutan belangkang sekolah. satu dari kesamaan mereka adalah hobbi mereka yang banyak, cuman bedanya kalau sudah serius seperti sekarang Miftah tak bisa diganggu, jika bukan Lia dia mungkin akan marah.
Lia menghela nafas, mengerti dengan mode serius sahabatnya ini, dia tidak akan mau diajak kemana-mana jika sudah begini, yah setidaknya masih merespon jika bertanya.
“Teman-temanmu sedang bermain bola, kamu sepertinya tidak suka ya?” tanya Lia melirik cowok di belakang pungunya itu. “Bukannya tidak suka, cuman jarang main aja, ini hari senin baju cadanganku sobek saat perayaan olahraga kemarin, jika aku main mungkin seragamku akan bau keringat, lagipula aku juga kurang tertarik pada bola,” jawabnya meski tak sedikitpun melepas pandang dari bukunya itu.
Sesaat Lia merasa penasaran dengan buku itu, dia mencoba mengintip dan tak melihat dengan lihainya para siswa itu memainkan bola mulai dari oper sana-oper sini sampai sebuah tendangan keras membuat bola itu melesatkan mengarah kepada Lia.
“Aaaaa…” Lia berteriak tersadar bola itu mengarah cepat kepadanya, refleks menutup wajahnya.
Plak.. Miftah menahan bola itu sebelum sempat mengenai Lia, entah sejak kapan tiba-tiba dia berada di depan Lia menghalau bola itu.
“Hey, jangan keras-keras donk!” ucap Miftah agak teriak kepada para siswa itu lalu melempar bolanya kepada mereka. “S-sorry bro, gak sengaja,” balas salah satu dari mereka.
Miftah tersenyum tipis ketika melihat Lia termenung menatapnya. “Bukannya kita sudah mempelajarinya kemarin, musuh bisa datang darimana saja jadi jangan turunkan tingkat kewaspadaanmu.” Miftah kembali duduk di sampingnya. “Ah, tenang saja kamu akan selalu aman selama di sisiku,” ucapnya mengacungkan jempol. Lia mengalihkan pandang, “m-makasih…” gagapnya tersipu.
“Kalau begitu aku pergi dulu, kamu boleh ikut jika mau.” Lalu Miftah pergi meninggalkan Lia begitu saja menuju ke perpustakaan. Lia tak mengikutinya dan lebih memilih untuk masuk ke kelasnya sendiri, di perpustakaan Miftah hanya menghabiskan waktunya mencari bahan untuk tulisannya.
Tak terasa bel perintah masuk sekolah berbunyi. Miftah keluar dari perpustakaan berjalan menuju kelasnya seraya membaca buku, menandai bagian-bagian di bukunya yang harus direvisi, pandangannya yang tidak lepas dari buku itu membuat dia menyenggol seorang siswi.
“Eh maaf,” ucap Miftah seraya tersenyum malu kepada siswi itu. “Iya gapapa kok,” jawab siswi itu. Miftah hanya mengangguk lalu kembali berjalan menuju kelas masih seperti tadi, dia sepertinya sangat menyukai buku itu sendari tadi tatapanya begitu lekat kayak perekat yang merekat pada bukunya, dia terus menatap buku itu seraya berjalan akibatnya dia kembali menyenggol seseorang, kali ini dia menyenggol seorang siswa.
“Woy, hati-hati donk!” sentak siswa itu. “Biasa aja, gak usah ngegas,” jawab Miftah dingin. “Jalan itu pake mata donk,” “Dimana-mana jalan pake kaki,” balas Miftah lalu kembali berjalan tanpa mempedulikan siswa itu yang geram kepadanya.
ketika Miftah akan berbelok dia kembali menabrak seseroang kali ini korbannya Lia, cukup keras untuk membuat buku yang di genggam Miftah terlepas dan jatuh ke lantai.
