Setelah setengah jam berada di ruang UKS, Anya kembali ke ruang kelas. Anya melihat ruang kelasnya sudah cukup berbeda setengahnya. “Anya! Lu udah baikan?” Tanya temannya yang berkalung biji pohon ek. “Iya gue udah baikan kok. Gimana? Udah selesai kah?” “Belom nih, nanti habis ini ketua kelas bakal bagi-bagiin tugas yang bakal ngejalanin cafe-nya.” “Oh, oke.”
Setelah persiapan hampir selesai dan jam sudah mulai sore, ketua kelas mulai mengumumkan tugas-tugas kepada murid yang lain. “Gue yang bakal nyiapin kostum maidnya nanti. Ollie lu harus jadi maid!” Ucap ketua kelas “HAH!? Ngga ngga ngga, gue ga mau!” “Gue udah bilang ke bu Reine kalo nilai lu bakal ditambah dan dipastiin lulus kalo mau ngelakuin ini. Soalnya bu Reine yang bakal ngehias kalian nanti.”
Ollie berpikir sejenak. Mengetahui nilainya yang sangat buruk ditambah kehadirannya yang jarang-jarang mungkin ini adalah satu-satunya cara untuk memperbaikinya.
“O-oke deh gue mau…” Jawab Ollie pelan. “Apa!? Ga kedengeran!!!” “OKE GUE MAU!!!!” “Oke kalo gitu udah diputusin, besok tinggal nyelesaiin semua dekorasi dan lain-lainnya.” Setelah itu ketua kelas membagikan tugas lain kepada murid-murid lainnya.
Jam sudah menunjukkan waktu sore, para murid satu per satu mulai meninggalkan sekolah. Hingga tersisa dua murid yaitu Ollie dan Anya. Anya mendapatkan giliran piket tetapi ia masih harus merapikan beberapa bagian sedangkan Ollie…
“Tumben lu belom balik?” Tanya Anya sambil merapikan isi tasnya. “E-emangnya kenapa? Suka suka gue.” Ollie gelagapan tak mau niatnya terbongkar. “Yaudah, gue duluan ya.” Anya bangkit dari bangkunya dan mendorong bangkunya masuk ke dalam meja. “Eh! Tunggu!” Ollie menarik tangan Anya mencegahnya pergi. “Kenapa lagi?” Tanya Anya menduga ia akan dirundung lagi. “M-makasih ya buat yang tadi.” Ollie mengucapkannya dengan nada yang sangat pelan. “Hah!? Lu ngomong apa sih?” Tanya Anya yang tak mendengar suaranya dengan jelas. “Pokoknya lo harus dateng ke festival!” Ollie langsung bergegas meninggalkan Anya begitu saja. “Ga jelas banget si tuh orang.” Anya berjalan keluar kelas sambil tersenyum kecil.
Hari festival pun tiba. Baru beberapa menit festival dibuka, kelas Ollie sudah dipenuhi orang-orang. Bukan karena menu makanan yang disajikan melainkan karena pemandangan yang disajikan.
“Buset, gila bener.” Itulah kata-kata yang sering keluar ketika pria-pria mendatangi kelas mereka. “Si Ollie beda banget njir! Mantap cuk!” Ucap salah satu pelanggan yang sudah duduk di salah satu meja ketika melihat Ollie mengenakan pakaian seorang maid. “Heh! Awas lo ya!” Ollie menggebrak mejanya. “OLLIE!” Si ketua kelas membentak Ollie. “M-maaf! Selamat menikmati makananya! Hehehe.” Ucap Ollie kepada pelanggan itu dengan tatapan menyeramkan.
Hari sudah mulai gelap, dan puncak dari festival hampir tiba. Setelah melewati kegiatan yang melelahkan, kelas Ollie merayakannya. “Semuanya! Terima kasih atas kerja kerasnya!” Ucap ketua kelas dengan penuh semangat, murid lainnya pun menyambut dengan tepuk tangan. “Sebagian besar karena Ollie, banyak pelanggan ke sini gara-gara mau ngeliat Ollie.”
“Ya gimana ga mau ngeliat, Ollie keliatan mantep banget pake baju maid,” ucap si rambut nanas. Kepalanya langsung kena pukul Ollie. “Tapi semua juga udah berusaha keras. Sekarang kita bisa bebas,” ucap ketua kelas dan seluruh kelas pun bubar setelah membereskan sisa-sisa kekacauan di dalam kelas.
