Lee Ji-Kwon, aku tidak terlalu kenal dia. Ia adalah anak kelas 9 di sekolahku. Tapi yang kudengar dari beberapa anak di kelasku. Dia keturunan Korea, Jepang dan China. Ayahnya Korea dan China, sedang Ibunya Korea dan Jepang. Banyak anak perempuan yang mengejar-ngejarnya di koridor sekolah waktu istirahat tiba. Tetapi ia terkenal cuek dan dingin.
Tapi jika dilihat sekilas, wajahnya mirip dengan ‘JY(Ji-Wai)’, anggota boyband ‘Havtime’ Boyband ‘Havytime’ resmi bubar 3 tahun lalu. Aku tidak tahu jelas kenapa membernya dibubarkan, padahal setahuku mereka tidak pernah bertengkar. Kalaupun mereka bertengkar, pasti beritanya tersebar heboh. Dan dari berita yang kudengar, boyband ‘Hapsong-I’ bubar karena salah satu anggotanya adalah umat muslim.
Para pegawai, staf dan atasan dari agensi ‘Hearh Happy (Heap) intertainment’, agensi yang mendebutkan ‘Havytime’, terus membujuk JY agar memberi warna menarik pada rambutnya. Apalagi ditambah para ‘Havyzen’ yang terus mendesak agar dandanan dan busana JY seperti yang lain. JY tetap menolak dengan tegas, akhirnya mau tidak mau boyband Havytime resmi dibubarkan.
Tentu saja semua pihak sedih, terutama para fans yang sangat mengelu-elukan idols-nya. Waktu itu, aku fans Havytime, namun karena kedua orangtuaku tidak menyetujuiku menjadi penggemar K-Pop. Maka, sekarang aku bukan lagi kpop-ers.
Aku ditugaskan oleh Bu Retno, wali kelas 7A untuk segera mengambil buku paket yang ada di perpustakaan bersama Riri, Fiona dan Ira. Bukannya malah membantu, ketiga temanku malah diam saja meninggalkanku membawa setumpuk buku yang berat ini. Huh! Kesal sekali! Diriku sebal!
“Ada yang bisa saya bantu?” Tanya seorang, kepalaku melongok mencari suara itu. Karena aku sudah hafal suara ketiga temanku tadi, aku yakin itu bukan mereka, dan benar saja.
Seorang lelaki jangkung berdiri di depanku. Kulitnya seputih batu giok, matanya sipit, dan bibirnya merah merona. Ditambah poni rambut yang dibelah tengah. Pipinya juga merah merona. Aku yakin, jika dia itu Ji-Kwon.
“Hei! Kau yang ada didepanku! Kenapa tidak menjawab,” bentaknya. Tentu saja aku terkejut. Refleks tanganku pun langsung melepaskan setumpuk buku yang aku pegang, kemudian mengenai kedua pasang kakiku yang hanya memakai kaos kaki. Aku meringis. Lelaki ini lumayan menyebalkan sekali.
Aku kemudian terpaksa memunguti buku-buku itu sendiri. Sepertinya, lelaki itu mengikutiku mengambil buku-buku yang berserakan di lantai. Ia menunduk dan menarik tanganku untuk berdiri. “Kakimu tidak apa-apa? Sepertinya kau sakit, buktinya kau tadi meringis kesakitan?” Tanyanya.
“Tidak,” jawabku datar sambil kembali mengambil buku yang jatuh tadi. Kulihat ia membantuku. Sesaat kemudian, aku tak dapat berdiri. Benturan tadi, membuat kakiku terluka, setelah aku membuka kaos kakiku ternyata ada memar yang cukup besar.
Aku kemudian mencoba bersandar di tembok perpustakaan. Tiba-tiba lelaki itu datang dengan membawa kotak P3K, juga tak lupa sebuah lap yang telah dibasahi oleh air hangat. “Kamu dapat darimana?” Tanyaku sopan. Lelaki itu tetap tak menjawab pertanyaanku. Kedua belah matanya terus berfokus kepada kakiku yang memar.
