Aku duduk di kursi tepi jalan. Memandangi keindahan dedaunan yang gugur terkena terpaan angin sore. Sesekali aku menoleh ke kanan dan ke kiri berharap sahabatku menepati janjinya untuk bertemu hari ini.
“Dimana dia? Apakah dia tidak datang hari ini?” pertanyaan yang terus aku lontarkan sedari tadi. Aku terus menerus melihat jam tangan yang kupakai. Jarum jam mengarah pada angka 5. “Apa aku pulang saja ya? Ah tidak nanti dia mencariku di sini.”
Aku mulai bosan. Aku berdiri dengan niat akan pulang. Hatiku kecewa karena dia tidak menepati janjinya kali ini. Aku melangkah pergi dari tempat tersebut. Namun, terdengar teriakan seseorang yang membuatku berhenti melangkah. “Lena tunggu aku datang!!” Teriakan seseorang yang masih menggunakan kostum badut berwarna kuning dengan Polkadot berwarna merah. Wajahnya juga tertutup topeng. Dia berlari ke arahku sambil melambai-lambaikan tangannya.
“kamu lama banget sih, aku sudah nunggu dari tadi loh” marahku kepadanya. “Iya maaf, tadi ada halangan sebentar” ucapnya dengan nafas tak beraturan. “Ish gak usah cemberut gitu, jelek tau” katanya dengan merangkulku dari samping. Aku tersenyum. Dia memang paling bisa membuat diriku bahagia. Aku sering memanggil dia Al.
“Eum Al, kamu boleh buka topeng kamu gak?” aku memang sering meminta hal itu, akan tetapi Al selalu menolak. Bukan berarti Al ini sudah tua. Dari suaranya saja dia seperti masih muda. “Loh kenapa?” “Ya gapapa penasaran aja” “Kepo cie” godanya. “Ish”
“Kamu mau cerita apa hari ini?” Tanya Al. “Al ternyata orang yang aku cintai baru saja mempunyai pacar. Padahal aku sudah berekspektasi tinggi dia akan bersamaku. Tapi ekspektasi itu hancur sekarang. Aku selalu ada saat dia sedih. Tapi sekarang dia meninggalkan aku.” ceritaku dengan mata yang berkaca-kaca. “Apa aku gak cantik ya Al?” sambungku. “Kata siapa kamu gak cantik hah? Kamu itu cantik di mata orang yang tepat. Jadi kalau dia sama orang lain ya berarti dia tidak pantas untukmu Lena” perkataan Al membuatku sadar. “Gak usah nangis-nangis gitu ah, Lena yang aku kenal itu gak gampang menyerah kayak gini.” Aku tersenyum dan merangkulnya dengan erat. Dia pun membalas rangkulan tersebut. Kita sebatas sahabat namun rasanya kita lebih dari itu, aku merasa kita seperti saudara.
“Ya udah ya kamu pulang. Nanti dicariin orangtua kamu” ucap Al dengan mengelus lembut rambutku. “Iya Al, aku pulang dulu ya.” pamitku. Aku segera beranjak untuk pulang.
Sesampainya aku di depan rumah. Aku melihat anak tetanggaku yang usianya lebih tua dariku dua tahun, namanya kak Rio yang baru datang dengan mengenakan seragam sekolahnya. “Hai kak” sapaku ramah. Namun dia hanya membalas dengan senyuman. Dia memang pendiam, kata Ibuku. Tapi dia juga pintar dalam nilai akademik. Aku saja jarang bahkan tidak pernah berbincang dengannya.
Keesokan harinya, aku bertemu lagi dengan Al. Seperti biasa dia mengenakan kostum badut dengan wajah tertutup topeng. Kita berbincang cukup lama sampai tidak sadar sekarang sudah jam setengah 5 sore. “Al aku pulang dulu ya” “Iya Lena, hati-hati ya” “Iya”
Aku pulang dengan mengendarai sepeda motorku. Aku merasakan ada yang tidak enak dengan ban sepeda motorku ini. Setelah aku cek, benar saja terdapat paku yang menancap. Untung saja di sini dekat dengan tukang tambal ban. Dirasa ban sepeda motorku sudah ditambal saatnya kini aku pulang.
Di tengah perjalanan aku melihat kak Rio sedang berhenti di tepi jalan dengan raut wajah kebingungan. Aku berinisiatif mendatangi kak Rio. “Ada apa kak?” tanyaku sopan. “Gapapa” jawabnya dingin. Sebentar, suara ini tak asing di telingaku. “Sepedanya mogok ya kak?” Dia membalasnya dengan deheman saja. Sangat mengesalkan bukan.
“Eum gini aja kak, sepeda kakak titipkan di rumah orang sekitaran sini. Nanti kita pulangnya bareng pakai sepeda motorku. Sudah mau jam Maghrib juga loh kak.” Saranku yang lagi-lagi dibalas anggukan saja. Sepertinya kak Rio hemat dalam berbicara.
