Asma saat ini duduk di bangku kelas 7 Madrasah Tsanawiyah Al-Makmun. Asma tergolong anak yang cerdas di sekolahnya. Banyak prestasi yang telah ia raih, mulai dari Juara 3 Olimpiade Matematika, Juara 3 Olimpiade Sains, Juara 1 Lomba Pidato Bahasa Inggris, dan Juara 1 Lomba Pidato Bahasa Arab. Walau banyak prestasi yang telah ia raih, Asma tetap rendah hati dan tidak membangga-banggakan dirinya sendiri.
Dia sangat menyukai mata pelajaran matematika dan fisika. Bahkan ketika menjelang lomba, dia selalu berlatih hingga larut malam. Dia beratih hingga jam 02.00, bahkan hingga jam 03.00.
“Asma, Bapak ingatkan kamu sekali lagi nduk, kalau belajar jangan terlalu diporsir, kalau wayahe (waktunya) istirahat, yo istirahat saja, sebab kalau terlalu diporsir, nggak bagus untuk kesehatanmu”. “Nggih Pak, Asma juga selalu menjaga kesehatan, mungkin karena sejak kemarin Asma terlalu bersemangat belajar hingga larut malam”, ujar Asma. “Nduk, prestasi itu memang penting, tapi kesehatan juga nggak kalah penting”, ujar Bapak.
“Bu, Bapak mau berangkat ngajar dulu ya, Assalamu’alaikum”, ujar Ayah. Seusai mencium tangan Bapak, ibu berkata, “Wa’alaikumussalam, Nggih Pak, hati-hati di jalan ya”.
Sembari Asma dan Mahmud mencium tangan Ibu Asma berkata, “Bu, Asma sama Mahmud berangkat ke sekolah dulu nggih”, ujar Asma. “Hati-hati di jalan ya, ingat pesan Ibu, jangan lupa uang yang sudah ibu kasih ke kalian untuk makan di sekolah untuk ditabung, jangan lupa, kamu selalu bimbing Mahmud kalau dia kesulitan belajar, Ibu ingatkan Asma, kalau belajar jangan diporsir sampai larut malam, nggak baik untuk kesehatan”, ujar Ibu. “Kalau begitu Asma sama Mahmud langsung jalan ke sekolah Bu, Assalamu’alaikum”, ujar Asma. “Wa’alaikumussalam, lho kalian nggak nunggu angkutan desa dulu to”, ujar Ibu. “Nggak Bu, wong jarak rumah ke sekolah Asma sama Mahmud dekat kok Bu, sekitar 500 meter”, ujar Asma. “Yowis hati-hati yo”, ujar Ibu.
“Mbak rahasianya apa to Mbak, kok Mbak Asma bisa cerdas sama banyak prestasinya?”, ujar Mahmud. “Hehe, yo kuncinya harus rajin belajar, giat berlatih, dan fokus menyimak apa yang guru terangkan, begitu Dik”, ujar Asma. “Yo iyo to Mbak, wong Mahmud ki mesti kalau guru menerangkan pelajaran pasti Mahmud selalu menyimak, tapi tahu-tahu malah nggak nyandak (masuk) ke otak”, ujar Mahmud. “Lho kok bisa gitu to Dik?”, tanya Asma. “Yo iyo to Mbak, soalnya Mahmud menyimak pelajaran sambil ngantuk-ngantuk e Mbak, pantas ora nyandak-nyandak ning sirah Mbak (tidak masuk-masuk di kepala)”, ujar Mahmud. “Owalah Mud Mud, kamu ki jan terlalu e, kalau kamu merasa kantuk saat lagi menerangkan pelajaran kamu mbok ya minta izin sama guru untuk mencuci muka”, ujar Asma. “Yo Mbak, Mahmud nggak akan mengulangi lagi”, ujar Mahmud.
Siang itu sepulang dari sekolah, tiba-tiba saja Asma merasakan sakit kepala dan sakit perut yang hebat saat dia berada di kamar. Sontak Ibu yang sedang memasak di dapur dan Mahmud yang sedang belajar di kamar bergegas menuju ke kamar Asma.