Ia kemudian mengompres kakiku yang memar dengan kain lap tadi. Kakiku menjadi agak baikan. Dengan hati-hati juga ia mengoleskan minyak yang biasa digunakan untuk memijat kaki yang kesleo, tetapi ia hanya mengoleskannya. Dan sepertinya ia tidak bisa memijat. Kemudian ia berkata dan menatap ke arahku, “Maaf, kamu mau maafin aku enggak?” “Iya, aku maafin,” Balasku sambil menerima permintaan maaf darinya. Kemudian ia membantuku berdiri.
“Kalau boleh tahu namamu siapa? Namaku Ji-Kwon Lee, biasa dipanggil Ji-Kwon, aku anak kelas 9A,” ceritanya sambil membawakan buku ke kelasku. Tentu saja aku tidak enak, apalagi kita baru kenal. Terlebih semua anak perempuan memandang kami dengan tatapan sinis dan tajam. “Namaku Reana Veny Yasmine, biasa dipanggil Rea aja kak,” ucapku dengan bergaya polos. “Oh, ini bukunya taruh mana?” Tanyanya ketika sudah sampai di kelasku. “Ditaruh di sini, saja!” Pintaku sambil menunjuk lantai di depan papan tulis. Walau sekolahku sekolah negeri, tapi lantainya sudah berkeramik, dan siswa/i yang masuk ke kelas harus melepaskan sepatu atau alas kakinya. “Thanks, kak!” kataku. “You’re welcome.” Ucapnya membalas sambil meninggalkan ruang kelasku.
Sejak kejadian kemarin, ia menjadi dekat denganku. Bahkan, ia pernah mengantarkanku ke sekolah, waktu motor yang ayah dan aku tumpangi bocor. Jadinya, mau tidak mau untuk tidak gerbangnya akan segera ditutup. Tetapi, banyak teman yang iri setiap melihatku berjalan dengannya. Tetapi kata Ji-Kwon, tidak usah digubris, acuhkan. Sedangkan ku hanya manggut-manggut, jika aku seperti mereka apa bedanya aku dengan mereka?
“Ehm, Rea boleh aku berbincang denganmu?” Tanyanya serius saat teman-temanku bermain di luar kelas, saat itu memang waktunya istirahat, tapi aku lebih memilih di dalam kelas. Tanpa kusadari Oppa sudah ada di depan bangkuku. “Boleh,” jawabku sambil menutup bukuku dan melipat tangan di depan dadaku.
“Saat aku mulai masuk ke gerbang sekolah ini, aku merasa aneh dengan pandanganmu, ada apa? Ada yang salah denganku?” Tanyanya penasaran. Aku sudah menduga ia akan berkata seperti itu kepadaku. Memang, jujur. Sejak pertama bertemu, sekilas ia mirip members grup ‘Havytime’. “Dari wajahmu sekilas, kau mirip salah satu members boyband, namanya Havytime. Havytime bubar setahun yang lalu,” tandasku padanya. Namun, reaksinya berbeda dari yang kupikirkan sebelumnya. Ia tetap tenang, dan kemudian berkata, “Oh, jadi karena itu… Itu sih terlalu rumit dijelaskan…” Penjelasannya terpotong oleh gerak-gerik kepalanya yang melihat sekilas ke kanan ke kiri dan se ruang kelas.
“Kenapa kau jadi bimbang?” “Sebenarnya aku member ‘Havytime’ itu, setelah kejadian itu, aku dan sekeluarga melarikan diri ke Indonesia agar gosip itu tidak tersebar luar,” katanya memulai ceritanya. “Terus, kenapa kau hanya mau dekat denganku?” Tanyaku yang dipenuhi rasa penasaran. “Karena saat aku baru bertemu denganmu, pandanganmu selalu aneh denganku. Aku takut, jika aku salah berteman, mereka akan membocorkan asal-usulku ini. Kalau boleh jujur Rea, aku suka kamu,” ucapnya sambil menaruh bibir merah meronanya di pipiku secara tiba-tiba.
Dag, dig, dug! Jantungku bergetar sangat kencang! Aku tidak tahu bakal seperti ini, tak terasa air mataku membahasi pipiku. “Cup… cup… cup… Jangan menangis!” hiburnya sambil menyibak poni rambutku.
“Saranghae, Oppa” Ucapku sambil memeluknya dengan erat.
Cerpen Karangan: Chisa Casinia Facebook: Lyodra Bianca
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 30 September 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com