Bel sekolah telah berbunyi yang menandakan bahwa pembelajaran hari ini sudah selesai. Murid-murid mulai berhamburan keluar dari kelas karena sudah muak dengan pelajaran hari ini, ditambah lagi dengan adanya ulangan matematika mendadak di jam pelajaran terakhir yang membuat seluruh insan di dalam kelas ingin mengutuk diri mereka sendiri.
Tak terkecuali Leona, ia sangat payah dalam hal hitung-menghitung sejak dulu, sehingga hanya empat dari sepuluh soal yang bisa ia jawab, itu pun meragukan. Gadis itu sekarang sedang menunggu ojek online yang dia pesan lima menit yang lalu namun sampai sekarang belum kunjung datang. Tidak biasanya ia memesan ojek online karena ia selalu di antar jemput oleh supir rumah, Pak Rafli.
Saat sedang asyik menunggu. Dante datang dengan motor besarnya yang menurut Leona ‘butut’ karena knalpotnya yang berisik, sudah seperti pemiliknya, pikir Leona. Dante memberhentikan motornya tepat di samping Leona yang sedang menunggu sambil menatap lurus ke depan mencari ojeknya, seolah-olah tidak melihat keberadaan Dante.
“Cepat naik.” kata Dante, yang membuat Leona melihat ke arahnya. “Hah? Apaan dah lu tiba-tiba.” “N.A.I.K. NAIK.” “Nggak mau, orang gua udah pesan ojek.” “Pasti Pak Rafli hari ini gak bisa jemput kan gara-gara dia sakit.” “Kok tau?” “Iya, gua kan Dilan.” “Mulai deh gak jelas, eh lagian gua juga udah pesan ojek, lu gak denger tadi gua ngomong?” “Batalin.” “Jeh nggak mau, nggak baik Dan membatalkan rezeki orang.” kata Leona dengan nada seolah-olah sedang menceramahi. “Ah lama.” Dante langsung mengambil ponsel milik Leona dan menekan tombol cancel berwarna merah pada aplikasi tersebut.
Melihat hal itu tentu membuat Leona kesal dan langsung merebut ponselnya dari tangan Dante. “Ih lu sembarangan banget sih, gua udah nungguin dari tadi malah lu batalin.” “Buat apa nunggu? Kan ada gua.” “Mending lu jauh-jauh deh sana.”
“Naik.” “Nggak mau.” “Cepat dih naik lama banget buset tinggal naik aja susah.” “Lu apa-apaan sih dibilang gua nggak mau naik motor lu. Butut tau gak.” “Gua gak menerima penolakan.” “Halah bahasa lu udah kayak cowo-cowo novel gak mempan gue.” kata Leona sambil menoyor kepala Dante. “Leo plissss banget ini mah, gua harus ekskul futsal hari ini.” “Iya udah sono siapa yang ngelarang?” “Iya tapi emak lu nyuruh gua buat anterin lu pulang hari ini, kalo nggak lu mau gua dijadiin perkedel hah? Kalau lu sampai kenapa-kenapa yang kena semprot tuh gua, gak cuma sama emak lu doang tapi sama emak gua juga”
Leona memang tidak pernah pulang sekolah sendirian, ia selalu dijemput oleh Pak Rafli yang menjadi supir sekaligus tukang kebon rumah. Namun hari ini Pak Rafli sedang sakit sehingga Leona harus pulang bersama Dante, karena tadi pagi ibunya menelepon ibu Dante agar anaknya bisa pulang bersama, lagi pula pikir ibunya tidak masalah karena Dante dan Leona sudah berteman sejak kecil.
Namun sang ibu tidak tahu seiring bertambahnya usia mereka, Leona dan Dante tidak seakrab dulu lagi, Leona sudah banyak berubah dan bertemu dengan teman-teman baru sementara dante tidak pernah berubah dari dulu, ia masih menjadi anak yang jahil namun banyak disukai oleh teman-temannya karena sifatnya yang ceria, baik dan juga pintar. Mungkin faktor wajah juga mendukung mengingat Dante cukup tampan dan punya banyak penggemar. Tidak sedikit perempuan yang menyukainya, namun Dante hanya menanggapinya dengan candaan semata.
Dante, anak populer dengan ribuan pengikut di akun Instagram-nya, bisa dibilang paling banyak satu SMA Dirgantara. Mempunyai banyak sekali teman di dalam dan di luar sekolah mengingat ia adalah anak yang mudah bergaul dengan siapapun. Isi DM-nya? Nggak usah ditanya, udah kayak asrama miss kecantikan. CEWE SEMUA.
“Ck iya udahlah.” Leona pasrah. “Gitu dong dari tadi.” kata Dante, tersenyum dengan penuh kemenangan.
