Sore itu kunjungan dilangsungkan oleh calon mempelai pengantin pria, dia bersama keluarganya pergi ke rumah wanita itu untuk melihat seperti apa sih rupa wajah wanita yang sehari-harinya tertutup dengan kain yang menyisakan hanya kedua mata saja. Pria itu bernama Tomo, dikenal dengan panggilan Pak Tomo di kampungnya, karena dia memang guru, pembicara jalanan yang handal dan terkenal di kampungnya, sebutan Pak Tomo pun sebagai penghormatan baginya. Sebenarnya ia sudah ditolak sebulan yang lalu, oleh Ayah wanita itu. setelah ia memberanikan diri tuk mengajukan lamaran ke pihak keluarga wanita. Entah ada musim apa di hati sang calon Bapak mertua yang berubah cepat sekali layaknya hati wanita.
Sebenarnya adik wanita Tomo “sisi” sudah mewanti-wanti agar kakak laki-lakinya tidak lagi meladeni keluarga itu, karena sisi merasa kakak sudah dipermainkan, dicampakan, tapi masih saja tak tau malu dan tetap maju. Sisi pasrah dengan tingkah laku kakaknya itu, ia merasa aneh dengan kakaknya, selalu timbul banyak pertanyaan di benaknya “kakak kenapa si terobsesi sekali dengan wanita itu, seperti tidak ada lagi wanita selainnya?” Karena Tomo mungkin keras kepala tak mau mendengarkan saran adiknya, sisi pun tak mau ambil pusing lagi tuk memikirkan kak Tomo.
“Ayo pah, kita menuju rumah itu, rumah calon istri, istri sholehah loh pah, pakai penutup wajah itu, uihh kayak wanita arab aja pah, papah senang kan, aku bakal menikah dengan wanita itu?” Tanya Tomo dengan seksama. “Heleh Tom… tom… Kenapa dirimu ini terlalu tergila-gila dengan wanita itu, padahal belum saja tau bagaimana keperibadiannya?” “Yah papah kok ragu gitu sih sama pilihanku, eh pah, walau sisi dengan segala analisa tajamnya menyarankanku untuk tidak lagi meladeni proses ini, malah dengan begitu aku jadi bertambah semangat mengejar wanita itu hingga bisa kupeluk nanti!” Seru Tomo dengan semangat menggebu-gebu ingin segera wanita yang konon kearab-araban itu.
“Tooom… Coba kamu pikirkan lagi, kamu memang yakin akan menikah dengannya? Kamu juga sudah menganggap enteng analisa tajamnya sisi lho, padah… Hmm kamu belum tau saja ya, bagaimana akuratnya sisi bila telah menganalisa sesuatu.” Sahut mamah yang tiba-tiba datang dengan membawa tiga gelas teh hangat beserta biskuit, Pagi itu. “Apa coba yang paling membuatmu tergila-gila ingin sekali menikahinya?” Sahut papah sambil duduk ringan di bangku teras depan rumah mereka yang sedari tadi mamah pun jadi ikut bergabung ke dalam obrolan rumit dan seru itu. “Pah… pah… Dia itu… Waouhouhouhouh!” Sahut Tomo dengan gimik penuh semangat dan antusias “Hah.” Papah memaksa keluar nafas tua beratnya. “Bocah tua yang aneh kamu tomo.” Lanjut papah “Diatanya apa yang membuatnya tergila-gila dengan wanita itu, malah Waouhouhouhouh!… Yang keluar dari mulutnya.” Sahut papah sambil mengarahkan wajahnya ke mamah.
“Mah anakmu mulai aneh tuh karena wanita itu, belum menikah saja sudah aneh, beda, beda sekali tidak seperti Tomo yang papah kenal.” Kata papah sambil tetap menatap mamahnya yang sedari tadi menutup mulutnya sambil tersenyum melihat dua tingkah lelaki kesayangannya, Papah dan Tomo.
“Mah…” Panggil tomo. “Sebentar Tom, gini ya tom, kamu tuh kenapa seperti sangat ingin sekali menikah dengan wanita itu, mamah tanya serius lho ya, coba, mungkin kamu bisa jelaskan alasan yang bisa mamah terima. Kalau kamu hanya beralasan suka saja, mana mungkin kita percaya, sebutkanlah hal spesifiknya?” “Hmmm…” “Kenapa?” “Tidak, mah.” “Lalu, apa dong, kamu tuh jangan asal nikah ya!” “Tiiida…tidaak… Ma, aku ingin menikah dengannya karena dia telah menyelesaikan hafalan 30 juz-nya!” “Haaa… Kamu milih dia ittt…u sebabnya!?” “Hhh… Iya mah.” “Ga boleh gitu juga Tom, kamu harus perhitungkan lagi analisanya sisi, sisi kalau analisa engga asal lho! Coba renungkan lagi, mungkin hanya karena mata aja kamu jatuh cinta, tidak sesederhana itu Tom.”