Sembari meronta-ronta Asma memanggil Ibu dan Mahmud, “Aduuuuh, Bu, Mud, kepala Asma pusing sekali, perut Asma sakit sekali”. “Ya Allah nduk kowe kenapa?”, tanya Ibu. “Yo, kok Mbak Asma kesakitan gitu to?”, tanya Mahmud. “Nggak tahu juga, kok perutku sakit sekali sama kepalaku pusing sekali”, ujar Asma. “Yowis nduk, ibu ambilkan segelas air putih, obat sakit kepala, sama obat sakit perut sekalian minyak kayu putih di kotak obat, Mud kamu tolong jaga Mbakmu”, ujar Ibu. “Nggih Bu”, ujar Mahmud.
Tak lama kemudian ibu bergegas ke kamar Asma memberikan obat kepada Asma. “Ini nduk obat sakit kepala sama obat sakit perut, kamu minum obatnya satu persatu”, ujar Ibu. “Nggih Bu”, ujar Asma.
Setelah Asma meminum obat, Ibu mengusap perut Asma dengan minyak kayu putih. Setelah itu, Ibu menyuruh Asma menunaikan Shalat Zuhur. “Kamu sekarang Shalat Zuhur, habis itu kamu langsung istirahat”, ujar Ibu. “Nggih Bu, Asma mau ambil air wudhu”, ujar Asma. “Yowis Mud, kamu ndang (segera) Shalat Zuhur ya, habis Mbak Asma ambil wudhu, kamu bergegas ambil air wudhu”, ujar Ibu. “Nggih Bu”, ujar Mahmud.
Sore itu sepulang dari mengajar, Bapak terkejut mendengar Asma meronta-ronta kesakitan. Bapak bertanya kepada Ibu apa yang sebenarnya terjadi pada Asma. Mahmud yang sedang belajar di ruang tamu pun terkejut mendengar Asma meronta-ronta kesakitan.
“Aduuuuh, Pak, Bu, Mud, kepala Asma pusing sekali, perut Asma sakit sekali.”, ujar Asma. “Ada apa to Bu dengan Asma, kok dia meronta-ronta kesakitan?”, tanya Bapak. “Tadi siang sehabis pulang sekolah pas dia di kamar merasakan kepalanya pusing sama perutnya sakit sekali”, ujar Ibu. “Apa Ibu sudah kasih obat ke Asma?”, ujar Bapak. “Sudah Pak, wong tadi siang Ibu kasih Asma obat sakit kepala sama obat sakit perut Pak, sekalian ibu olesi perutnya sama minyak kayu putih”, ujar Bapak. “Alhamdulillah kalau begitu, ayo Bu, le, kita bergegas ke kamarnya Asma lihat kondisinya dia”, ujar Bapak. “Nggih Pak”, ujar Mahmud.
Bapak, Ibu, dan Mahmud bergegas menuju kamar Asma untuk melihat kondisi Asma. “Nduk kamu kenapa to nduk?”, tanya Bapak. “Nggak tahu Pak, tiba-tiba saja kepala Asma pusing sekali sama perut Asma sakit sekali sehabis pulang sekolah”, ujar Asma. “Ya Allah badan kamu kok kelihatan lemas sekali, wajah kamu kok pucat pasi, kamu harus segera dibawa ke Puskesmas, Bu tolong panggilkan ambulan untuk bawa Asma ke Puskesmas”, ujar Bapak. “Nggih Pak”, ujar Ibu. Tak lama kemudian ambulan datang ke rumah Asma untuk membawa Asma ke puskesmas.
