Semilir angin mengibaskan rambut ikal Shakila. Sorot sinar biru dari layar laptopnya memantul di kacamata bulat yang terpasang di wajah cantiknya.
“Huuuffft. Pusing sekali kepalaku, melihat angka-angka menari di layar,” Shakila menghempaskan nafas berat saat ia menutup laptopnya itu. Akhirnya, jadwal sekolah online hari itu sudah selesai. Ia pun membuka laci mejanya, mengambil ponsel untuk bercengkerama dengan sahabatnya melalui chat WhatsApp.
Saat ia sedang asyik memainkan ponsel, sang ibu memanggilnya dari lantai bawah. “Shakila, tolong nanti kalau Adira lewat rumah, kamu beli kerupuk ikan ya, Ibu mau keluar sebentar,”. Shakila segera menjawab Ibunya, “Iya, Bu. Hati-hati di jalan, jangan lupa pakai maskernya,” teriaknya.
Beberapa menit kemudian, ia mendengar teriak seorang gadis dari luar rumah. “Kerupuk ikan… Kerupuk ikannya, Bu”. Mendengar suara khas itu, Shakila buru-buru turun ke lantai bawah dan melempar ponselnya ke atas kasur. Ia pun membuka gerbang rumah dan memanggil nama gadis itu agar segera mendatanginya. “Adira Adira sini… Aku mau beli kerupuk ikannya dong,”
Gadis itu tersenyum lebar, ia dengan segera melangkahkan kakinya menuju ke rumah Shakila. Tetes keringat di dahinya ia lap dengan lengan bajunya. Ia terlihat sangat senang karena setelah sedari tadi berjalan kaki mengelilingi komplek, kerupuk ikannya baru terjual tiga bungkus.
“Eh, Shakila. Mau beli berapa bungkus?” “Mmm beli dua, ya, Adira,”
Sambil menunggu Adira melayani pesanannya, Shakila bertanya kepada Adira tentang kondisi ayahnya. “Adira, bagimana kabar ayahmu?”. Sorot mata sedih terpampang di manik mata Adira, tapi ia menarik bibirnya dan tersenyum manis ke arah Shakila di balik masker yang ia pakai. “Kondisi Ayah makin menurun, Rin. Ayah juga udah berobat dan sekarang butuh banyak istirahat.”
Rasa iba merayap ke hati Shakila. Melihat teman di depannya ini, begitu tegar menghadapi cobaan yang menimpanya. Adira, terpaksa memilih putus sekolah karena kondisi keluarganya yang tak mampu membiayai sekolahnya di tengah pandemi corona. Adira yang terpaksa memilih untuk menggantikan ayahnya bekerja demi sesuap nasi dan mengurus dua adiknya. Sedangkan ibunya, kini sudah berpisah, pergi jauh ke suatu tempat, meninggalkan mereka.
“Shakila, ini pesananmu,” ucap Adira yang membuyarkan lamunan Shakila. “Oh iya, maaf aku melamun.” “Hehe, iya gapapa. Makasih banyak, ya, Shakila. Aku lanjut jualan dulu.”
Setelah itu, Shakila menaruh kerupuk ikan ke meja makan. Lalu, berlari menuju kamarnya. Ia kembali meraih ponselnya dan membuka grup chat kelas. Melihat kondisi Adira, ia berinisiatif untuk menggalang dana dari teman-temannya untuk membantu Adira. Banyak dari mereka setuju dengan ide Shakila.
Pada akhir pekan, Shakila dan sahabatnya, sebagai perwakilan dari teman-teman sekelas, datang ke rumah Adira untuk memberikan bantuan berupa sembako dan uang. Mereka berharap, beban di pundak Adira sedikit terangkat.
“Terima kasih banyak, teman-temanku. Aku harap, aku bisa kembali sekolah bersama kalian semua. Meski sedang pandemi, kalian harus tetap semangat, ya, sekolahnya. Aku tahu kalian lelah karena punya banyak tugas, tapi ingat, perjuangan orangtua buat kerja cari uang itu jauh lebih melelahkan.”
Adira menangis haru. Ia punya teman-teman yang baik. Teman-teman yang ada membantunya dikala ia sedang kesulitan. Adira berharap, ayahnya segera sembuh, ibunya kembali, dan dia bisa bersekolah lagi.
Cerpen Karangan: Sabrina Al Fitri Y Blog / Facebook: Sabrina Al Fitri
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 25 Agustus 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com