Ollie menghampiri Anya yang sedang melihat keluar jendela. “Anya ikut gue!” Ollie menarik tangan Anya. “Eh! Apa nih?” Anya hanya pasrah dan mengikutinya. “Ikut gue ke rumah hantu.” “Loh kenapa nggak sendiri aja?” “Bukannya lo mau masuk ke rumah hantu?” Ollie menghentikan langkahnya. “Iya sih, tapi kayak ada yang ga beres kalo lo yang ngajak.” “Udah ikut aja! Atau gue tinggal!” “Yaudah deh, daripada sendirian juga.”
Di depan rumah hantu mereka bertemu dengan bu Reine sendirian mengenakan pakaian yang sangat sederhana.
“Loh bu Reine? Kok diem aja di sini?” Tanya Ollie. “E-eh e-engga kok c-cuma lagi nunggu temen aja, hehe.” Jawab Reine kaget dan berusaha menyembunyikan ketakutannya. “Ibu mau masuk juga?” Tanya Anya. “Em… uh… gimana ya? Temen ibu kayaknya juga mau dateng sebentar lagi.” “Hmmmm? Udah ikut kita aja bu, ayo!” Ollie pun ikut menarik tangan Reine memasuki rumah hantu. “E-eh t-tunggu!” Reine berusaha menolak tetapi tenaga Ollie lebih besar dan mereka juga sudah memasuki wilayah rumah hantu.
Suasana yang sangat mencekam, mereka langsung dihadapi oleh lorong yang hanya dihiasi lilin kecil dengan jarak yang sangat jarang sehingga pandangan mereka terbatas.
“A-anya lo duluan ya,” ucap Ollie. “Loh kok gue? Kan lo yang ngajak.” “Ta-tapi tapi tapi kan lo yang paling mau masuk ke sini.” “Jangan bilang lo juga…” “U-udah, biar ibu yang jalan duluan.” Reine mencegah pertikaian mereka, meskipun Reine juga ketakutan.
Mereka berjalan dengan sangat berhati-hati, satu lilin, dua lilin, tiga lilin mereka lalui dengan aman dan tidak terjadi apapun.
“Apa ini ga nyeremin sama sekali!” Ollie menjadi sombong. Tiba-tiba dari samping Ollie, terlihat wajah yang menyeramkan. “WAAAAAAA!!!” Ollie menjerit sangat keras dan terjatuh, membuat Anya dan Reine menghentikan langkah dan menghampirinya. “Lo kenapa?” Tanya Anya berjongkok di depannya. “Ka-kalian emang ga liat! Ta-tadi tadi ada kepala!” “Ja-jangan ngarang kamu, ibu ga liat apa-apa kok.” Reine sedikit panik.
Ollie pun berdiri dan mereka berjalan kembali, tapi kali ini Ollie berada di tengah. “Ka-kalian jangan jauh-jauh dong,” ucap Ollie sambil menengok ke kanan-kiri dinding yang ada di sepanjang jalan. “Emang segini belom deket?” Tanya Anya yang berdiri dibelakangnya hanya beberapa senti sampai tubuhnya menempel ke tubuh Ollie. “Tangannu juga udah erat banget megang baju ibu gini.” Lanjut Reine yang sedikit risih karena genggaman Ollie yang sangat erat.
“WAAAAAA!” Ollie dan Reine berteriak hampir bersamaan ketika terdengar suara ketukan keras dari balik tembok yang ada didepannya. “I-itu itu suara apaan?” Tanya Ollie yang kini memejamkan matanya dibalik tubuh Reine, genggamannya semakin erat. “O-Ollie… I-ibu ga bisa nafas…” Reine merasa lehernya sedikit tercekik karena tarikan Ollie di bajunya. “Ma-maaf.” Ollie meregangkan genggamannya. “A-anya kamu duluan deh,” ucap Reine. “Kalian ini emang payah.” Anya pun melangkah maju, Ollie berada di belakangnya diikuti Reine.
Setelah berbelok dari dinding itu, cahaya kemerahan menyelimuti lorong dan suara-suara hantu juga mulai bermuculan.
“Eeek!!” Ollie sangat ketakutan dan menahan pundak Anya. “Kayaknya sebentar lagi kita bakal keluar,” ucap Anya, melihat ujung dari lorong yang berwarna merah itu ada sebuah pintu yang terbuka namun terlihat gelap di dalamnya. “A-ayo jalan,” ucap Ollie.
Baru beberapa langkah mereka berjalan, ada sebuah bayangan hitam melintas melewati pintu keluar itu. “WAAAAAAAA!” Ollie langsung menunduk dan Reine juga menutup matanya dengan kedua mata. “Oi, ini kita kapan keluarnya?” Anya melihat ke arah Ollie dan Reine. “Ga mau…” Ollie merintih. “O-Ollie ayo kita sebentar lagi sampe loh.” Reine berusaha membangkitkan semangat Ollie setelah menahan rasa takutnya. Tetapi Ollie masih tetap merunduk. “Ollie Ollie Ollie ga bisa huaa aaa.” Ollie tidak bisa lagi menahan rasa takutnya dan menangis. “Gimana nih bu? Anya panggil temen-temen aja kali ya?” Tanya Anya. “Ngga ngga! Jangan panggil yang lain!” Ollie tiba-tiba langsung bangkit dan mengusap-usap wajahnya. “Gue harus lewatin ini.”
