Di sebuah rumah tinggallah seorang gadis yang bernama Hana, ia tinggal bersama ibunya, ayah tiri, serta adik tiri. Ia tertekan tinggal di rumah bersama ayah tiri dan adik tiri karena mereka berbuat jahat terhadap Hana, ayah kandung Hana meninggal karena terbunuh oleh ayah tirinya sehinngga Hana benci ayah tirinya. Adik tirinya perempuan sudah 7 tahun.
Pagi hari pun tiba, dimana ini hari Minggu, Hana terbangun karena dia disiram oleh adik tirinya yang bernama Sandrinna dan Hana pun geram diperlakukan seperti ini.
“Kenapa kamu siram kakak sih kan kakak tidak apa-apain kamu?” tanyaku. “Kakak sudah bikin adik dimarahin sama ibu, sekarang aku minta uang 100 ribu cepat,” jawab Sandrinna. “Dih, ogah minta ke ayah kamu lah ngapain ke kakak.” “Awas nanti aku aduin ke ayah,” timpal Sandrinna “Silahkan.”
Beberapa menit kemudian, Hana pun bergegas mandi dan 5 menit dia keluar kamar mandi serta mengganti baju. Setelah itu, ayah tirinya memanggil dia dengan marah, “Hana, keluar kamarmu sekarang” aku pun mendengus kesal dan keluar kamar.
“Anda kenapa menyuruh saya keluar kamar, ada urusan?” tanyaku. “Kamu tidak bisa sopan apa ke ayahmu hah?” “Ayahku? Maaf, ayahku sudah tenang di alam sana dan anda bukan ayahku melainkan ayah tiriku”, jelasku dengan panjang lebar. “Kamu kenapa tidak memberi adikmu uang, uang 100 ribu aja ribet”, timpal ayahku “Tuan Daniel, anda tidak bekerja atau gimana sih, nafkahi anaknya saja ga mau,” ucapku PLAKKK Satu tamparan mendarat ke pipiku, aku pun berlari turuni tangga dan keluar rumah sambil meringgis kesakitan. “Keluarlah dari rumah, aku sudah muak lihat muka kamu,” teriak Daniel.
Sesampai di café, Hana memesan teh hangat saja sambal melamun. Tiba-tiba ada gadis menyapanya dan ia menoleh “Hai, Hana tumben ke café, ada masalah ya?” tanyanya dan Hana terus terdiam tak menjawab pertanyaan gadis tersebut.
“Menurutmu, aku pantas bahagia atau tidak?” tanya Hana secara tiba-tiba “Kok lo ngomong gitu sih Han, kalo ada masalah cerita ke gue.” “Tadi gue habis ditampar sama ayah tiri gue, gue kesal sama dia dan dia sudah membunuh ayah gue dan juga gue mau buat rencana untuk mengungkap kebusukkannya,” jelasku. Gadis yang di hadapan Hana pun duduk dan ia berniat membantu Hana, “gue mau bantu lo kok.”
Kini Hana kembali ke rumah tapi disambut oleh ibunya, “Dari mana saja kamu Han?” Hana tak menjawab pertanyaan ibunya, ya ibunya bernama Vani dan segera pergi ke kamar, sedangkan ibunya menggeleng-gelengkan kepalanya. Sesampai di kamar, Hana pun menutup pintu dengan keras dan mulai menangis ia merindukan seorang ayah.
Malam pun tiba, Hana tetap ada di kamarnya dan ia dipanggil ibunya “Nak, ayo turun kita makan bersama.” “Tidak bu, aku mau sendiri dulu,” jawabku “Ibu makan dulu saja, nanti aku menyusul ke ruang makan,” lanjut Hana dan ibunya pun pergi menuruni tangga
Sesampai di ruang makan, ayah dan adik tiri berhenti melahap makanan, “Hana tidak makan malam kah?” tanya Daniel dan Vani menggelengkan kepalanya. “Kenapa kakak ga makan, bunda?” tanya Sandrinna tetapi Vani tetap menggelengkan kepala
Beberapa menit kemudian, mereka bertiga selesai makan dan menuju kamarnya masing-masing. Hana keluar kamar dan mengendap-enadap turun dari tangga untuk melihat kondisi sekitar. Merasa kondisi aman, Hana menuju ke ruang makan dan mengambil jajan, tiba-tiba ada orang perempuan yang menghalanginya.