Tomo terdiam pasi, bingung mau jawab apa lagi, Papah, Mamah, Sisi. Semua nampak mencegat agar Tom tidak menikah dengan wanita bertopeng itu. Tapi dibenak Tomo ada rasa decak kagum yang amat membuncah. Mau ikut kata mereka atau kata hatiku?! “Aaaaaaaaaakkkkkkkhhhhh…” Teriak tomo dalam jurnal malam yang biasa dia tulis sebelum tidur, “aku berharap esok akan dapatkan keyakinan hati untuk hapus kergauan ini!”
Pagi datang begitu cepat tidak seperti biasanya, matahari bersinar amat terang, mungkin keputusan Tom pun ikut terang. Hari itu Papah, Mamah, dan juga Sisi sedang dalam perbincangan hangat tapi agak serius.
“Pagi semuaaanya…” Sahut Tom yang baru bangun dari tidurnya. “Kak, sehat ya! Semangat trus ya kerjanya! Sini deh Kakak duduk dulu, kita minum teh bareng, udah lama kita tidak seperti ini.” Sahut sisi yang telah lama menganalisa wanita bertopeng itu.
“Tom, tadi Sisi sudah jelaskan semua bagaimana kepribadian ‘wanita bertopeng itu’ ternyata dia bukan wanita baik-baik Tom! Analisa sisi yang mendalam telah membuat kita keberatan jika kamu menikah dengannya.” Sahut papah dengan semangat menggebu-gebu. “Wah… wah… Nampaknya aku pun se-irama dengan kalian, aku pun memimpikan bagaimana wajahnya, lalu dari situ juga tergambar bagaimana dia dengan dirinya, anehnya lagi di mimpi itu, aku mencium bau tak sedap ketika memandanginya.” “Nah Tom benar santai saja lah, tadi Sisi juga cerita ke kita, kalau wanita itu sudah pernah dilamar oleh tiga orang pria, tapi tiga pria itu mundur semua, sudahlah Tom, ‘wanita’ terlalu banyak jumlahnya, biarlah, lepaskanlah dia, tinggalkan dia, semoga dia cepat dan tepat mendapat jodoh yang sepadan dengannya.” Kata Mamah dengan begitu antusias.
“Nah aku boleh yaa nambahin beberpa hal lagi, sekaligus sebagai penutup. Ya Mah, Pah, dan Kak Tomku?” Timpal Sisi. “Silahkan.” Kata Papah, Mamah, dan Kak Tom. “Setelah aku selidiki dengan mendalam di akun medsosnya, terdapat indikasi dia seperti bukan seorang perawan Kak! Akunnya terlalu liar, maaf ya Kak, padahal dia itu wanita yang telah berhasil menggerakkan ‘Power of Jumud’ yang Kakak punya, nah disitu aku yakin, karena aku juga mempelajari dan menangani beberapa anak SMA yang bermaslah di Sekolah, wanita itu memiliki kesamaan dengan anak SMA yang ratusan bahkan ribuan yang pernah kutangani saat itu, kondisi wanita yang tidak lagi perawan sangat jauh berbeda dengan wanita ting-tong. Tenang Kak, Kakak kan Ganteng, Bersetifikat dimana-mana. Maaf ya Kak, untuk masalah tipu daya Kakak masih mudah ditipu, apalagi kalau wanita yang menipu itu, sudah biasa, bahkan MasTuti (master tukang tipu), bener deh kak! Aku juga sempat ga percaya kok orang yang berlabel telah menghafal kitab inti dari ajaran yang mulia seperti itu, aku juga menelisik dalam ke teman-teman chatnya, wah! Mengerikan! Terlalu liar untuk ukuran ‘perawan’ dan skack match-nya lagi, Papah, Mamah, dan Aku. Kita satu suara, jarang-jarang lho Kak, ya Kak, mundur saja yaa!” Penjelasan mendalam, serta permohonan terdalam Sisi.
