Hari perlombaan semakin dekat. Elga semakin rajin membaca dan memahami geografi. Berkat usaha dan kerajinanya, geografi yang semula dikira Elga susah sekarang menjadi mudah. Terutama materi yang akan diujikan di olimpiade nanti, semuanya sudah ia pahami secara detail. Elga hanya belajar sendiri, ia tak mempunyai seorang guru yang membimbingnya memahami materi geografi tersebut.
Selepas zuhur seperti biasanya, Elga mengikuti pengajian Ustaz Huda. Ia menyimak dengan khusyuk materi yang disampaikan oleh ustadnya. Pada siang ini, ustadz huda membahas tentang ketaatan manusia kepada pemimpin di sekitarnya. “Le, kita sebagai masyarakat yang mempunyai pemimpin wajib buat mematuhinya, mematuhi dalam artian kalau perintah yang diberikan untuk kebaikan bersama, kalau peraturanya melanggar syariat kita hanya disuruh untuk menghormatinya. Mentaati pemerintah seperti halnya kita menaati allah dan rasulnya.” Ketika Elga sedang menyimak penjelasan dari ustadnya, tiba-tiba ia teringat belum meminta izin kepada pengasuhnya untuk mengikuti olimpiade. Hal itu membuatnya tidak fokus menangkap materi yang disampaikan ustaznya.
Pengajian pun selesai, Elga langsung menuju ndalem pengasuhnya untuk sowan perihal kompetisi geografinya. “Assalamualaikum” Elga menunggu di depan pintu dengan perasaan yang tak menentu ”Waalaikumsalam, masuk le,” ustaz huda mempersilahkan Elga masuk. “Nggeh ustaz.” Elga masuk dengan pikiran yang berkecamuk. “ngapunten taz, saya minta izin dari jenengan untuk mengikuti olimpiade geografi minggu depan, pripun taz?“ harap harap cemas terlihat dari raut wajah Elga setelah menyampaikan tujuanya. “Gini le, bukanya saya ga memberi kamu izin, sebentar lagi kan sampean ujian pondok, yang diujikan juga banyak, kitab, Al-Quran, Bahasa. Itu semua tidak mudah, butuh persiapan yang matang, saya ga mau fokus kamu terganggu dengan kompetisi yang kamu jalani, saya harap kamu fokus terhadap target yang diberikan asrama. Maaf saya ga izinin kamu.” Sungguh jawaban yang tidak terduga dari Ustaz Huda membuat harapan yang sudah dipupuk Elga hilang ditelan bumi. Ia harus rela mengubur dalam-dalam mimpinya, tak bisa dipungkiri rasa kecewa seketika melandanya. Tapi, kali ini ia hanya diam dan patuh terhadap apa yang diperintahkan pengasuhnya.
Beberapa hari setelah kejadian tersebut, Elga jatuh sakit, ia dilarikan ke rumah sakit karena kondisi tubuhnya sangat lemah, ia hanya bisa menerima asupan gizi dari selang yang ada dihadapanya. Semenjak hari itu, Elga jarang makan dan hanya mengurung dirinya di kamar. teman-teman yang melihat kondisinya, merasa iba terhadapnya. Mereka mencoba menanyakan keadaanya, tapi hanya senyuman yang dilontarkan Elga kepada mereka.
Kabar sakitnya Elga sangat cepat menyebarnya, dalam hitungan jam seluruh penghuni asrama mengetahui tentang kabar tersebut. Tak ketinggalan pengasuhnya yang mengetahui berita tersebut dari abdi dalem nya, mendengar hal tersebut pengasuh langsung bergegas menuju ke rumah sakit yang berada di kota. Setibanya di rumah sakit, ia mencari keberadaan Elga dan mendapatinya di kamar anggrek. Ustaz huda membuka pintu kamar tersebut. Ia langsung menghampiri Elga.
“Maafin saya le, saya seharusnya memberi kamu izin untuk mengikuti lomba, saya sudah tau semua perjuanganmu untuk bisa ikut olimpiade,” Ustaz Huda memandang lirih Elga yang terlelap tidur, dalam tidurnya sayup-sayup Elga mendengar suara seseorang, ia pun perlahan membuka matanya. “Sekarang saya izinin kamu buat ikut olimpiade geografi sekalian, saya yang antar kamu,” ucap Ustaz Huda memberi kabar gembira buat Elga. “Alhamdulillah, terimakasih Ustaz Huda, saya janji enggak akan ngecewain ustaz,” balas Elga bahagia.
