Keesokan harinya, tepat hari Minggu. Gavin tak hentinya memikirkan kejadian kemarin, bagaimana rasanya naik sepeda motor Riska, yang rodanya meliak-liuk seperti ular, terus sama suara motornya Riska itu, Hah … Gavin terus saja memikirkannya.
Mama dan Papa Gavin mengamati anaknya sejak pagi sampai sore. “Pa, anak kita itu kenapa sih? Waktu sarapan ketawa sendiri, waktu nonton TV ketawa sendiri lagi, waktu mengerjakan PR ketawa sendiri juga, lihat itu Pa, sekarang dia ketawa lagi,” kata Mama Gavin.
“Nak, ada apa? Kok ketawa sendiri? Hayo lagi jatuh cinta ini pasti? Sama siapa? Terus kalau begitu, Cassandra dikemanakan?” tanya Mama Gavin. Putranya itu menceritakan kejadian kemarin yang dialami dengan Riska, Mamanya pun ikut tertawa, “Makanya kita harus banyak bersyukur, Nak. Dibawah kita masih banyak yang kurang mampu, oleh karena itu jangan suka foya-foya. Lihat temanmu Si Riska, dia sangat bersyukur,” kata Mama Gavin. Gavin masih saja ketawa-ketawa sendiri.
Hari berganti, di kelas Cassandra sedang asyik bermain HP. Firda yang baru datang langsung berlari menghampiri, Cassandra dan Dea yang sedang duduk santai. “Ada apa sih, Fir? Pagi-pagi udah ribut?” tanya Dea. “Kamu tahu pacarnya Cassandra? Itu loh, Si Gavin,” ucap Firda. “Kenapa Gavin?” tanya Cassandra. “Kamu tau, Gavin itu dideketin sama Riska, anak cupu itu loh, yang satu kelas sama Gavin,” jawab Firda. “Ha?! Si Riska cupu itu? Berani-beraninya dia deketin Gavin, udah jelek, miskin, nggak sadar diri. Lihat aja nanti, akan aku kasih tau kalau aku pacarnya Gavin yang paling dia sayangi,” tukas Cassandra dengan nada bicaranya percaya diri.
Waktu istirahat tiba, Riska dan Gavin sedang menyelesaikan tugas yang akan dikumpulkan setelah ini. Tapi Cassandra tiba-tiba saja datang dan langsung mengganggu mereka. “Sayang … aku lapar nih, ke kantin yuk,” kata Cassandra. “Nggak bisa, San. Aku lagi ngerjain tugas nih, habis ini dikumpulkan,” tolak Gavin. “Ayo dong, sayang. Aku lapar banget,” Cassandra kembali memohon. “Tugasnya biarkan temanmu itu yang mengerjakan, kita ke kantin yuk.” Merasa kasihan, Gavin pun menemani Cassandra ke kantin.
Cassandra yang mendapat perhatian Gavin, langsung melirik tajam Riska. Riska menghela nafas panjang. Apalah aku? Jelek, miskin, nggak punya apa-apa. Huh! Tapi bagaimana? Cassandra memang jauh lebih baik dariku, mungkin ini tanda supaya aku lebih menjaga jarak dengan Gavin.
Hari-hari berlalu, Riska pun sudah mulai menjaga jarak dengan Gavin. Disapa pun hanya sekedarnya, tidak berlebihan. Ngobrol pun juga jarang, mengerjakan tugas bersama juga jarang, ada yang aneh dengan Riska, pasti ada yang aneh, tapi kenapa dia kayak jaga jarak gitu? pikir Gavin.
“Hayo? Kenapa lagi nih anak Mama? Kemarin-kemarin ketawa sendiri, sekarang malah bengong aja. Ada apa? Lagi bertengkar sama Cassandra kah?” tanya Mama. Gavin menggeleng, “Enggak Ma, nggak kok.” Gavin sama sekali tidak mau menceritakan sedikitpun pada Mamanya.
Tidak tahu kenapa, Riska menjauh kok malah nggak enak gitu, padahal kalau dipikir Riska itu nggak cantik, orang biasa-biasa, tapi kenapa? Gavin terus saja kepikiran. Kayak ada yang mengganjal di hati gitu. Akhirnya Gavin menghubungi teman-temannya. “Surya? Tau rumah Riska?” tanya Gavin. “Tahu lah bro, pokoknya lurusnya Pertamina itu terus, sampai ada tugu, baru masuk. Cari aja deh, rumah yang ada kandang bebeknya, nah itu rumah Riska. Kenapa tanya? Mau apelin dia ya kamu?” kata Surya. “Ah enggak, cuma pingin tahu aja. Okey, makasih bro!”
