Angin berhembus lembut menyapa, bintang bertaburan di langit menemani malam yang merenung. Bulan purnama merekah sempurna, di bawah sinarnya terduduk seorang lelaki dengan pakaian serba putih lengkap dengan kopiahnya sedang memegang sebuah kitab suci dan melantunkanya. Suaranya yang merdu dapat membuai insan yang mendengarnya.
Setelah selesai membacanya, ia menadahkan kepalanya ke langit dan mendapati malam terbit dengan mewahnya. Setelah melihat keindahan tersebut, ia langsung teringat dengan masa lalu yang menariknya kembali untuk mengingat kejadian kelam itu.
“Anak seperti lu enggak pantas dilahirkan di dunia! Hanya akan menjadi sampah masyarakat. Mendingan lu balik aja sana ke rahim ibu lu!” ucap pemuda bernama David seraya menunjuk dadanya lalu tertawa puas. “Gue tahu lu memang anak yang cerdas, punya semua yang lu inginkan. Tapi, enggak seharusnya lu menghina orang yang lemah,” bantah Elga seraya melepaskan tangan David yang berada di dadanya. “Kenapa memangnya? Lu enggak terima? Emang kenyataanya lu itu anak yang bodoh, enggak berguna. Lu enggak pantas sekolah disini, lu hanya akan memalukan nama sekolah. Mendingan lu keluar dari sekolah ini!” jawab David angkuh.
Jlebb! Kalimat yang dilontarkan David begitu menusuk jantungnya. Baru pertama kali ia mendengarkan kalimat yang membuat tubuhnya kaku. Ia memang kerap menjadi bahan ejekan dari David dan kawanya. Tapi enggak pernah separah ini David mengejeknya. Ia ingin melawan, tapi ia tak punya kekuatan untuk membalasnya. David memang terkenal penguasa di sekolahnya. Ia gemar menghina orang yang dianggapnya lemah, seperti Elga. Itu karena Elga berbeda dengan beberapa objek bully-an yang lain. Walaupun ia sering diejek tapi ia sering membantah omongan David.
“Suatu saat nanti, gue pastikan lu menyesal karena telah menghina gue,” elak Elga sembari meyakinkan dirinya atas ucapan yang dilontarkanya tadi. “Hah! sampah seperti lu mau mengalahkan gue? Ingat, ya! sekalinya sampah tetap sampah! Jangan bermimpi terlalu tinggi deh, karena kita beda kasta. Dasar sampah!” Setelah mengucapkan kalimat tersebut, David berlalu meninggalkan Elga di tempat duduknya.
Setelah kejadian tadi, Elga menanamkan tekad yang kuat untuk membuktikan ucapanya kepada David, ia yakin suatu saat Elga bisa mengalahkan David.
“El, ngapain lu disini?” Tanya temanya yang langsung membuyarkan lamunan Elga. “Eh pras, ngagetin aja lu, gue tadi enggak bisa tidur, akhirnya gue kesini buat persiapan hafalan besok,” jawab Elga lalu menutup alquran yang dipegangnya. “Lah lu sendiri tumben malam-malam begini belum tidur, biasanya lu yang paling awal tidurnya,” Tanya Elga sembari menatap temanya itu. “Iya, gue bangun karena denger suara orang mengaji dari teras, tiba-tiba suaranya menghilang. Gue jadi penasaran sama suara tersebut. Terus gue samperin ke teras eh ternyata itu lu El,” Jawab Prasetyo menjelaskan kronologi. Elga mengangguk paham. Kemudian, ia melirik jam tangan di pergelangan kirinya telah menunjukan pukul satu. Angin malam yang sejuk membuat rasa ngantuk mereka semakin tak karuan. Akhirnya mereka kembali ke kamar, lalu terbaring di kasur masing-masing.