Leona naik ke motor dante yang ia sebut ‘butut’ tadi, padahal sebenarnya motor yang dikendarai Dante dan sudah layaknya teman yang selalu menemani kemanapun laki-laki itu pergi, sangat jauh dari kata ‘butut’. Kawasaki Ninja 250, motor gagah berwarna hitam, yang menjadi incaran anak muda jaman sekarang. Namun Leona tidak salah saat berpikir knalpotnya memang berisik.
Saat Leona sudah duduk di atas motor, Dante melihat wajah cemberut gadis itu dari spion. Lucu, Pikir dante. Dilanjutkan melihat kebawah dan belom ada tangan yang melingkar di perutnya. Lalu Dante tersenyum.
“Pegangan jangan?” “Udah pegangan ini, cepat sih jalanin motornya, malu diliatin orang” kata Leona sambil berpegangan pada besi di belakang jok motor. “Bukan disitu tapi disini.” tanpa ragu-ragu Dante menarik kedua lengan Leona lalu melingkarkan di perutnya. Leona yang tersadar pun langsung dengan cepat menarik tangannya kembali “apaan si nggak mau, nggak suka.” “Iya udah kalo gak mau.” Leona sedikit kaget dengan respon yang diberikan Dante, tumben nurut. Namun Leona salah, karena bukan Dante namanya jika ia menyerah secepat itu, terbukti dengan ia yang menjalankan motornya secara tiba-tiba dan langsung mengeremnya dengan mendadak, otomatis membuat Leona terdorong ke depan dan memeluknya.
“Nurut sekali ini aja sama gua bisa gak? Ini udah gerimis, dingin, gua harus cepat nganterin lu pulang dan gua gak mau lu jatuh di jalan, udah tau motor gua tinggi, pegangan.” alasan yang masuk akal. “Iya udah, ayo jalan”
Dante melajukan motornya, membuat beberapa murid yang berada di depan gerbang sekolah menyingkir ke samping karena mendengar suara yang dikeluarkan oleh motor besar Dante di belakang. Semua mata hanya tertuju pada mereka, beberapa gadis mengernyit melihat Leona yang memeluk Dante di atas motor, mungkin membuat mereka panas ditengah kota Jakarta yang sedang dingin.
“Malu.” kata Leona sambil menunduk dan menumpukan kepalanya pada punggung Dante. Dante tersenyum “Kenapa malu, cantik?” Leona tidak tersipu. Ia sudah sangat hafal dengan gelagat Dante yang memang suka menggoda. Namun cubitan kecil sepertinya tidak masalah, yang menerima cubitan pun hanya sedikit meringis dan tergelak.
Sepertinya hari ini hujan memang senang menyapa bumi, sejak pagi udara memang dingin, membuat beberapa orang memilih untuk meringkuk di bawah selimut dan memeluk guling kesayangan mereka dari pada melakukan aktivitas lain. Leona dan Dante, masih berada di atas motor, dengan seluruh kecanggungan yang menguasai keduanya. Namun mereka diam-diam menyalahkan mengapa sang kota metropolitan menjadi sangat sepi hari ini dan berpikir mungkin satu atau dua kali klakson dapat membantu menghantam kecanggungan itu.
Tidak tahan lagi, akhirnya Leona memutuskan untuk membuka pembicaraan lebih dulu. “Dari dulu lu gak pernah berubah ya, masih sama, iseng, demen jahilin orang.” entah mengapa namun Leona juga tidak mengerti kenapa ia harus memilih topik tersebut. “Ya emang, kan yang berubah lu.”
Sepertinya perjalanan ini akan panjang.
“Setiap orang tuh pasti berubah Dan, karena makin lama kita makin gede, gak bisa main-main terus, ketemu sama manusia-manusia dan tantangan baru seiring umur kita bertambah yang otomatis nuntut kita untuk semakin dewasa, jaga sikap, perilaku, tindakan dan omongan kita. Mau sampai kapan kita kayak anak kecil terus?”
“Kita cuma remaja tujuh belas tahun yang mau bersenang-senang ditengah lika-liku mikirin masa depan, Leo. Kita bahkan belum dewasa.” Mendengar jawaban Dante, Leona hanya diam, tidak lama laki-laki itu membuka suaranya kembali “Setelah lulus sekolah, banyak temen-temen kita yang akan lanjutin kuliah, mungkin ada yang ke luar negeri, mungkin ada yang nerusin usaha orangtua, mungkin ada yang langsung kerja, atau mungkin ada yang berencana untuk dilamar?”