Keesokan paginya, hari yang ditunggu Gavin tiba. Hari Minggu, jadi sekolah libur dan bisa mengunjungi Riska. Sesuai petunjuk Surya dan sempat tanya-tanya dengan tetangga Riska, akhirnya Gavin sampai di rumah Riska, kebetulan Ibunya sedang menyapu halaman. “Assalamualaikum, Bu? Ini rumahnya Riska ya? Riskabada?” tanya Gavin. “Ooh iya benar, ini rumah Riska. Riska nggak di rumah, lagi di sawah sama Bapaknya,” jawab Ibunya Riska. “Di sawah Bu? Lagi tanam apa?” tanya Gavin. “Nggak menanam apa-apa, ini menggembala bebek-bebek,” ucap Ibunya Riska. Ha? Menggembala bebek-bebek? Di sawah? “Sawah yang dimana, Bu?” tanya Gavin. “Ini sekitar sini, masih pagi biasanya dari jauh kelihatan kok. Pokok banyak bebeknya,” jelas Ibunya Riska. Gavin pun mengucapkan terimakasih dan segera mencari Riska.
Tidak sampai lima menit berkendara, ada kumpulan bebek menyebrang, benar saja ada Riska di belakang para bebek ini. “Hai Ris? Lagi ngapain?” Gavin melambaikan tangan pada Riska. Deg! Kenapa Gavin tahu aku di sini? Kenapa juga di ke sini? pikir Riska. Setelah menyeberangkan semua bebek, Riska dan Gavin duduk di sebuah gubuk. “Aku kira kamu lagi jalan-jalan gitu, soalnya kamu nggak ada di rumah,” kata Gavin. “Iya aku lagi jalan-jalan, ini sama bebek-bebekku. Setiap beberapa hari sekali, bebeknya harus diajak jalan-jalan biar refreshing gitu,” jawab Riska dengan tawa renyah. “Iya, biasanya cewek-cewek itu kalau hari Minggu jalan-jalan, ke mall, ke cafe, ya intinya jalan-jalan sih. Tapi kamu kok malah nganterin bebek jalan-jalan nih?” tanya Gavin sambil menahan tawa. “Kalau hari Minggu, aku sempatkan buat membantu Bapak. Enak di sini, sambil menikmati suasana sawah yang sejuk,” Riska tersenyum lebar. “Lihat bebek-bebek ini jalan kesana-kemari juga hiburan tersendiri buat aku,” lanjutnya.
Mereka berdua pun mengobrol banyak hal, hingga tak terasa sudah waktunya para bebek digiring kembali pulang. “Lumayan asik sih, menggiring bebek. Seru juga ternyata, hahahaha…” Gavin tertawa riang. Sejak hari itu, Gavin selalu meluangkan waktu khusus hari Minggu untuk ke rumah Riska.
“Bro, besok kita ke cafe ya?” tanya Surya. Gavin langsung membalas, “Nggak aku capek. Aku ingin di rumah aja.” Surya menautkan kedua alisnya, “Nggak biasanya kamu nolak, Minggu kemarin kamu sibuk, sekarang lagi capek, ayolah bro kita ke cafe besok!” “Nggak gue capek, lagi malas!” tukas Gavin. Sebenarnya itu semua hanya alasan, supaya Gavin bisa main ke rumah Riska. Daripada di cafe, cuma gitu-gitu aja, mendingan ke rumah Riska, bisa ke sawah menikmati udara segar, plus main sama bebek-bebek, kata Gavin dalam hati.
Pulang dari rumah Riska, Gavin melihat jam di HP-nya, “Sudah sore ternyata, terlalu asyik ngobrol sama Riska jadi lupa waktu nih.” Saat hendak menambah kecepatan motor, ada hal di depan yang menarik perhatiannya. “Ngapain Cassandra boncengan sama cowok itu? Harus ku selidiki nih!” gumam Gavin. Ia pun mengikuti motor di depannya. Sampai mereka pun berhenti di sebuah cafe & resto. Gavin ikut masuk, ia menutupi wajahnya dengan masker, agar Cassandra tak menyadari keberadaannya.
Cassandra dan lelaki itu tampak sangat mesra sekali, saling suap-suapan, mesra-mesraan, pokoknya mesra benget gitu. Tanpa pikir panjang, Gavin pun memotret mereka berdua diam-diam. “Kenapa aku nggak marah ya? Padahal Cassandra udah selingkuh dariku, yang berarti selama ini dia sudah menipuku. Aku kok nggak marah?” gumam Gavin pelan. “Yang berarti aku sudah tak mencintai Cassandra lagi, ada orang lain di hatiku ini.”
“Coba kutelpon dulu,” ucapnya lalu memanggil nomor Cassandra. “Sayang, kamu ada waktu sekarang? Ayo jalan-jalan?” ucap Gavin. “Nggak bisa sayang, aku lagi kerja kelompok, maaf ya,” jawab Cassandra dan langsung mengakhiri telponnya. Padahal Gavin tau sendiri, jika Cassandra sedang mesra bersama lelaki itu.