Bel asrama yang nyaring membangunkan paksa para santri yang sedang terlelap. Mereka langsung bergegas menyiapkan diri untuk pergi ke masjid guna menjalankan kewajibannya. Dengan mata yang masih mengantuk, Elga berjalan menuju masjid yang letaknya tak jauh dari asrama. Setibanya di sana, Elga langsung mengambil air wudu. Selesai berwudu, Elga mulai menyalakan lampu masjid yang masih padam. Tak lama kemudian adzan subuh berkumandang, para santri pun berbondong bondong masuk ke masjid untuk solat subuh.
Selepas Subuh, para santri berbaris untuk menyetorkan hafalan Al-Quran nya kepada para ustadz, Elga sendiri terbagi di kelompok 5 bersama ke empat temanya. Pagi ini ia menyetorkan 6 halaman Al-Quran dan mendapat nilai A dari ustadznya. Setelah itu, ia kembali ke asrama untuk membersihkan kamar. Ketika sampai di kamar, ia mendapati kedua teman yang bertugas piket sedang tertidur.
“Kar, Don bangun woy, sekarang tugas kita piket!” Elga mencoba membangunkan keduanya “Hmmm, iya bentar El, 5 menit lagi deh,” alibi Afkar “Iya El, mata gue masih ngantuk banget nih,” sambung Doni “Ga mau, 5 menit lu tuh sama kayak 1 jam, udah ayo bangun! Jangan kayak kebo kerjaanya tidur mulu!” Jawab Elga sembari menggerakan tangan keduanya.
Akhirnya mereka bangun dengan nyawa yang masih dalam kayangan. Dengan mata yang masih mengantuk, mereka bertiga membersihkan kamar dari debu yang menempel di sudut-sudut tembok dan sampah yang berserakan di lantai. Setelah selesai membersihkan kamar, mereka bertiga tertidur di lantai yang baru dibersihkan.
“El bangun, nanti kita ada pengajian kitab sama Ustaz Taufiq.” Prasetyo membangunkan Elga. Sontak Elga yang semula tertidur langsung terbangun. “Pengajianya dimulai jam berapa pras?” Tanya Elga yang baru saja membuka matanya. “Nanti sehabis dzuhur, sekarang masih jam 11, mendingan lu mandi dulu sana. enggak enak kalau Ustaz Taufiq mencium bau kecut tubuh lu,” jawab Prasetyo sembari menghimpitkan tanganya di hidung.
Tak berselang lama, Elga langsung menyambar peralatan mandi yang terletak di samping lemari kayu. Ia bergegas menuju kamar mandi. Ketika tiba di kamar mandi, ternyata para santri sudah memenuhi bilik tersebut sebelum dirinya. Akhirnya ia mengantri sambil berbincang-bincang dengan yang lainya.
Alunan adzan menggema bebas di udara. Lengkingan variasi tercipta karenanya. Begitu menyejukan, suara yang begitu khas dari seorang insan menghiasi siang ini. Elga lah dalang tersebut. ia baru saja menyerukan perintah dari yang maha kuasa. Setelahnya, senandung pujian disenandungkan oleh beberapa santri.
“ya hayyu ya qoyyum la ila ha Illa anta subhanaka inni kuntu minadzolimin.” Begitu besar makna yang terkandung dalam pujian tersebut. sehingga para santri sangat khusyuk dalam menyenandungkan pujian tersebut. 10 menit kemudian, imam datang. Pujian diakhiri dengan iqomah dan solat berjamaah pun segera dilaksanakan.
Selepas jamaah, Elga beranjak dari tempat solatnya dan segera mengambil kitab yang ia taruh di dekatnya. Sajadah yang ia pakai sholat tadi, ia gelar sebagai tempat duduk ustadz yang akan mengaji kitab. Elga mencari tempat duduk terdepan agar bisa khusyuk menyimak pengajian dari ustadnya. Pengajian berlangsung 1 jam, Ustadz Huda yang mengajar pengajian sangat mahir dalam mengendalikan situasi. Ketika ia lihat para santri ada yang mulai mengantuk, ia selipkan sedikit candaan untuk mencairkan suasana kembali. Selepasnya ia menjelaskan lagi tentang kitab yang dikajinya secara detail.