Hari yang dinanti pun tiba, Elga berangkat menuju lokasi perlombaan ditemani oleh pengasuhnya. Sebelum berangkat, ia tak lupa meminta doa dari teman-temannya di pesantren. Setibanya di sana, keramaian menghiasi berbagai sudut ruangan, ratusan peserta dari berbagai daerah berdatangan ditemani pendampingnya, dari kejauhan Elga melihat seseorang yang tak asing baginya, seseorang yang mengoreskan luka dan trauma di hatinya, yakni David.
David yang menyadari ada yang memperhatikanya, langsung menoleh. Ia terkejut mendapati sepasang mata yang selalu dia bully sekarang ada di sini. David pun langsung menghampiri Elga yang sedang menghujaninya dengan tatapan tajam. “Mengapa lu disini, ini tempat yang ga cocok buat orang seperti lu, mendingan lu balik sana. jangan harap lu bisa memenangi olimpiade ini!” ucap David angkuh menutupi ketakutanya ketika Elga akan mengikuti olimpiade ini. “Kita lihat aja nanti, siapa yang jadi juara, gue yakin orang seperti lu bakalan dapet balasan dari tuhan,” Elga berusaha tidak terpancing omongan David, ia memilih meninggalkannya dan fokus terhadap kompetisi yang akan dia laksanakan.
Perlombaan pun tiba, para peserta diminta untuk menempati tempat yang telah disediakan, sebelum beranjak ke tempat tersebut, Elga meminta doa dan mencium tangan pengasuhnya, pengasuhnya pun mengusap kepalanya seraya membacakan doa untuknya, tak lama kemudian ia beranjak meninggalkan pengasuhnya dan masuk ke sebuah ruangan yang telah disediakan oleh panitia.
Ketika semua peserta telah menempati posisinya, pengawas memberikan soal yang akan diujikan, Elga langsung mempersiapkan alat tulisnya lalu mengisi jawaban secara detail. Nampaknya, semua materi yang ia pelajari keluar semua, Elga pun sangat percaya diri dalam mengisi tiap jawaban dari soal tersebut.
Di ruangan lain, David nampak kesulitan menjawab beberapa soal, ia tidak menyangka soal yang diberikan sangat berbeda dengan apa yang ia pelajari. David terlihat sedikit panik, untungnya ia punya cara lain untuk bisa menjawab soal tersebut.
Beberapa jam kemudian, acara yang dinanti pun tiba, para peserta diminta untuk berkumpul dalam sebuah ruangan yang cukup besar. Tujuanya yakni untuk mengumumkan juara geografi. Ketika semua peserta telah berkumpul, panitia mulai membacakan nama yang menjadi juara geografi tahun ini.
“Juara 3 Geografi diraih oleh Dikta Pandji Wibowo dari Surabaya, Juara 2 Geografi diraih oleh Azra Habibah dari Yogyakarta, dan pemenang geografi tahun ini diraih oleh David Alfredo Baskus dari Jakarta, kepada para pemenang silakan maju ke depan untuk menerima hadiah.” Elga tak kuasa menahan air matanya ketika namanya tidak disebutkan oleh panitia sebagai juara. Padahal ia sangat yakin semua jawaban yang ia tulis itu benar. Pengasuh yang duduk di sebelahnya segera merangkul tubuh Elga ke dalam dekapanya lalu menenangkanya “Enggak apa le kamu ga jadi juara tahun ini, saya tetep bangga sama kamu, terlebih lagi perjuangan kamu untuk mengikuti kompetisi ini, siang malam kamu berusaha dari nol untuk belajar geografi. itu sesuatu yang luar biasa, dari sekian banyak santri hanya kamu yang bisa melakukan hal tersebut.
Ketika Elga akan kembali ke asrama, tak sengaja ia berpapasan dengan David. Kedua mata mereka bertemu, David mulai merasakan aura lama yang hilang mulai bangkit. “Usaha gue berhasil kali ini.” Ucap David seraya meninggalkan Elga dalam kebingungan.
Cerpen Karangan: Haikal Atilla Lamid Ig :@haikalatilla Telah dilahirkan dari rahim Sang Bunda dalam keadaan selamat. Sedang menunggu rasanya 17 tahun. Penikmat kopi dengan perpaduan senja. sedang menempuh jalannya dalam naungan MANPK Jombang. Jika ingin tahu lebih banyak karya penulis, bisa dicari di @haikalatilla
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 4 November 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com