Rini memandang layar ponselnya dengan tatapan lesu dan lemas ketika melihat UKT semester ini belum dibayar oleh orangtuanya. Ia tahu bahwa orangtuanya belum mampu membayar karena keuangan keluarga tengah krisis. Orangtuanya adalah seorang penjual bakso, walau usaha baksonya tidak besar dan meluas. Tapi, bisa dikatakan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pandemi memang belum usai, tapi dampak dari pandemi tersebut masih bisa dirasakan oleh keluarganya. Sebenarnya warung bakso orangtuanya ini masih ada yang membeli, tapi tidak selaris ketika waktu belum pandemi. Apalagi di kotanya banyak penjual bakso bertebaran, jadi mungkin itu yang menjadi faktor sepi pembeli karena banyaknya penjual bakso.
Rini memang masih kuliah semester tiga, tapi beberapa ketakutan terus bermunculan. Ketakutan tersebut adalah ia harus terpaksa berhenti kuliah karena tidak adanya biaya. Juga sepertinya ia harus pulang kampung saja untuk membantu ornagtuanya jualan. Meskipun di masa pandemi, Rini masih merantau ke Surabaya karena kuliah dilaksanakan secara offline. Maklum Rini ini adalah mahasiswa swasta di salah satu universitas di Surabaya.
Setelah sehabis jam kuliah, ia tengah duduk di gazebo sembari melihat kira-kira bisnis apa yang masih laku ketika dijual. Kemudian tiba-tiba, kedua orang temannya menghampiri dirinya dan duduk di sebelahnya. “Serius amat Rin? Emang ada tugas Lingusitik?” ujar Wiwit sembari membuka bungkus kacang garuda. “Enggak ada tugas, cuman gue lagi suntuk banget mikir UKT gue belum dibayar sama ortu gue, mau minta rasanya sungkan aja. Kemarin mereka cerita katanya warung bakso mereka gak ada pembeli sama sekali. Kalau kayak gini kan gue jadi gak tega mau minta uang Wit.” Ujar Rini. “Mending ya Rin, lo buka usaha aja sih saran dari gue. Om gue kan aslinya pilot, gara-gara pandemi dia jarang terbang. Akhirnya diaa buka bisnis makanan korea gitu, tau kan kalau bisnis makanan korea banyak remaja yang tertarik beli.” Saran dari Nita.
Rini termenung dengan saran dan semangat teman-temannya. Sebenarnya dia juga tertarik untuk melakukan saran dari temannya yaitu membuka usaha di tengah pandemi. apalagi tadi ia melihat berita di televisi banyak anak muda yang kreatif demi mencari uang di tengah keadaan yang sulit ini.
Setelah melewati beberapa pertimbangan Rini pun memutuskan untuk membuka usaha makanan. Alasan dirinya memilih usaha makanan, karena usaha tersebut laku di tengah masa pandemi seperti ini. Orang bisa hidup dengan memakai pakaian lama, makanya usaha baju pun takut tidak laku. Sedangkan orang tidak bisa hidup apabila makanan di dunia ini sirna.
Rini pun berencana untuk meminjam modal usaha ke bank untuk memulai bisnis makanannya. Walau ia tahu bahwa resiko pinjam di bank ada bunganya, tapi ia tetap akan bertekad meminjam uang di bank. Tapi sebelum ia meminjam uang ke bank, ia nampaknya tengah memikirkan makanan apa yang akan ia jual.
Setelah puas memikirkan makanan apa yang akan ia jual, sepertinya Rini akan menjual makanan khas jepang. Rencananya ia akan menjual beberapa jenis ramen, dan ia tidak akan mematok harga terlalu mahal. Karena target pembelinya kali ini adalah para remaja yang mungkin saja butuh camilan untuk sekolah. Memang beberapa sekolah di Surabaya sudah melaksanakan belajar mengajar secara offline. Dan kebetulan ia rencananya akan membuka kedai ramennya di sekitaran kawasan sekolah.
“Lo yakin Rin mau buka bisnis ramen? Gak takut rugi lo?” tanya Nita. “Kalau gue sih yakin, modal nekat aja sih gue, walau gue bukan jurusan bisnis tapi gue selalu yakin.” Jawab Rini. “Salut gue Rin sama lo, berani buka bisnis gini di saat pandemi. Gue tahu ini gak mudah, tapi gue tetep support lo kok.” Ucap Wiwit nampak menyemangati.
Berkat support, doa, dan usaha dari teman-teman dan orang tua Rini pun membuka bisnis kedai ramen. Awalnya untuk menarik pembeli jujur ia merasa kesulitan, apalagi targetnya ini anak sekolah yang tentu saja uang jajan mereka dibatasi. Alhasil ia memutar otak untuk mencoba strategi agar bisnis ramennya laris.
Jujur Rini merasa buntu dengan strategi apa yang akan perbuat, alhasil ia teringat dengan teman SMPnya dulu. Teman SMP nya dulu bernama Nako, namanya memang agak jepang dan memang dia ada sedikit campuran keturunan jepang. Ia berencana untuk meminta tolong Nako untuk mempromosikan kedai ramennya ini.
“Lo yakin Rin si Nako ini mau promosi? Ya emnag sih followers instagramnya banyak, tapi kan lo tau kaum rakyat kayak kita emang digubris?.” Tanya Wiwit heran. “Dicoba dulu aja deh, dulu gini-gini gue akrab sama Nako.” Jawab Rini. “Ya meskipun lo dulu akrab sama ni cewek jepang, apa lo bisa menjamin dia bakal ingat lo?” Tanya Wiwit.
Sejujurnya Rini pun masih merasa tidak yakin mengenai Nako yang mau promosi kedainya. Tapi bukankah layak untuk dicoba? Akhirnya ia memberanikan diri untuk mengirim direct message (DM) kepada Nako. Harapannya dengan ia mengirim DM ke Nako, kedai ramennya akan laris akan pembeli.
Menunggu balasan DM Nako, Rini yang sudah mulai membuka kedainya pun tengah melayani pembeli. Tidak banyak memang pembelinya, malah hanya sedikit. Tentu di awal-awal bisnis ia harus merasakan namanya kerugian baru merasakan keuntungan.
Setelah puas melayani pembeli tadi, ia mengecek balasan dari Nako dan untungnya Nako mau mempromosikan kedai ramennya. Berkat Nako kedai ramennya mendapat perhatian dari sosial media, beramai-ramai orang dari berbagai daerah membeli ramennya.
Cerpen Karangan: Kuni Auliya Rahmah Blog / Facebook: Fitriyah Salsabilla Seorang mahasiswa yang gabut dan tengah stress menjalani kuliah online dan tercetus ingin menghasilkan karya. Instagram: @kuniauliyaarr_
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 7 November 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com