Aku menatap keluar jendela kelas, hujan deras tengah terjadi diluar sana. Jam di dinding menunjukkan pukul 13:30. Sekitar setengah jam lagi bel pulang berbunyi. Aku menghembuskan nafas perlahan, bagaimana nanti aku pulang?. Aku tidak membawa payung.
Bel pulang berbunyi, semua siswa berhamburan keluar dari kelas. Ada yang langsung pulang dengan payung ada yang memakai jas hujan dan ada yang nekat menerobos derasnya air hujan, tapi ada beberapa yang memilih untuk menunggu hujan reda termasuk aku. Kelasku berada di lantai dua, sesekali aku mengobrol dengan teman temanku, meskipun tidak terlalu akrab dan hanya sebagai basa basi untuk menghabiskan waktu. Setengah jam menunggu di koridor kelas namun hujan belum juga reda. Aku mulai resah, bagaimana jika hujan reda masih lama?. Mama pasti akan khawatir di rumah.
Satu persatu teman temanku mulai bertindak nekat, mereka menerobos hujan karena hampir sejam hujan tidak juga reda. Mereka membiarkan seragam mereka basah, padahal hari esok masih akan dipakai. Terlintas di benakku untuk ikut menerobos, namun aku berfikir dua kali. Kuputuskan untuk menunggu, hanya ada aku sendirian di koridor kelasku. Aku menatap sekitar, ada beberapa anak kelas sebelah yang juga sedang menunggu hujan reda.
Ternyata masih ada teman sekelasku yang belum pulang, dia baru saja keluar dari ruang kelas. Sejak tadi dia di dalam ternyata. Namanya Aditya, ia mengucek matanya lalu mendekatiku yang sedang menikmati hujan.
“Belum pulang Nit?” Tanyanya, aku sedikit terkejut melihatnya. “Belum nih..” jawabku. “Aku kira kamu sudah pulang duluan” lanjutku. “Enggak. Aku ketiduran tadi di kelas, habis suasananya enak buat tidur.” Ucap Aditya sambil nyengir. Aku tersenyum simpul, lalu kembali melihat rinai air hujan. “Kenapa nggak nerobos hujan aja Nit?” Tanya Aditya. “Enggak ah, takut sakit ntar” jawabku. “Terus kamu mau nunggu sampai reda disini?” Tanya Aditya. Aku terdiam, sepertinya hujan masih lama untuk reda. “Aku sebenernya bawa payung, kamu mau ikut nggak? Kayaknya rumah kita searah deh.” Ucap Aditya, aku menoleh pada Aditya. Jika tahu dia bawa payung sudah sejak tadi aku akan meminta ikut. “Aku ikut deh kalo gitu.” Ucapku. Aditya merogoh tasnya dan mengeluarkan payung lipat yang berukuran tidak terlalu besar. “Ya udah, yuk” ajaknya. Kami menuruni tangga dan membelah derasnya air hujan dengan payung yang Aditya pegang.
Sebenarnya payung ini terlalu kecil untuk dua orang, namun ini jalan satu satunya agar aku bisa pulang. Tas ranselku dan lengan kananku sedikit basah terkena tampias air hujan. Aditya merangkul bahuku agar aku tidak terkena air hujan. “Maaf bukannya aku nyari kesempatan atau apa, baju sama tas kamu kena air hujan” ucap Aditya. Aku mengangguk. Saat itu detak jantungku tidak dapat aku kontrol, wajahku memerah. “Kita nunggu di halte yah” ucap Aditya, aku mengangguk.
Sampai di halte di depan sekolah aku segera memeriksa baju dan tasku yang sedikit basah. “Basah sedikit, bisa kering kok kalo disetrika” ucap Aditya melihat bajuku basah setengah. Aku mengangguk sambil tersenyum kecut. Aku melihat baju Aditya yang ternyata juga basah, melebihi basah di bajuku. “Baju kamu juga basah dit” ucapku. “Nggak apa apa.” Ucapnya sambil nyengir. Aku tertegun kenapa aku baru menyadarinya bahwa Aditya terlihat sangat menawan. Padahal selama sekelas dengannya, ia terlihat biasa saja. Saat ini ia terlihat sangat menawan.
Aditya menoleh padaku, aku terkejut ketahuan sedang memandanginya. “Kenapa nit?” Tanya Aditya. “E.. enggak kok” jawabku gugup. “Aku tau kamu tadi diam diam liatin aku” ucap Aditya lalu nyengir, wajahku sontak memerah. Aku membuang pandanganku, tidak ingin Aditya melihat wajahku yang sudah seperti kepiting rebus. “Tenang nit, aku cuma becanda kok.” Ucap Aditya lalu dengan santainya ia mencubit pipiku.
Ada apa denganku? Aku merasa hampir ingin jatuh karena ulah Aditya tadi, padahal pipiku sering jadi sasaran empuk tangan tangan nakal kakak laki lakiku. Ada apa dengan Aditya? Ia seperti sudah mengenalku sangat dekat, padahal sehari harinya ia bersikap biasa saja. Detak jantungku sedari tadi sudah tidak normal.
Bus yang kami tunggu sudah tiba, aku duduk di kursi paling belakang bersebelahan dengan Aditya. “Kebetulan yang sangat menyenangkan nit, rumah kita satu jalan.” Ucap Aditya tersenyum. Aku ikut tersenyum kaku. Aku melihat jendela bus, hujan masih turun.
“Aku suka hujan” ucap Aditya. “Aku sebenarnya juga suka hujan” ucapku. “Aku menyukai seseorang saat hujan” ucap Aditya. Aku menoleh. “Siapa?” Tanyaku. “Cinta pertama tidak boleh diumbar umbar kan?” Ucap Aditya tersenyum. Aku tidak ingin tahu siapa dia, yang terpenting sekarang aku harus menghilangkan perasaan aneh yang sedang menyelimuti hatiku. Aku terlalu terbawa suasana tadi, aku yakin itu.
Aku turun dari bus terlebih dulu, sedangkan rumah Aditya masih jauh. Mama sudah menunggu di halte dengan payung di tangannya. Ia sudah sejak tadi menungguku. Ia khawatir.
Sesampainya di rumah, terdengar suara notifikasi dari ponselku. Ada pesan masuk. “Kamu Nit” isi pesan itu singkat, dari Aditya. Aku masih belum paham apa maksudnya. Hingga beberapa hari kemudian aku tahu bahwa pesan itu adalah jawaban dari percakapan terakhir kami sebelum aku turun dari bus.
Cerpen Karangan: Seli Oktavia Blog / Facebook: Selliii Oktav Ya
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 21 September 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com