Dalam sepi dikeheningan malam aku berdo’a pada tuhan, do’a yang selalu aku panjatkan disetiap sujud dan sholatku. do’a itu hanya aku dan tuhan saja yang tahu, aku tak ingin bahkan aku juga sempat takut jikalau aku menceritakan do’a itu meski hanya sebatas curhat untuk mencari penyemangat do’a itu tak akan terwujud. maka aku hanya memendam semuanya sendiri. memendam rasa yang sempat membuatku lelah untuk hidup, memendam rasa yang sempat membuatku berfikir bahwa tuhan tak sejalan denganku, memendam rasa yang sempat membuatku membenci takdir yang sudah tuhan gariskan kepadaku.
Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun aku mengalaminya, bahkan tak ada satu hari pun tanpa sebuah tetesan air mata. Kebahagiaan pun hanya bisa aku tebarkan dengan keterpaksaan. Sakit hati yang bertubi-tubi sedang aku rasakan. Bukan sebuah uang yang aku inginkan tapi sebuah kenyamanan dan kebahagiaan. Entah kenapa tuhan memberikan takdir ini kepadaku. Jika aku menceritakan semua yang aku rasakan, semua yang aku alami, apakah orang-orang yang ada di sekitarku akan tetap ada disisiku ataukan sebaliknya mereka akan risih bahkan tak mau melihatku lagi.
Semua yang aku alami itu mulai sejak aku duduk di bangku TK. Aku dikenal kan dengan orang-orang yang dari segi pemikiran itu terlalu dewasa. Mereka selalu memperkenalkan aku hal-hal negatif yang berdampak parah untuk pemikiranku dan masa depanku. Saat itu aku masih belum mengerti apa yang sedang mereka ingin tunjukkan kepadaku. Hingga aku merasa enjoy untuk bermain dan berteman dengan mereka.
Disuatu hari saat aku duduk di bangku SD aku dikenalkan dengan seorang laki-laki yang duduk di bangku kelas Dua SMP, sebut saja dia Reno. Aku tak tahu apa tujuan tuhan memperkenalkan aku dengan Reno. Aku dipertemukan oleh Reno saat aku berjalan kaki dalam perjalanan pulang dari sekolahku. Saat itu aku sedang beristirahat di sebuah kedai. Aku membeli minum disana.
“Permisi Pak, ada air mineral?” tanyaku seraya mengusap keringat yang ada di dahiku. “Ada, sebentar ya neng,” jawab bapak penjual dengan tersenyum ramah kepadaku. “Ini neng, air mineralnya,” sahut bapak itu seraya memberikan sebotol air mineral kepadaku. “Oh iya, berapa pak?” tanyaku sambil menerima air mineral itu. “Lima ribu aja neng”.
Aku meminum air yang aku beli dan beristirahat sebentar. Lalu tiba-tiba ada seorang anak kecil yang terjatuh dari sepedanya. Sontak aku terjingkat kaget dengan cepat dan sigap aku langsung berlari menolong anak kecil yang terjatuh tak jauh dari hadapanku.
Tak lama kemudian laki-laki dengan memakai seragam yang berantakan menghampiriku, dia membantuku untuk menolong anak kecil itu. Aku dan laki-laki itu mengantarkan anak kecil yang bernama doni untuk pulang ke rumahnya. Setelah sesampainya di rumah doni, aku langsung berpamitan untuk pergi tapi laki-laki itu menahanku dengan menggenggam pergelangan tanganku. Dia mengajakku untuk berkenalan. Dia itu adalah reno. Reno menawarkan dirinya untuk mengantarku pulang.
Setelah beberapa tahun aku berteman dengan Reno pada akhirnya aku tahu siapa Reno sebenarnya dan seperti apa Reno. Inilah awal mula hidupku jadi berantakan. Berantakan karena pelecehan yang dilakukan Reno kepadaku. Aku hanya bisa terdiam. Aku tak bisa mengungkapkan perasaan yang sedang aku rasakan saat itu. Aku hanya bisa menangis. Aku tak bisa menolaknya karena aku sudah diselimuti rasa takut oleh ancamannya yang melarang aku untuk menceritakan kesiapa pun itu. Berbulan-bulan lamanya aku merasa bahwa aku sudah hancur. Aku berfikir sudah tak ada lagi masa depan yang cerah, sudah tak ada lagi kata tenang dalam hati.
Setelah 3 bulan kejadian itu sepupuku tahu apa yang sudah terjadi kepadaku. Sepupuku bernama Chiko, yang ternyata dia teman satu sekolah dengan Reno. Karena kejadian itu juga aku dengan Chiko mulai dekat yang dulu tak pernah menyapa meski kita saudara, pada akhirnya kita sering berbincang bersama. Saat itu hanya Chiko tempatku bercerita. Tetapi di suatu hari di rumah bunda yang bernotaben sebagai ibu dari Chiko. Hanya ada aku dan Chiko, disitu aku merasa seperti ada yang mengganjal, Chiko bersikap aneh. Tak seperti biasanya, tatapan mata yang tajam itu mengarah kepadaku. Aku takut apa yang dulu pernah kepadaku itu akan terjadi lagi.
Aku hanya terdiam seraya aku menahan air mataku supaya tidak jatuh. Di dalam hati aku berdo’a. “Ya Allah apa yang akan terjadi kepadaku?” sahutku dalam hati dengan menahan air mata. “Apa lagi yang akan menimpaku ya Allah?”. “Takdir yang seperti apa yang akan engkau berikan kepadaku ya Allah?” ucapku dengan tersedu-sedu yang tak bisa lagi menahan genangan air mata itu. “Selama ini hanya kepedihan dan kehancuran yang kau berikan,” Sahutku yang masih didalam hati dengan perasaan tak terima atas takdir yang sudah digariskan kepadaku.
