Pagi ini cuacanya mendung. Mentari saja enggan menampakkan wajahnya. Tubuhku masih terbaring di kasur kamarku karena suasananya cocok sekali untuk tidur, hehe. Kelopak mataku tidak mau melek. Aku kecapekan karena tadi malam habis jalan sama teman-teman dan pulangnya kemalaman.
Tok tok Suara ketukan di balik pintu kamarku. Pasti Bi Nuni mau membangunkanku. Bi Nuni itu pembantu di rumahku. Dia yang selalu membangunkanku setiap hari.
“Neng bela, bangun Neng! Sudah jam setengah 7 Neng. Neng Bela harus siap-siap untuk ke sekolah. Kata Tuan Didi, Neng Bela harus masuk sekolah hari ini.” Ucap Bi Nuni dari balik pintu kamarku. “Hoahhhhh!!!” mulutku menguap dengan lebarnya. “Nanti Bi!!! masih pagi gini ngapain ke sekolah. Langitnya aja masih gelap.” jawabku kepada Bi Nuni. Memang aku sudah terkenal dengan kemalasanku. Mendengar jawabanku Bi Nuni sepertinya pergi meninggalkan kamarku. Aku melanjutkan tidurku, karena masih ngantuk berat.
Setelah beberapa menit aku tidur, mataku melek juga. Aku membuka gorden jendela dan tiba-tiba gugup takut kesiangan datang ke sekolah. Kuraih ponselku di meja kamarku. Di layar ponselku menunjukkan pukul 7.05 WIB. Aku segera bangun meninggalkan kasurku, aku mengambil handuk dan menuju kamar mandi. Kamar mandiku berada di lantai bawah, dan kamar tidurku di lantai atas, sehingga aku harus menuruni tangga menuju kamar mandi.
“Bi Nuni tolong siapkan perlengkapan sekolahku Bi!!!” perintahku sambil menuruni tangga kepada Bi Nuni yang sedang menyiapkan sarapan di meja makan. “Iya neng” jawab Bi Nuni. Aku pun segera masuk ke kamar mandi.
Beberapa menit aku mandi, setelah selesai kemudian aku segera naik ke lantai atas menuju kamarku untuk ganti pakaian. Bi Nuni membantuku menyiapkan peralatan sekolah. “Bi, mamah sama ayah kemana Bi? Kok sepi.” tanyaku kepada Bi Nuni. “Tuan Didi dan Nyonya Tina tadi katanya mau ke Bandung ke rumah nenekmu Neng. Mereka baru saja berangkat.” Ucap Bi Nuni “Kok Bela tidak diberitahu sih Bi, kalo mamah dan ayah mau ke rumah nenek?” tanyaku heran kepada Bi Nuni. “Neng Bela kan harus sekolah hari ini, tadi juga mereka sudah pamit kepada bibi dan menyuruh bibi untuk memberitahu Neng Bela.” Jawab Bi Nuni.
Bi Nuni menyuruhku sarapan, aku pun segera menuruni tangga menuju meja makan. Menu hari ini yaitu makanan kesukaanku oseng cumi. Sarapanku lahap benar kali ini. Tiba-tiba niat malasku keluar saat minum segelas air putih. “Hari ini kan mamah dan ayah tidak di rumah, bagaimana kalo hari ini aku tidak usah berangkat ke sekolah. Mending jalan-jalan aja sama teman.” Gumamku dalam hati.
Setelah sarapan aku pamit dengan Bi Nuni untuk berangkat sekolah. Aku harus pura-pura berangkat sekolah di depan Bi Nuni, supaya mamah dan ayah tidak tahu kalo aku mau jalan sama temanku. Maaf ya Bi, aku harus berbohong. Aku bergegas menuju halaman rumah. Kemudian aku mengirim pesan kepada temanku yang bernama Ria. Ria adalah teman satu kelasku dan teman jalanku. Setiap kali jalan, pasti aku dengannya. Tadi malam juga aku habis jalan dengannya dan teman-teman lainnya.
