Saat kita mengerti sebuah arti dari skenario yang sangat berarti. Sampai kukira tadinya, itu benar-benar akan berakhir menjadi sebuah ilusi.
Namun banyak makna tersirat, yang akhirnya tersurat di masa yang berjarak. Kugapai telepon genggamku, memberanikan diri membuka sebuah halaman penuh harap yang sudah kunanti.
“Lia” dengan raut sedih kukirim chat untuk sahabatku. “Kenapaaaa, Anasya?.” “Hiks, cerpen gua gagal, ga masuk list cerpen yang lolos untuk dipublikasi.” “Baru 2 kali lu kirim, jangan putus asa dong!.” Lia menyemangatiku. Aku begitu menyukai bacaan. Ya, aku gemar membaca sampai akhirnya hatiku penuh harap dapat memiliki suatu karya.
Berbulan-bulan telah lewat, aku memang berhenti mengirim karya cerpen setelah kegagalan kedua. Mungkin aku seperti orang yang putus asa, hanya saja aku berfikir tulisanku belum saatnya menemui Sang pembaca.
Entah kenapa setelah harapanku dengan sebuah rasa yang salah, hancur. Aku tuliskan jejak berupa tulisan yang kujadikan tempat meluapkan kesedihan. Dengan begitu harap, agar tulisan ini menghabiskan sisa harap. Tadinya beberapa hari kusimpan tulisan ini, hanya untuk kenangan yang berarti. Namun, kubuka kembali dan kujadikan cerita fiksi, agar kudapat mengirimkan sebuah karya kembali.
Di tempat yang sama, halaman yang sama, namun dengan rasa yang berbeda. Aku tuliskan karya ini dengan sebuah ketulusan berarti. Aku ingin kisah yang kuubah menjadi fiksi ini dapat memberikan pelajaran yang berarti. Kukirim dua karya dengan durasi yang tak begitu lama bedanya. Melihat hasilnya adalah hal yang tak begitu aku inginkan. Karena hati ini benar-benar tulus untuk apapun yang akan terjadi. Aku yakin, tuhan akan mempertemukan tulisan ini kepada pembacanya dimasa yang tepat.
Setelah lima hari sejak karya itu telah terkirim. Saat kedua kalinya aku berfikir untuk melihat hasilnya, barulah kugapai telepon genggamku. Kubuka halaman itu, dan mencari tempat di mana keberadaan list untuk karya-karya yang dipublikasikan. Bukannya pesimis, namun aku ingin menenangkan hati agar mungkin kegagalan nantinya bukan akhir segalanya.
“YA ALLAH!!!.” Teriakku yang tertahan. Langsung kuletakkan gadgetku dengan perlahan bersamaan dengan kebingungan. Lalu aku berusaha untuk tenang, dan pikiranku sejenak mencerna. Aku sujud dan membaca do’a sujud syukur atas keberhasilan, atas tercapainya sebuah impian lama.
Tak pernah kusangka, “Anasya cahya” namaku berada di antara banyaknya nama, di sebuah list untuk penulis yang karyanya telah dipublikasikan. Aku menangis dalam hati, tanpa banyak deraian, karena kebahagiaan yang sangat berarti. Yaa Allah, aku mengerti saat ini. Engkau jadikan kegagalan yang tertunda, untuk kebahagiaan yang luar biasa.
“Karena tangisan sesaat adalah sebuah awal untuk kuat.” Arga Makmur, Agustus 2021
Cerpen Karangan: Nasywa Nur Azizah Blog: nasywanurazizah.blogspot.com
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 1 September 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com