“Hihi…hihi… Baiklah aku akan batalkan pertemuan lanjutan dengan wanita bertopeng itu.” “Horrrrrreeeeeeee!” Papah, Mamah, dan Sisi bersorak ria, dengan sangat gembira sekali. “Baiklah kalau begitu besok sore kita selesaikan yang sudah kumulai, aku butuh bantuan kalian.” Sahut Tomo dengan nada menyesal telah membuat resah keluarganya. “Tidak apa Tom.” Sahut ayah, kita semua dengan senang hati akan membantu dan mendukungmu selalu. “Iya Tom, ini pelajaran berharga, bahkan sangat berharga lho, terlebih juga menambah tajam daya analisa adikmu juga, ya kan Si.” Seru Mamah. “Engga juga kok Mah, kita kan khawatir aja ya, masa Kakak dapat wanita kaleng.” Senyum Sisi dengan manisnya, setelah mendapat pujian dari Mamah.
Sore itu matahari melepaskan sinar siangnya yang segera bertukar dengan malam, burung-burung berterbangan melewati senja, tapi tidak untuk mengukirnya. Akhirnya dengan berbagai keteguhan dan data yang mumpuni, Tom pun menambah yakin untuk mengurungkan niatnya.
“Assalamualaikum… Pak Malih.” Sambut Tomo beserta rombongan keluarganya. “Ohya… Tomo ya, Ooohoho, bareng Papah, Mamah, dan juga adiknya ya?” “Iya Pak Malih, maaf ya ini kita engga bawa apa-apa hanya ini aja bungkusan kecil.” Bungkusan itu sebenarnya seberat 5 kg, yang berisi kismis Arab dan Anggur Srilanka. “Walah… Engga usah repot-repot, ayo… Pada duduk-duduk dulu.” Basa-basi pun berlangsung sekitar 35 menit, perbincangan antar Bapak-bapak, Pak Malih dengan Bapaknya Tomo.
“Oh iya Tom, bagaimana kelanjutannya, setelah tadi melihat anak saya.” Sahut Pak Malih. “Iya Pak Malih, Saya mohon maaf sebesar-besarnya, sebelumnya kita sudah bincang dengan keluarga tentang rencana pernikahan itu, menimbang kita ada big planing yang belum selesai, membantu biaya saudara sepupu yang masih sekolah, itu pun jumlahnya banyak Pak, sekitar lima orangan, trus saya juga belum selesai setoran 30 juz-nya, tentu sebuah kebanggaan bila bisa menikah dengan putri Bapak, tapu setelah dikaji dengan mendalam, saya sadar saya belum pantas untuk menjadi pemimpin bagi putri Bapak, saya yakin ada yang lebih dan sangat layak untuk mendapatkan keekslusifan anak Bapak, mohon maaf yang sebesar-besarnya, atas kelancangan saya yang tak tau diri ingin bersanding dengan putri yang mulia lagi terjaga.”
“Walah padahal kita sudah sangat mengharap nak Tomo bisa bersanding dengan putri saya, wah kalau masalah hafalan belum selesai, kan nanti bisa ngafal bareng anak saya, maksudnya bisa nyusul nanti, santai aja To… M” Kata Pak Malih, yang sedari tadi putri yang duduk disampingnya mengisyaratkan agar tidak meneruskan pembicaraannya, mungkin terkesan memalukan, bagi putrinya.
“Saya berterimakasih banyak sekali, _Pertama_ saya sudah merasa sangat malu sekali dan telah tidak tau diri, karena sok terlalu merasa pantas bersanding dengan putri Bapak dan menjadi bagian dari keluarga Bapak, maaf ya Pak.” Tomo memohon dengan sangat. “Iya nak tak mengapa kalau begitu, mungkin juga belum jodohnya ya, kita saling mendo’akan saja, semoga Tomo dan anak saya segera berjodoh, eh maksudnya segera bertemu dengan jodohnya masing-masing.” Jelas Pak Malih.
Hari semakin gelap, surya sudah berkedip-kedip sejak tadi, seakan mengisyaratkan kepada Tomo dan Keluarga untuk segera pulang. “Oh Bu, Pak, neng, kita pamit dulu ya. Hari sudah mulai gelap.” Sahut Bu Tomo. “Iya-iya Bu, mari terimakasih ya sudah bersedia berkunjung ke gubuk kami.” Sahut Istri Bu Malih dengan rendah hati.
“Akhirnya berakhir juga kesuraman ini. Maka sangat benarlah apa yang Nabi katakan, ‘bila wanita itu seorang janda maka menetap di rumahnya selama tiga hari, bila perawan maka tujuh hari’. ” Gumam batin Sisi.
Cerpen Karangan: Halub Blog: huzuryakindir.blogspot.com Halub dari Cileungsi, tinggal di Masjid Darurrozaq sebagai pembantu masjid. “Pencipta Terima kasih atas segalanya” “Tangsel-Pamulang, terima kasih sudah bersama hingga lulus SD.” Blog: huzuryakindir.blogspot.com Ig: halubzih93