Hana pun kaget “Hayo lho, kakak ngapain mengambil jajan?” tanya seorang perempuan ternyata adek tirinya. “Kamu ngapain disini bikin kaget saja?” tanya balik Hana. “Lagi ambil minum, minta jajannya dong kak.” “Enak saja, tidak boleh.” “Awas aja ya aku bilang ke ayah,” ancam Sandrinna. “Silahkan.”
Sandrinna pun pergi dan memanggil ayahnya, Daniel menuju ke Hana dan menampar 3 kali sedangkan Hana meringis kesakitan. “Kamu kenapa ga berikan jajan kamu ke adek kamu hah?” “Adek? Saya ga punya adek, saya anak tunggal dan Sandrinna bukan keluarga saya,” tegas Hana yang sedang memegang pipi yang ditampar oleh ayah tirinya dan menuju ke kamarnya sambil membawa jajan.
Sampai di kamar Hana, ada yang mengechat Hana ‘halo’ yaitu nomor yang tidak dikenal. Hana: Ini siapa ya? Nomor yang tidak dikenal: Aku Dilla, aku yang tadi di café itu lho. Hana: Ouh, aku Hana. Dilla: Salken ya. Hana mengeread saja dan ia langsung bergegas tidur.
Pagi pun tiba disambut dengan matahari yang cerah, Hari Senin yang menyebalkan bagi Hana. Hana pun bangun dari tidurnya dan bergegas untuk berangkat sekolah, Sandrinna minta Hana untuk berangkat sekolah bersama–sama tetapi Hana menolak.
“Ayolah kak, sekali aja bareng sekolah sama aku,” ucap Sandrinna dengan memohon “Kalo kakak ga mau ya ga mau dek, udah deh kakak berangkat sekolah, ibu dan ayah aku berangkat dulu,” pamit Hana sambil meninggalkan Sandrinna
Sampai di sekolah, Hana disambut dengan Dilla “Hai Han, nanti kita ke kantin bareng yok.” “Ayo-ayo aja sih, yaudah aku ke kalas dulu ya,” jawab Hana dan dapat anggukan dari Dilla
Istirahat tiba, Dilla menjemput Hana dan berniat ke kantin bersama. Sampai ke kantin, Dilla dan Hana mengobrol tentang kebusukan ayah tirinya Hana. “Han, aku tadi dapat info tentang ayah tiri lo dari cctv lampu lalu lintas,” ucap Dilla memulai topiknya “Kirim video buktinya ke gue, cepat.” Dilla mengirim video bukti ke nomor Hana, dan berterima kasih ke Dilla. “Terus lo mau ngungkapin kebusukannya kapan Han?” “Nanti sore,” jawab Hana dengan santai “Buset, cepat banget deh.” “Iya lah, kalo lama-lama ga bisa tenang ayah gue di alam sana,” ucap Hana dan Dilla menganggukkan kepalanya
Sore tiba, Hana mengumpulkan semua anggoto keluarganya termasuk ayah tirinya dan adek tirinya. “Kak, kita ngapain dikumpulkan di ruang keluarga ini?” tanya Sandrinna dengan penasaran. “Iya nih, ada apa nak kamu kumpulin kita di sini?” tanya lagi dari sang ibunya
“Pertama-tama, aku kumpulin kalian semua di sini buat bahas kematian ayahku. Di balik semua kejadian itu adalah ayah tiriku, Daniel. Anda sudah membunuh ayahku yang tak bersalah, anda bersalah,” jelas Hana Vani pun tak percaya, ia pun menampar ayah tiriku. “Kamu sudah merusak keluarga saya, dan keluar dari rumah ini. Saya tidak sudi menerima kamu dan bawa anak kamu sekalian barang-barang kamu.”
Daniel dan Sandrinna pergi dari rumah itu, Hana dan Vani pun lega dan Hana berharap ayahnya tenang di alam sana, semoga amal ibadahnya diterima.
Cerpen Karangan: Andien Rasti Rahmawan, SMPN 1 PURI Blog / Facebook: @xandnjyy_ Hola, perkenalkan namaku Andien Rasti Rahmawan, aku bersekolah di SMPN 1 PURI. Cerpen ini adalah cerpenku yang kedua setelah cerpen yang berjudul “Benci Jadi Cinta”. Hobiku menulis dan memasak selain itu hobiku juga membaca. Jangan lupa follow IG ku (@xandnjyy_) terima kasih.