“Lia, kamu gakpapa kan?” tanya Miftah seraya membantu Lia berdiri. “Iya, maaf ya aku juga melamun tadi,” ucap Lia seraya tersenyum malu kepada Miftah, merasa tertarik Lia melihat buku Miftah yang tergeletak lalu menggambilnya. “Karyaku, ditulis oleh M.A.P.” Lia menyipitkan matanya. “Wah pantesan kamu dari tadi baca buku ini, ternyata story karyamu sendiri.” Lia mengangkat sebelah alis dan tersenyum penuh arti. “Aku sedang melakukan penyuntingan, kembalikan buku itu,” pinta Miftah seraya menyodorkan tangannya, dalam pikiranya dia belum mau ada seseorang yang membacanya. “Tunggu, mari kita lihat daftar isinya.” Lia membuka buku itu. “Genrenya banyak juga, tapi kok kebanyakan horor sih?” tanya Lia lalu pandanganya beralih kepada Miftah yang merasa terganggu. “Yah gak aneh sih dengan dirimu yang nampak suram,” lanjut Lia tersenyum mengejek. “I-tu genre favorit, udah sini bukunya.” Miftah kembali meminta itu namun Lia menggelengkan kepala menghindar ketika Miftah mendekatinya. “Tunggu, kita lihat judul yang genre horor, di sini ada, setumpuk debu, Sang Penolong, Lake Of Black Water, Penyimpan kegelapan. Ehh tunggu gak salah lihat nih, Penyimpan Kegelapan Ini kan…” Lia menatap Miftah dengan senyum usil.
“Oke itu terinspirasi darimu, bisa tolong kebalikan? Semua karya itu belum sempurna.” “Gak ada yang sempurna di dunia ini, setiap kelebihan pasti ada kekurangan.” “Maksudku, aku belum mengurangi kekurangannya, banyak yang harus direvisi udah ah sini bukunya.” “Gak mau wleee.” Lia menjulurkan lidahnya lalu pergi berlari menuju kelasnya. “Eh Lia, kembalikan!!!” teriak Miftah saat jaraknya dengan Lia cukup jauh. “Ambil saja ketika istirahat kedua, nanti aku kasih masukan buat bukunya!” balas Lia seraya terus berlari menuju kelasnya
Miftah hanya menghela nafas terkadang sulit menghadapi sahabatnya itu, terkadang pasrah tindakan yang tepat untuk menghadapinya, ah lagipula Lia mungkin bisa memberi saran yang berguna setelah membacanya, kalau emang dibaca sih.
Miftah belajar seperti biasanya di kelas dan menunggu dengan kebimbangan dalam dirinya, taapa cuman Lia kan yang baca bukunya bukan orang lain? Bahaya kalau sampe orang lain baca! Setelah 2 jam akhirnya bell istirahat kedua berbunyi, Miftah keluar ruangan langsung menuju kelas Lia, matanya berputar mencari sahabatnya itu keseluruh penjuru kelas, dia tak ada di sana.
“Eh Mif, nyari siapa?” ucap seorang siswi kepada Miftah saat dia terlihat seperti orang yang mengintip. “Eh Nanda, tau Lia kemana?” “Tadi katanya mau ke danau.” “Ouh oke, makasih” ucap Miftah mengangguk.
Sebelum Miftah berbalik dan kembali sebuah lengam mengait lehernya memasuki sebuah kelas,l.
“Bro, ini si inisial M.A.P yang menulis di surat kabar sekolah!” teriak cowok yang membawanya tadi. Sontak semua siswa di kelas itu mengerumuni Miftah, memberendelnya dengan bernagai pertanyaan. “jadi itu cuplikan season 2?” “Itu anak tar dimakan setan? ” “Wah yang Lia kasih itu beneran tulisan mu kan?”
Miftah menghela nafas, “dah kena spoiler dah,”
Tanpa memperdulikan mereka, Miftah dengan cepat menghindar, menuju danau yang katanya tempat Lia berada sekarang, di sana matanya kembali menelusuri sekitar danau, nampaklah Lia sedang duduk di bangku seraya membaca buku, Miftah mendekatinya lalu duduk disebelahnya.