Baru beberapa langkah berjalan lagi tiba-tiba sebuah benda jatuh dihadapan mereka, “KYAAAAAA!!!” Ollie menjerit lagi dan membenamkan kepalanya dibalik Anya. “Apa sih? Itu cuma boneka.” Mereka berjalan lagi tetapi Ollie masih membenamkan wajahnya. “Ollie, kalo lu gini gue susah buat jalan,” ucap Anya yang menahan berat Ollie. “Tapi tapi tapi tapi.” “Hhhh, yaudahlah.”
“WAAAAAAA!!!” Tiba-tiba Reine menjerit dan berlari melewati Anya. “Loh bu! Tunggu!” Anya berusaha mengejarnya tetapi tubuh Ollie menghambatnya. Reine berhenti tepat dipertengahan jalan. Anya dan Ollie berjalan perlahan menghampirinya.
Suara-suara hantu semakin kencang dan menyeramkan.
“A-anya kita jalan samping-sampingan aja,” ucap Reine. “Tapi lorongnya sempit begini bu, ga muat tiga orang samping-sampingan.” “Gapapa dempet-dempetan aja!” Reine mendekati Anya, Ollie pun berpindah ke samping Anya, namun tetap membenamkan wajahnya dan tak mau melihat ke depan.
Anya kini berada ditengah-tengah dan mereka pun melangkah dengan sangat perlahan. Ada suara tawa wanita di samping mereka dan semakin lama semakin dekat.
“Anya Anya Anya ayo cepetan.” Ollie menggoyangkan baju Anya dengan cepat. “Aduh aduh, ya gimana mau cepet kalo kalian begini!?” “Ayo lari dihitungan ke tiga,” saran Reine. “Yaudah, ayo,” ucap Anya dan bersiap, “Ollie lu berani kan?” Tanyanya sebelum menghitung. “I-iya…” “Bukan salah gue ya kalo lu ketinggalan. Oke, satu… dua… TIGA!”
Mereka pun langsung berlari sekuat tenaga, Ollie berlari sambil sedikit menunduk dan mengahalau pandangannya dengan tangannya, “WAAAAAA!!!!” Teriak Ollie sepanjang jalan, Ollie berada di depan sedangkan Anya dan Reine cukup berdekatan.
Ollie mendobrak pintu yang berada di dalam ruang gelap dan langsung keluar dari rumah hantu itu. Anya dan Reine pun menyusulnya.
“Huh…. Akhirnya.” Anya melepas nafasnya. “Hah…hah…hah.” Ollie tersengal-sengal. “Hahahaha tadi itu seru juga,” ucap Reine. “Seru! Bukannya bu guru juga ketakutan!?” Tanya Ollie. “Iyalah, kapan lagi ngeliat Ollie kayak tadi, hahahaha,” canda Reine. Ollie menahan rasa malunya. “Iya tadi itu seru banget. Makasih ya Ollie,” ucap Anya dengan senyuman. “I-iya sama-sama.”
“Ngomong-ngomong, kalo lu penakut gini kok ngajak gue buat ke sini?” “So-soalnya, lu udah nyelametin gue pas jatoh, gue ga bisa cuma sekedar ngucapin terima kasih.” “Wah wah wah, ternyata Ollie punya sisi lembut juga,” ucap Reine dengan nada ngeledek. “Apa sih bu guru!? Udah ah, bentar lagi kan puncak festival. Ayo Anya!” Ollie menarik tangan Anya dan meninggalkan Reine. “Makasih ya bu!” Teriak Anya. “Dasar,” ucap Reine dengan nada pelan sambil tersenyum.
“Eh, ibu? Tadi masuk ke sini? Gimana seru ga?” Ucap salah satu murid. “Iya tadi ibu masuk ke sini. Kamu dari kelas yang buat ini?” “Iya bu bener.” “Seru sih, apalagi tadi pas ada bayangan hitam lewat di depan pintu keluar, sama ada yang ngetuk pundak ibu.” “Hah?” “Eh?” “Kelas kita orang-orangnya cuma ada dibalik tembok kok, ga ada yang jaga di luar.”
Reine pun jatuh pingsan.
Cerpen Karangan: Hydarnus Blog: hydarnusnote.blogspot.com
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 14 Oktober 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com