“P”, ketikku di pesan wa kepada Ria. “Ria, hari ini kita jalan aja yuk. Tidak usah berangkat ke sekolah, hari ini kakak kelas kita kan lagi ujian. Pasti kita jamkos kan. Nanti kita izin sakit aja ke wali kelas kita. Bagaimana kamu setuju apa nggak? Kalo setuju, jemput aku dirumah ya.” Pesan selanjutnya yang kukirim ke Ria. Kebetulan Ria sedang online wa. Dia segera membalas pesanku. Karena kulihat di wa dia sedang mengetik pesan kepadaku. “Memangnya kamu tidak dimarahin orangtuamu?” Tanya Ria kepadaku dalam pesan wa. “Mamahku dan ayahku lagi pergi ke rumah nenekku di Bandung. Mungkin pulangnya besok.” Jawabku kepada Ria dalam pesan wa. “Kalau begitu aku setuju denganmu, tungguin aku ya! Aku segera menjemputmu.” Balas Ria kepadaku. “Oke, aku tunggu di rumahku ya.” Balasku kepada Ria di pesan wa. Wajahku bahagia kali ini, karena aku tidak jadi ke sekolah. Males juga kalau sekolah terus, butuh refreshing.
Setelah aku menunggu Ria beberapa menit. Akhirnya mobil birunya datang menghampiriku. “Bemm bemmm.” Bunyi klakson mobil Ria. “Ehh, jangan dinyalakan nanti Bi Nuni dengar bisa dilaporin ke mamah dan ayahku nanti, bisa curiga juga mereka” Ucapku berbisik kepada Ria.
Aku kemudian segera masuk ke mobil Ria. Aku duduk di kursi depan samping Ria yang sedang menyetir mobil. “Kali ini kita mau jalan kemana?” tanyaku kepada Ria di dalam mobil. “Emmm, bagaimana kalo kita keliling kota aja?” ucap Ria menawariku. “Okeyy aku setuju.” Jawabku dengan senang hati.
Ria menginjak gas mobil dengan kencang dan kami pun meninggalkan rumahku. Langit semakin gelap. Sepertinya hujan akan turun. Eh benar sekali baru berapa meter perjalanan dari rumahku, hujan beneran turun. Hujannya deras sekali. Sampai kendaraan di depan tidak kelihatan. Aku agak takut kalo perjalanan saat hujan deras. “Ria hati-hati ya kalo nyetir. Jangan ngebut karena jalannya licin.” Pintaku kepada Ria “Santai aja, jangan takut gitu dong. Aku kan udah pro nyetirnya.” Ucap Ria meyakinkanku.
Hujan semakin deras, jalannya tergenang air. Sudah 3 jam aku dan Ria keliling kota Jakarta. Karena sudah siang, kami memutuskan untuk pulang agar Bi Nuni tidak curiga kalo aku habis jalan sama Ria.
“Riaaa, Aku sudah capek nih. Pulang aja yuk!” pintaku kepada Ria. “Oke, kita lurus aja ya, nanti tembus ke daerah rumahmu.” jawab Ria sambil menyetir. Ria menginjak gas mobilnya dengan keras, mobilnya melaju kencang.Jarum speedometer mobil Ria menunjuk angka 60 km/jam. Itu artinya mobilnya melaju sangat cepat. Aku pun panik dan membujuk Ria agar mengurangi kecepatannya, karena jalanan licin. Saat mobil melaju dengan kencang, truk di depan mobil Riayang awalnya melaju kencang, tiba-tiba berhenti dan Ria tidak bisa menghindar, karena jaraknya terlalu dekat. “Brakkkk Cetarrrrrr!!!!” suara benturan keras mobil Ria dengan belakang truk dan suara pecahan kaca mobil Ria yang persis di depan mataku. Aku tidak bisa menghindari pecahan kaca itu, dan akhirnya mataku terkena pecahan kaca. Aku merintih kesakitan, karena pecahan kaca mengenai mataku sehingga mataku keluar darah. Aku tidak menyangka bakal terjadi peristiwa seperti ini. Ria kakinya terjepit parah dan ia pingsan. Orang-orang di sekitar lokasi kecelakaanku segera menolongku dan Ria. Mereka meminta bantuan ambulans untuk membawaku dan Ria ke Rumah sakit terdekat.