Mereka berdua hendak meninggalkan tempat ini, sebelum langkahnya terhenti karena Gavin menghadang mereka berdua. “Oh ini namanya kerja kelompok?” ucap Gavin dengan wajah sedikit kecewa. Cassandra langsung menjelaskan, “Dia teman aku kok, kita emang kerja kelompok tadi. Percaya sama aku.” Gavin tak ingin banyak berkomentar, ia menunjukkan foto-foto yang ia ambil tadi. “Ada kerja kelompok mesra-mesraan kayak gini?” tukas Gavin, ia menatap lelaki yang berdiri di sebelah Cassandra, “Kamu mau cewekku? Ambil aja.” Gavin pun pergi dan melaju meninggalkan Cassandra. “Itu pacarmu? Katanya kamu jomblo, kok punya pacar?” tanya lelaki itu mengintrogasi Cassandra. “I … Iya, maaf,” jawab Cassandra sambil terus menangis.
“Vin, ada Cassandra nyariin kamu di depan, ditemui dulu gih,” kata Mama Gavin. Gavin menolak, “Nggak Ma, aku nggak mau ketemu sama dia.” Mama pun membujuk Gavin, “Kalau ada masalah diselesaikan dengan cara yang baik. Temui dia dulu.”
Gavin menemui Cassandra yang duduk di ruang tamu, “Udah aku bilang kita udah selesai.” Cassandra menggeleng, air mata kembali membasahi pipinya, “Kamu nggak mau maafin aku kan? Kamu marah sama aku kan?” “Aku maafin kamu, San. Aku nggak marah sama kamu, hanya saja kita udah putus. Itu aja,” jawab Gavin. “Itu berarti kamu nggak mau maafin aku! Kalau kamu maafin aku, ayo kita balikkan!” Cassandra mengatakan dengan wajah penuh arti. Tapi Gavin sudah terlanjur kesal dan sudah tidak punya perasaan apa-apa untuk Cassandra. “Nggak bisa, San. Kita jalan sendiri-sendiri aja.” Gavin meminta Cassandra untuk pulang, mau tidak mau Cassandra keluar dari rumah Gavin.
Hari esok pun tiba, Gavin sudah bersiap untuk mengungkapkan perasaannya hari ini pada Riska. Sejak pagi, Gavin terus-terusan melihat bangku kosong Riska. Setelah bel masuk, Riska juga belum datang, kenapa? Sepulang sekolah, Gavin langsung menuju ke rumah Riska. Benar saja kata Ibunya, Riska sedang ada di sawah menggembala bebek-bebek.
Gavin berjalan menghampiri Riska yang duduk di sebuah gubuk. “Hai Ris? Kok nggak masuk sekolah?” suara Gavin mengejutkan Riska. “Ah kamu, ngagetin aja. Hari ini Bapak lagi sakit, jadi aku sekolahnya libur dulu sehari. Kasihan bebeknya pingin jalan-jalan, biar cari makan diluar.” Jarak Gavin dan Riska sangat dekat, Riska pun bergeser ke samping. Tau-tau kakinya terpeleset ke bawah. Bug … Gavin langsung menangkap Riska, mereka berdua bertatapan secara intens.
“Aku suka sama kamu, Riska,” kata Gavin. Riska langsung berdiri dan pura-pura salah dengar, “Apa Vin? Gimana?” “Kamu mau jadi pacarku?” ungkap Gavin. Pipi Riska merah padam, “Kamu gimana sih Vin, kamu kan pacarnya Cassandra. Nggak mungkin aku menerima kamu.” Gavin menjelaskan banyak hal yang terjadi kemarin, “Riska, aku sama Cassandra udah putus. Dia udah punya cowok baru, sebenarnya aku udah lama nggak ada rasa, mau kuputusin tapi apa alasannya. Jadi kebetulan kemarin kok aku lihat dia bermesraan sama cowok. Hmm … jadi gimana Ris? Mau jadi pacarku?” Riska gugup, “Besok aja ya. Bebeknya udah waktunya pulang nih.” Gavin tersenyum manis, “Aku udah tau jawabannya kok.” Ihh … Gavin bikin aku malu aja, pasti wajahku udah kayak kepiting rebus, batin Riska. Mereka berdua pulang sambil menggiring bebek bersama.
“Riska, ada nyariin kamu, cepetan keluar,” Ibunya Riska meminta putrinya untuk segera keluar. Saat diluar, Riska kira siapa yang mencarinya sepagi ini? Ternyata … “Vin, kenapa kesini? Motor kamu mogok lagi kah?” tanya Riska bingung. “Nggak Ris, ayo berangkat bareng aku,” ajak Gavin. Riska menggelengkan kepalanya cepat, “Nggak ah, Vin. Aku malu, aku naik motorku aja ya.” “Kenapa sih malu? Ayo dah naik motorku,” kata Gavin sambil menarik lengan Riska dengan lembut. “Aku malu, Vin.” Riska tetap menolak.
Tak lama kemudian, Bapak Riska keluar dan mengecek roda motor. “Loh nak, rodanya kempes lagi nih. Kayaknya bocor, kamu berangkat sama teman kamu aja ya.” Gavin tersenyum puas, “Lihat sendiri kan yang kuasa sudah mengizinkan aku untuk berangkat sekolah bareng kamu. Ayo berangkat.” Mereka berdua pun berangkat sekolah bersama.
Cerpen Karangan: Naenala Indah Cahyani Menulis menjadi salah satu tempat berceritaku
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 5 November 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com