Aku bukan tokoh utama. Aku selalu tahu aku tidak ada apa-apanya. Namaku biasa saja, Alya. Nama yang umum terdengar di mana-mana. Rumahku juga biasa-biasa saja, di dalam gang, bercat hijau. Model bangunannya juga sederhana saja. Tinggal bersama tetangga-tetangga yang banyak bocil menjengkelkan.
Nilaiku juga pas-pasan. Tidak tinggi, tidak rendah, average. Sekolahku juga bukan favorit, tergolong menengah saja. Kuliah juga belum direncanakan mau menuju ke mana. Kampus dekat dengan rumah pun sudah cukup. Ekonomi keluargaku biasa-biasa saja, bahkan sangat sederhana.
Aku selalu menjadi orang yang ketika temannya menangis akan bertanya, “Kenapa kamu menangis?” atau “Siapa yang menjahatimu?”, atau bahkan hanya memperhatikan dari meja belakang. Aku juga selalu menjadi murid dengan popularitas rendah. Aku hanya memiliki beberapa teman, itu pun cukup mengenal. Sebagian besar lagi melintasiku seolah aku hanya atom. Aku adalah tipe murid yang duduk di meja bagian menengah hingga belakang, yang selalu menghindari pertanyaan guru. Aku juga bukan murid kesayangan guru yang selalu diminta mengantarkan laptop atau berkas yang ketinggalan, atau disuruh membawa buku. Boro-boro itu, saat mengikuti pendaftaran OSIS pun aku tidak terpilih.
Aku adalah siswa dengan kemampuan rendah, yang sama sekali tidak pernah menjadi petugas upacara sekali pun dalam hidupku. Aku adalah siswa dengan bakat biasa-biasa saja. Menyanyi suaranya biasa-biasa saja, menggambar pun terlihat kaku. Aku adalah siswa yang ketika guru bertanya, “Apakah semua paham?” selalu mengangguk padahal sama sekali tidak mengerti apa-apa. Para guru pun hanya menyebut namaku saat absen. Itu pun mereka hanya melihatku sekilas, lantas kembali memperhatikan berkas absen, berikutnya.
Aku tahu aku tidak istimewa.
Aku adalah orang yang ketika berbaur menunggu orang lain untuk menyapa duluan. Aku juga orang yang pasif dalam percakapan. Aku paling benci tugas kelompok, karena ujung-ujungnya pastilah aku masuk kelompok buangan, dengan murid lain yang tersisa. Ketika presentasi pun aku tidak pernah menjadi moderator. Aku juga tidak punya circle. Sejatinya aku bisa bergaul dengan siapa saja, asal nyambung.
Penampilanku juga biasa saja, tidak ada keren-kerennya. Paling hanya memakai kaos dan celana seadanya, lalu mengenakan jaket yang selalu sama. Koleksi bajuku tidak pernah memenuhi lemari. Sebagian sudah sempit karena sudah lama, beberapa paket dari kerabat. Sisanya, ya terlihat oke-oke saja. Aku bahkan sudah lupa kapan terakhir kali membeli baju baru.
Wajahku apalagi. Untuk golongan orang biasa, ya biasa-biasa saja. Aku adalah orang yang mengandalkan filter. Akun sosial media kuprivate, followers-ku hanya kisaran 100-200 saja—itu pun sebagian besar teman-teman dari dunia maya—sementara following lebih banyak dari itu. Foto profil diambil dari internet, sok aesthetic. Postingan pun kosong. Jangankan postingan, selfie pun tidak ada satu pun di galeriku.
Nah, jangan tanya soal kisah cinta. Kita skip saja bagian itu.
Hidupku flat-flat saja. Tidak ada sedikit pun yang menarik dari potongan-potongan hidupku. Aku merupakan orang yang pasrah mengikuti alur. Ke mana tujuanku, tanyakan pada takdir.
Peranku adalah cameo. Aku adalah orang yang hanya melintas di belakang tokoh utama di dalam sebuah film. Terlihat sekilas, atau bahkan tidak terlihat sama sekali. Aku adalah salah satu dari kerumunan orang-orang di tenpat umum. Cameo yang bertugas untuk sekedar mengisi kekosongan background.
Aku bukan tokoh utama. Aku hanyalah figuran yang suka bermonolog.
Cerpen Karangan: Zahra Kirana Blog / Facebook: Zahra Wirawan
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 18 September 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com