Mulutku tidak bisa berkata-kata lagi merasakan mataku yang sakit sekali dan mataku tidak bisa melihat. Tubuhku gemetar tidak karuan. Setelah sampai di rumah sakit, aku dan Ria dibawa ke ruang berbeda. Ria di bawa ke ICU karena ia sedang kritis. Sedangkan aku dibawa ke ruang operasi karena mataku keluar darah gara-gara pecahan kaca mobil. Tapi sebelum operasi harus ada orangtua yang mendampingi. Aku takut sekali kalau orangtuaku marah karena hal ini. Aku terpaksa meminta suster untuk mengkabari orangtuaku. Suster menelepon mamahku dengan ponselku.
“Nut nut.” Bunyi ponselku yang sedang menelpon mamahku “Halo ada apa bell?” ucap mamahku yang kudengar lewat ponselku. “Maaf Bu, saya dari pihak rumah sakit ingin memberitahukan bahwa anak ibu baru saja mengalami kecelakaan.” Ucap suster kepada mamahku. “….hiks hiks.” mamahku tiba-tiba tidak menjawab ucapan suster, hanya terdengar suara mamahku yang sedang menangis. “Kok bisa kecelakaan bagaimana sus? hiks hiks.” tanya mamah kepada suster. “Sebaiknya ibu segera datang ke rumah sakit Bina Medika sekarang Bu karena anak ibu harus segera dioperasi.” pinta suster kepada mamahku.
Seketika mamahku memutuskan panggilan dengan suster melalui ponselku. Mungkin mamahku gugup dan segera menuju rumah sakit Bina Medika. Tubuhku seketika berubah menjadi dingin, aku takut terjadi apa-apa dengan diriku dan aku takut dimarahi ayahku gara-gara kesalahanku sendiri. “Tuhan bagaimana ini? Tolonglah aku.” rintihku dalam hati sambil menangis kesakitan.
Karena mamah dan ayahku lama datangnya. Dan saat dikabari mungkin masih di Bandung, jadi perjalanan ke rumah sakit butuh waktu yang agak lama. Tetapi dokter menganjurkan agar mataku segera dioperasi. Akhirnya aku menyetujui anjuran dokter untuk segera dioperasi. Aku masuk ruang operasi tanpa didampingi ayah dan mamahku. Setelah beberapa jam aku berada di ruang operasi akhirnya selesai juga operasinya, tetapi setelah operasi mataku masih ditutup perban, jadi wajar saja kalau masih gelap.
Beberapa jam kemudian ayah dan mamahku datang ke ruang rawat inap dimana saat itu aku terbaring lemas dengan mata yang masih tertutup perban. Mamahku langsung memelukku erat sambil menangis. Mamah dan ayahku menanyakan bagaimana bisa terjadi kecelakaan dan sampai operasi segala. Aku menceritakan jika aku terkena pecahan kaca mobil Ria saat menabrak truk.
“Dokter apakah anak saya baik-baik saja?” tanya ayahku kepada dokter. “Kalo itu saya belum bisa memastikan kalau operasinya berhasil atau tidak. Mari kita buktikan hasilnya sekarang pak. Saya akan membuka perban yang membalut mata anak bapak.” Jawab dokter kepada ayahku. “Iya dok.” Sahut ayahku.
“Saudari Bela, apakah anda sudah siap jika perban di matamu dibuka?” tanya dokter kepadaku. “Siap dok!” jawabku dengan perasaan agak takut, karena aku membayangkan kalau operasinya tidak berhasil bagaimana nasibku. Dokter perlahan membuka perban. Perasaanku agak takut ketika dokter membuka perban.
“Bagaimana saudari Bela, apa yang anda alami sekarang? Apakah Anda bisa melihat sesuatu yang ada di depanmu?” tanya dokter kepadaku. “Mah… mah… kok masih gelap mah? Apa yang terjadi denganku mah?… hiks hiks hiks.” Tanyaku kepada mamahku sambil menangis.
Cerpen Karangan: Nabila Syafaatun Nikmah Blog / Facebook: Nabilasyafa
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 9 November 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com