Dokter memeriksa kondisi badan Asma. Bapak, Ibu, dan Mahmud terlihat sangat cemas akan kondisi Asma. “Bagaimana kondisi anak saya?”, tanya Bapak. “Maaf Pak, anak Bapak menderita tipus yang sangat kronis, dikarenakan kurang istirahat dan kelelahan, sepertinya anak Bapak sudah memasuki masa kritis, semoga saja masih ada harapan untuk sembuh pada anak Bapak. “Baik dok, saya percayakan kepada dokter untuk merawat anak saya dengan maksimal”, ujar Bapak. “Saya akan upayakan agar anak Bapak bisa sembuh kembali, semoga Allah mengangkat penyakit yang diderita anak Bapak”, ujar dokter. “Aamiin, terima kasih banyak dok”, ujar Bapak. “Sama-sama Pak, kalau begitu saya bergegas meninggalkan ruangan perawatan, mari Pak, Bu, Mas”, ujar dokter. “Mari dok”, ujar Bapak, Ibu, dan Mahmud.
Dengan melihat kondisi Asma yang sangat lemas dan penuh jarum infus, Bapak, Ibu, dan Mahmud menangis. “Ya Allah Pak, Ibu sangat cemas akan kondisinya Asma”, ujar Ibu. “Iya Pak, Mahmud juga sedih melihat kondisinya Mbak Asma”, ujar Mahmud. “Bu, le, kalian semua tidak perlu merisaukan kondisinya Asma, kita serahkan sepenuhnya kepada Allah, serta kita serahkan kepada yang telah memberikan perawatan kepada Asma dengan sebaik mungkin”, ujar Bapak.
Tiba-tiba saja Asma terbangun dan memanggil Bapak, Ibu, dan Mahmud dengan suara lirih. “Pak, Bu, Mud,”, ujar Asma. “Ya Allah nduk, kondisimu bagaimana sekarang?”, tanya Bapak. “Ada pesan yang ingin Asma sampaikan kepada Bapak, Ibu, dan Mahmud”, ujar Asma. “Iya nduk, sampaikan saja kepada kami bertiga”, ujar Ibu. “Ayo nduk sampaikan saja pesanmu, nggak usah takut nduk”, ujar Bapak. “Iya Mbak, sampaikan saja pesan dari Mbak buat Bapak, Ibu, sama Mahmud”, ujar Mahmud.
“Pak, Bu, tolong jaga piala dan medali Asma baik-baik yang disimpan di kamar Asma, dan kamu Mahmud, kamu selalu belajar yang rajin, kamu pasti bisa kok menjadi penerus Mbak suatu saat nanti, dan selalu fokus untuk mendengarkan guru saat menerangkan pelajaran.” “Baik nduk, Bapak dan Ibu akan selalu merawat dan menjaga piala dan medali yang disimpan di kamarmu dengan sebaik mungkin, kamu adalah permati hati keluarga, kamu adalah pelita inspirasi bagi keluarga, Bapak dan Ibu akan selalu menjalankan pesan yang kamu sampaikan”, ujar Bapak. “Nggih Mbak, Mahmud selalu menjalankan pesan yang Mbak sampaikan”, ujar Mahmud.
Tiba-tiba saja mata Asma terbelalak dan lidahnya terasa kelu. Bapak menuntun Asma untuk menyebut Istighfar. “Ya Allah nduk, baca Astaghfirullahal ’Adziim”, ujar Bapak. Dengan lisan terbata-bata, Asma menirukan Istighfar, “A a a a as tagh firullahal a a dzim”. “Asyhadu ’Alaa Ilaaha Ilaallah”, ujar Bapak. “A aa sy hadu” ujar Asma.
Tak lama kemudian saat Bapak menuntun Kalimat Syahadat, tiba-tiba Asma sudah pergi meninggalkan Bapak, Ibu, dan Mahmud.
Sembari mengusap wajah Asma, Bapak berkata ”Innalillahi Wa Innailaihi Roji’uun”.
Cerpen Karangan: Rico Andreano Fahreza Blog / Facebook: Rico Andreano Fahreza Rico Andreano Fahreza lahir di Bontang, 15 September 1994. Penulis merupakan Lulusan Sarjana Teknik Industri Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Penulis saat ini aktif mengikuti kegiatan kelas kepenulisan dan menulis berbagai cerpen dan pusii. Penulis memiliki hobi menonton televisi, mendengarkan musik, dan membaca buku.