“Lia, ngapain sih dikasih liat ke temen-temen sekelas? Kena spoiler kan, sengaja dirahasin juga nih identitas, mana sini bukunya.” ucap Miftah seraya menyodorkan tangannya. Lia menutup keras buku itu menatap Miftah kesal. “Kamu kok jahat banget sih?” “Tunggu apa? Kok tiba-tiba be—” “KAMU JAHAT!!! Jahat jahat jahat.” Lia memotong kalimat Miftah. “Iya tapi kenapa? Harusnya aku donk yang marah,” tanya Miftah yang merasa bingung kepada Lia yang kini menatapnya kesal. “Kamu kok gak masukin namaku dalam story ini, jadi tokoh atau apa kek,” jawab Lia. “Lah, gak usah lebay mendramatisir gitu juga kali, kasih kritik atau saran, kek. Biar aku bisa memperbaikinya.” “Saranku cuman satu, masukin aku ke ceritanya donk hehehe.” Lia nyengir kini Miftah menatapnya semakin kesal. “Udah ah sini bukunya.” Miftah mencoba mengambil paksa buku miliknya itu, namun dengan gesit Lia menghindar menjauh beberapa meter darinya. “Gak mau wleeee.” Lia menolak dengan menjulurkan lidahnya lalu berlari menuju ujung jembatan.
Miftah tak tinggal diam, mencoba mengejarnya sampai Lia berada di ujung jembatan. “Jangan mendekat atau—” ucap Lia lalu meregangkan sebelah lengan besiap menjatuhkan buku ke air danau. “Eh jangan dicemplungin donk, gak ada salinannya lagi,” pinta Miftah terdiam tak bisa mendekat. “Ada syaratnya,” “Yaudah apa?”
“Pertama kamu jangan bersikap dingin padaku, yang kedua kamu harus menulis story tentang kita di sekolah hari ini mengunakan sudut pandang orang ketiga lalu story itu dipublikasikan dan terakhir disetiap story yang kamu tulis harus ada aku, tidak perlu tokoh utama cukup sebagai tokoh love interes saja, eh iya kamu jadi tokoh utamanya ya,” ucap Lia nyengir.
“Lia, kadang kamu aneh banget, kamu itu kadang pemalu, kadang periang, minta yang aneh-aneh, jika aku menulis seperti yang kau inginkan nantinya siapa yang akan suka?” “Kamu juga sama anehnya denganku kok, kamu dingin, gak pekak, berpura-pura tak peduli, selalu menyembunyikan senyum bahkan perasaanmu. Yang harus kamu tau kita selalu kompak kan, saling suport satu sama lain gak peduli seberapa anehnya kita, jadi apa masalahnya? Gak salah donk kali-kali menulis pengalaman aneh kita, iya gak?” ujar Lia panjang lebar, sesaat tersenyum sebelum berbalik menghadap danau dari ujung jembatan. “Iyadeh aku ngerti, akan aku turuti permintaan anehmu ini.” Miftah menyerah tak punya pilihan lain, dia menutup mata sesaat sebelum terkejut ketika wajah Lia tiba-tiba dekat dengannya. “Janji ya.” Lia mengankat jari kelingkinya “Iya aku janji,” Jawab malas sembari mengaitkan jari kelingkinnya.
“Nih, ambil bukumu,” ucap Lia seraya menyodorkan buku itu. Miftah mendekatkan mendekatkan wajah ke wajahnya Lia, menatap langsung matanya penuh tanya, membuat Lia tersipu.
“Sebenarnya tujuanmu apa sih?” tanya Miftah. “E-enggak kok, nih bukumu,” ucap Lia. Namun belum sempat Miftah menyentuh buku itu Lia tiba-tiba memeluk Miftah.
Tamat
Cerpen Karangan: Miftah Blog / Facebook: Miftah Abdul Fatah
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 23 Agustus 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com