Tak disangka-sangka ternyata Chiko juga melakukan hal yang sama seperti temannya kepadaku. Chiko melecehkanku. Aku tak bisa berkata-kata karena Chiko telah melarangku untuk mengatakan semuanya kepada siapapun itu. Aku hanya bisa menangis seusai semua itu terjadi. Pada saat kejadian itu aku masih duduk di bangku kelas 6 SD. Sampai saat ini aku masih menyembunyikan semua itu dari semua saudara-saudaraku dan kedua orangtuaku.
Hingga 2 tahun lamanya aku hidup dengan ketakutan yang terus-menerus mengintai kehidupanku. Lalu tak lama kemudian aku mendapatkan kabar bahwa Chiko terserang penyakit Kanker Darah. Chiko sudah dirawat 2 bulan sebelum aku mengetahui kabar itu. Chiko hanya bisa menggerakkan bibir dan matanya saja karena penyakit yang sedang Chiko alami sudah berada di stadium akhir. Semua itu ibuku yang memberitahu kepadaku. Seminggu setelah aku mengetahui kabar itu aku dan keluargaku menjenguk Chiko yang sedang terbaring lemah di atas kasur. Disitu aku hanya berfikir, “apakah ini pembalasan atas semua yang pernah ia lakukan?, aku tak meminta supaya engkau membalasnya dengan cara ini, aku tak sanggup melihat keadaan keluarganya yang sedang tertimpa masalah ekonomi, lalu sekarang engkau memberikan ini kepada keluarganya!,” gumamku dalam hati seraya memasuki ruangan tempat Chiko dirawat. Disaat aku melangkahkan kakiku sekujur tubuhku gemetar, keringat menetes dari wajahku lalu membuat sekujur tubuhku basah kuyup.
Setelah beberapa menit keluargaku berbincang dengan orangtua Chiko Dokter yang merawat Chiko datang meminta izin untuk memeriksa keadaan Chiko. Kami yang sedang berada di luar kamar rawat Chiko terus berdo’a untuk kesembuhannya. Kedua orangtua Chiko hanya bisa duduk, menangis dan berdo’a. Karena kejadian ini aku merasa bingung, apakah selama ini do’aku salah?, telah membuat kedua orang yang tak bersalah menjadi dampak atas semua ini. Tapi disisi lain aku juga masih merasa sedih untuk mengingat semua yang pernah terjadi terhadapku.
Setelah beberapa menit kemudian Dokter pun keluar dengan memberi kabar. Bahwa saat Dokter itu memeriksa keadaan Chiko, Chiko sudah dalam keadaan keritis yang mengakibatkan Chiko tak bisa diselamatkan lagi.
Hari demi hari, bulan demi bulan aku merasa bahwa semua ini kesalahan atas do’a yang aku panjatkan selama ini. disaat aku duduk di bangku SMP aku masih hidup dengan rasa bersalah dan rasa bingung. masih tak ada ketenangan didalam hidupku meski semua jenis pelecehan telah berhenti tetapi Tuhan menberiku cobaan lain yaitu aku menjadi korban bullying di sekolah.
Aku tak tahu apa salahku sehingga mereka selalu memerintahku untuk mengambil ini itu, untuk mengerjakan ini itu dan masih banyak lagi. hingga suatu saat aku memberontak tak mau lagi menjadi budak mereka. Tapi alhasil mereka membuat cerita entah apa itu aku tidak tahu yang membuat hampir membuat semua orang yang mengenalku menjadi memusuhiku. Tak ingin menjadi temanku, disetiap jam pelajaran dimulai dan disaat ibu atau bapak guru pengajar menunjuk anak untuk menjawab soal pasti mereka menyuruhku untuk maju menyelesaikan semua soal itu.
Sorakan demi sorakan aku dapatkan saat aku maju kedepan. hujatan demi hujatan selalu aku dapatkan saat aku diluar kelas, lalu kesepian yang bisa membuatku tenang meski hanya sejenak. Hanya di tempat yang sepi aku bisa meluapkan semua perasaanku. Entah itu dalam hal menangis dan berteriak.
Selama 3 tahun sudah aku mengalami semua bentuk bullying yang aku dapatkan di SMP. Karena semua itu aku sempat memiliki fikiran untuk menyudahi semua ini yaitu mengakhiri hidupku supaya aku tak mengalami semua ini lagi. Tetapi disaat aku menyakiti diri sendiri untuk mengurangi rasa sakit hati ini ada seseorang yang datang dan menyemangatiku dan mengatakan bahwa.
Semua yang kamu alami ini sesuai dengan takaran kemampuan seseorang. Tuhan tidak akan memberikan ujian yang tak sanggup dijalani hambanya. Tuhan hanya ingin mengasah kekuatan hati, jiwa dan raga kita. Tuhan tahu dan Tuhan sayang kepada semua orang yang sudah berhasil menyelesaikan atau mampu bertahan diatas takdir yang sudah Tuhan gariskan.
Tuhan sayang kepada hambanya yang mau berusaha. Lalu semua ujian itu adalah bentuk kasih saya Tuhan kepada hambanya. Semakin banyak Tuhan memberikan ujian maka semakin banyak kasih sayang yang kita dapatkan dan jika semakin besar ujian yang kita dapatkan maka semakin besar rasa sayang Tuhan kepada hambanya.
Cerpen Karangan: YufiniAstra Instagram: @yufini.astra Sekolah: SMAN 1 BANGIL TTL: Pasuruan 15 Oktober 2003 Gmail: ayufitrirakhmania15[-at-]gmail.com