Keduanya tergelak mendengar kalimat akhir Dante barusan. “Tapi sekali lagi, kita semua cuma remaja tujuh belas tahun, kita bermain dan bersenang-senang bukan berarti kita lupa sama masa depan tapi karena kita mau nikmatin masa remaja yang gak akan bisa diulang lagi, padahal mah pas main, masih aja tuh kepikiran nanti gede mau jadi apa.”
Mendengar jawaban Dante, Leona sepertinya setuju. “Bener sih Dan, kita hidup cuma sekali, kayaknya gak ada salahnya juga buat bersenang-senang dimasa remaja.” “Dan gak akan pernah salah.” lanjut Dante.
“Omong-omong setelah lulus nanti, rencana lu apa?” tanya Leona. “Ngelamar.” “Ngelamar kerja?” “Ngelamar lu kali ya?” “Sok iye banget becandaan lu” lagi-lagi keduanya tertawa bersama.
“Kalau lu apa?” kini giliran Dante yang bertanya. “Gua mau lanjut kuliah, mungkin sambil kerja biar mandiri, pengen juga nanti ikut organisasi di kampus biar bisa cari pengalaman baru, atau mungkin kenalan sama kating ganteng yang zodiaknya Aquarius.” “Kenapa Aquarius?” “Romantis.” “Gua gak nyangka sih, lu suka yang roman-roman gitu, pantesan selama ini usaha gue sia-sia.” “Maksudnya?” “Gapapa.” Jujur, di dalam hati Leona, sebenernya, ia paham maksudnya, ia agaknya mengerti perasaan Dante padanya, namun mengapa ia berpura-pura?
Hening kembali melanda keduanya, Leona masih dengan setia memeluk Dante di atas motor dan menyadarkan kepalanya pada punggung laki-laki itu. Hingga sekarang Leona seperti dihantarkan ribuan volt listrik dalam dirinya, karena Dante tanpa basa-basi mengatakan hal yang tidak pernah ia dengar untuk keluar dari mulut laki-laki itu.
“Gua sayang sama lu, Leo” tampaknya laki-laki itu juga gugup hingga ia menggigit lidahnya sendiri. Namun belum ada balasan dari gadis dibelakangnya. “Leo, gua pikir, gua sayang sama lu cuma sebagai temen kecil aja, karena dulu lu cengeng, sering banget jatuh dari sepeda, bahkan nangis cuma gara-gara gak bisa kerjain pembagian pas kelas 2 SD, jadi gua ngerasa harus lindungin dan bantuin lu terus, tapi lama-kelamaan gua ngerasa kalau gua gak cuma sayang sama Leona umur enam tahun tapi juga sama Leona yang sekarang, Leona umur tujuh belas tahun, Leona yang udah tumbuh dengan baik walaupun masih cengeng dan payah matematika.” bahkan setelah pengakuannya yang panjang lebar, gadis itu belum juga memberikan balasan.
“Leo.” panggil Dante. “Leo?” panggil Dante sekali lagi. Hingga laki-laki itu sadar bahwa kedua lengan Leona sedikit melonggar pada pelukan di perutnya. “Ketiduran ternyata.” Dante hanya tersenyum.
Sebenarnya gadis itu tidak tertidur. Ia dengan jelas mendengar seluruh kalimat yang diutarakan Dante padanya, hanya saja ia tidak tahu ingin membalas apa. Sebelas tahun bukanlah waktu yang singkat untuk menyayangi seseorang, Leona selama ini tahu perasaan Dante padanya, hal itulah yang menjadi alasan Leona menjauh dari Dante, alasan tentang mereka semakin bertumbuh dewasa? Itu hanyalah omong kosong, namun hari ini Dante cukup membuktikan bahwa ia menyayangi Leona dengan tulus.
Masih banyak hal tentang Dante yang tidak diketahui oleh Leona. Termasuk saat Dante lebih memilih bersekolah di SMA swastanya yang sekarang disaat dirinya lulus seleksi untuk masuk ke salah satu SMA Negeri Unggulan di Jakarta, namun ia menolaknya, karena mengetahui ternyata Leona tidak lulus seleksi tersebut dan memutuskan bersekolah di SMA Dirgantara. Meskipun SMA Dirgantara juga merupakan sekolah yang sangat bagus.
Kini Leona menjadi bingung dengan perasaannya sendiri, haruskah ia senang saat Dante menyukainya? Apakah perasaan semacam ini akan merusak pertemanan mereka yang sudah dibangun sejak kecil? Apakah ia menyukai Dante juga?
Entahlah, namun saat Leona sedikit mengintip dengan satu matanya dan melihat ke arah langit, ia tidak pernah menyadari sebelumnya, betapa langit bisa menjadi seindah ini setelah hujan.
Cerpen Karangan: Laura Caroline
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 24 Oktober 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com