“Itu yang tidur tolong dibangunin! Kalau kelamaan tidur bisa pindah alam nanti,” perintah Ustaz Huda. “Nggeh tadz.” “Mungkin semalem dia habis ngeronda, makanya sekarang mengantuk,” canda Ustaz Huda yang disambut gelak tawa para santri.
Pengajian diakhiri dengan kalimat Wallahualam bissawab, kalimat yang paling indah bagi santri ketika sedang mengajii. Kalimat yang selalu dinanti selain kiriman dari orang tua. Sehabis pengajian. Santri melakukan kegiatan mandiri, Elga pun memilih untuk bermain laptop di kamarnya. Ketika sedang asyik bermain laptop, Prasetyo tergopoh-gopoh mendatangi Elga. Napasnya terengah-engah ketika di hadapannya. Elga yang melihatnya hanya menggelengkan kepala.
“El… el… el” panggil Prasetyo “Ada apa si Pras? Datang-datang kayak orang habis dikejar setan aja,” “Buka IG David sekarang!” Perintah Prasetyo. Seketika itu, Elga yang tadinya sedang berkutik di artikel, langsung melihat ig rival lamanya dulu. Begitu terkejutnya Elga ketika melihat postingan terbaru david. Ia akan mengikuti olimpiade geografi nasional, bukan hal yang istimewa david mengikuti lomba tingkat nasional. Tetapi caption yang dituliskan oleh david lah yang menjadi masalah buat Elga. “Saya siap menjadi pemenang olimpiade geografi tahun ini, tidak akan ada yang bisa mengalahkan saya. Bersiap-siaplah kalian yang mengikuti olimpiade menerima kekalahan.” tulis David angkuh di caption postingan ig nya. “Tungggu aja nanti david, gua akan buat kejutan buat lu!” ucap Elga dalam hati. Elga memang bukan anak yang pintar. Tetapi, ia terkenal karena kerajinan dan ketekunannya ketika mendalami suatu materi. Itulah kelebihan yang dimiliki olehnya.
Olimpiade tersebut dilaksanakan bulan depan. Elga yang notabenenya tidak mengerti sama sekali tentang geografi, mulai mendalami materinya dari dasar. Ia mulai mencari dan membeli referensi buku geografi, bahkan ia meminjam beberapa buku lainya dari perpustakaan asrama,. Hingga buku geografi menumpuk di lemarinya. Dengan berbagai kesibukanya sebagai santri, akan menjadi sebuah tantangan baginya dalam mengikuti olimpiade geografi ini.
Tiap malam Elga menyendiri di teras asrama yang menjadi tempat favoritnya. Ia hanya ditemani tumpukan buku geografi dan secangkir kopi. Ia mulai mencerna materi yang termuat di dalamnya seperti atmosfer, hidrosfer, litosfer, kerangka bumi dan lainya. “Dari tadi sibuk sama geografi aja El, sampai lupa segalanya” kata Prasetyo kepada Elga “Iya Pras, materi geografi termyata lebih susah daripada kitab, sudah beberapa jam gue disini tapi materi yang gue pahami hanya sedikit, mana waktu perlombaan tersisa 2 minggu lagi, apa gua batalin aja ya niat gue buat ikut olimpiade ini?” Elga meluapkan keluh kesahnya kepada prasetyo. “Enggak! Lu harus berjuang terlebih dahulu, nikmati prosesnya El, memang yang namanya perjuangan pasti awalnya pahit, tapi nanti juga lu akan menerima manisnya hasil yang telah lu perjuangkan” Prasetyo sedikit memberikan motivasi kepada Elga, Elga pun hanya bisa tersenyum dan menganggukan kepalanya menerima motivasi dari Prasetyo.
Cerpen Karangan: Haikal Atilla Lamid Ig :@haikalatilla Telah dilahirkan dari rahim Sang Bunda dalam keadaan selamat. Sedang menunggu rasanya 17 tahun. Penikmat kopi dengan perpaduan senja. sedang menempuh jalannya dalam naungan MANPK Jombang. Jika ingin tahu lebih banyak karya penulis, bisa dicari di @haikalatilla
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 4 November 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com