Dia menuntun sepeda motornya untuk dititipkan. Kantong plastik yang digantungkan di sepeda motornya ia ambil. Jujur, aku sedikit kepo dengan isinya. Setelah sepeda motor kak Rio dititipkan. Ia tak sengaja menjatuhkan kantong plastik tersebut. Aku melihat pakaian berwarna kuning. “itu seperti… Ah tidak mungkin” ucapku dalam hati. Kak Rio segera mengambil kantong plastik tersebut. “Udah ayo pulang” ajaknya dingin.
Sesampainya di depan rumahnya, ia turun dan mengucapkan terima kasih padaku.
Hari ini, hari Minggu. Hari dimana aku bisa bersantai seharian. Toh, besok juga tidak ada pr. Aku berjalan-jalan di sekitar Komplek perumahanku. Saat aku berjalan di depan rumah kak Rio, ibu kak Rio memanggilku.
“Nak Lena” panggil ibu kak Rio, tante Sena. “Iya te, ada apa? ” “Bisa minta tolong masukin benang ini ke lubang jarum gak? Mata tante udah agak gak awas. Biasanya Rio yang masukin tapi sekarang Rio sedang keluar.” “Iya te, sini Lena masukin benangnya.” “Ini te sudah” aku memberikan jarum yang sudah ada benangnya itu. “Terima kasih ya nak Lena” “Iya te, sama-sama”
Mataku tertuju dengan pakaian kuning yang digantung itu. Sepertinya itu kostum badut yang biasa Al gunakan. “Tante itu kostum badut ya?” aku coba memberanikan diri untuk bertanya. “Iya nak, Rio selalu membawa kostum itu. Katanya sih buat latihan” jawab tante Sena. “H-hah?” “Loh kenapa nak Lena terkejut?” “Tante aku boleh lihat kostumnya gak?” “Iya boleh, lihat aja”
Aku mendekati kostum tersebut. Aku terkejut bukan main. Itu kostum yang selama ini Al pakai. Aku memegang kostum badut yang tak asing itu. Tiba-tiba kostum itu ditarik seseorang, tak lain tak bukan ialah Rio. “Kenapa kamu Pegang-pegang kostum saya?” Tanyanya. “Jadi selama ini kak Rio yang jadi Al?” “Al siapa? Kamu jangan mengada-ada. Saya tidak tahu siapa itu Al.” “Kak Rio jangan bohong” “Saya tidak bohong!” bentak kak Rio “Kok kak Rio bentak aku?” tanyaku dengan gemetar. “Karena saya tidak suka jika kamu kesini dan memegang barang saya tanpa izin dari saya” Aku berlari pulang setelah mendengar ucapan tersebut.
Semenjak hari itu aku dan Al tidak pernah bertemu lagi. Dugaanku tentang Kak Rio ialah Al semakin kuat. Tapi kenapa dia melakukan hal tersebut? Pertanyaan ini selalu terlintas di benaku.
Aku pergi ke toko untuk membeli suatu barang. Aku berpapasan dengan kak Rio. Aku mencoba berpaling darinya. “Lena” Aku berusaha untuk tidak melihat wajahnya yang menyebalkan itu. “Lena, maaf ya saya kemarin bentak kamu” ujarnya. “Iya gapapa” ucapku singkat. “Kamu masih marah?” ‘pertanyaan macam apa ini. Jelas saja aku marah’ ucapku dalam hati “Gak marah, Cuma kesal” jawabku.
Dia tersenyum seakan-akan tanpa memiliki dosa apa pun. Tapi percayalah, senyumnya sangat manis. “Udah jangan marah-marah kaya gitu. Iya, aku yang jadi Al. Tapi sekarang aku jadi kak Rio dan Al kamu” ucapnya. Aku menyeritkan dahi. “Iya, nama panjangku Rio Aden Alfiansyah” Oh sekarang aku mengerti dari mana asal panggilan Al tersebut.
“Eum Lena, sebenarnya aku suka kamu.” Bagai disambar petir di siang bolong, aku ter patung. Bingung mau menjawab apa. “Tapi kak… ” “Tapi apa?” “Lena sudah ditembak Nando” “Terus kamu terima?” Tanyanya. “Iya” jawabku. “Pintar lanjutkan bakatmu” ucapnya dengan mengacak-acak rambutku. “Ish kak! Ini beneran gapapa kan?” “Gapapa, aku tunggu putusmu dengan Nando”
Cerpen Karangan: Nazwa Andiva Salsabila Blog / Facebook: Nazwa Andiva Salsabila Hai! Namaku Nazwa Andiva Salsabila. Aku siswa dari SMPN 1 Puri. Aku lahir tanggal 25-12-2006. Hobiku menyanyi dan memasak. Eh iya, jangan lupa follow IG ku ya! @Nazwa.A.Salsabila75.Terima kasih sudah baca cerpenku.
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 9 November 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com