Wanita paruh baya itu berjalan menyusuri jalan raya, langkah kakinya terhenti pada sebuah masjid. Dipandanginya masjid besar itu, di samping masjid itu ada sebuah rumah besar begitu pula dengan di depan masjid juga ada sebuah rumah minimalis nan indah. Matanya tertegun melihat bangunan-bangunan itu, angannya melambung tinggi teringat akan masa lalunya. Masa dimana ia sangat dihormati warga karena menjadi orang yang berduit banyak dan juga menjadi tokoh agama di masyarakat tapi lama kelamaan tubuh perempuan paruh baya itu bergetar, ia memilih untuk berlari meninggalkan bangunan yang lama dipandanginya. Dalam lajuannya ia teringat akan sebuah pelajaran berharga yang diberikan Allah ta’ala, semua itu berawal dari perkenalan cucu kesayangannya dengn seorang pemuda bernama Vano.
“Siapa anak ini El?” Tanya perempuan paruh baya itu pada cucu kesayangannya “Namanya Vano, Uti. Dia temanku” jawab Elia si cucu kesayangan. Perempuan paruh baya itu menatap Vano dengan tatapan arogannya kemudian perempuan paruh baya itu menatap keluar, dilihatnya ada mobil CR-V parkir di halaman rumahnya dan merekahlah senyum di wajahnya.
“Rumahmu dimana, nak?” Tanya perempuan paruh baya itu ramah “Di perumahan Grand Mawar Regency, Uti” jawab anak muda itu merayu dan benar saja rayuan anak muda itu benar-benar manjur, si permpuan paruh baya langsung percaya pada anak muda itu dan merestui hubungan cucu kesayangannya dengan anak muda itu.
“Uti, kita mau keluar sebentar. Boleh ya?” ucap anak muda itu “Tentu boleh, nak. Keluarlah” ucap perempuan paruh baya itu tanpa berfikir panjang. Izin darinya itu ternyata menjadi sebuah pintu kehancuran keluarganya, lebih tepatnya keluarga yang selalu ia agung-agungkan.
Pukul 17.00, cucu kesayangannya telah sampai di rumah dengan wajah berseri-seri dan ia juga membawa sekantong kresek buah-buahan mahal. Perempuan paruh baya itu terheran melihatnya. “Kau habis main kemana?” Tanya perempuan paruh baya itu “Eh, ada Uti. Tadi diajak main ke taman Ti sama Vano. Oh iya Ti, ini dari Vano buat Uti, Ayah sama Bunda” ucap si cucu kesayangan sambil menyodorkan kantong kresek itu. Dibukanya kantong kresek itu, betapa terkejutnya perempuan paruh baya itu aneka buah-buahan mahal di dalam kantong kresek?
“Masyaallah, ini buah-buahan mahal lo El. Terimakasih ya, sampaikan salam Uti ke Vano” ucap perempuan paruh baya itu. Begitulah selalu ketika Elia si cucu kesayangannya seusai keluar dengan Vano. Oleh-oleh yang diberikan Vano itu memang mahal harganya namun tak semahal harga diri keluarga si perempuan paruh baya itu.
Pagi itu mentari bersinar dengan indahnya namun tak seindah suasana keluarga perempuan paruh baya itu. jam masih menunjukkan pukul 08.00 pagi namun pintu sudah dikedor oleh seorang wanita yang sangat mengenal perempuan paruh baya itu. “Mbak, kedatanganku kemari bukan untuk berbasa-basi denganmu namun aku hanya ingin mengambil harta warisan almarhum kakekku” ucap perempuan itu “Loh Tik? Kok kamu tiba-tiba minta bagian warisan? Kan sudah jelas kalau seluruh harta warisan mertuaku diberikan kepada suamiku seorang dan kamu tidak berhak sama sekali” ucap perempuan paruh baya itu. “Tidak berhak katamu? Ingatlah mbak, kau ini cuman mantu dan suamimu itu anak angkat sedangkan almarhum bapakku adalah anak kandung. Hak waris anak angkat itu hanya 1/3 saja tidak lebih. Apa hanya karena bapakku menikah dengan perempuan tidak punya sehingga hak warisnya terhapus? Enggak mbak? Kalau kau tidak percaya ayo kita konsultasi ke pengacara” ucap perempuan bernama Astutik itu. “Untuk apa kita konsultasi kepada orang yang tidak pernah mengingat Allah? Aku bisa sendiri kok mengatasinya?” ucap perempuan paruh baya itu. “Apa? Tidak pernah mengingat Allah? Justru kaulah yang tidak pernah mengingat Allah. Kalau kau mengingat Allah maka kau tidak akan mau memakan barang yang bukan hakmu. Kalau kau tidak berkenan, maka tunggu saja tanggal mainnya!” ucap Astutik
Brukkk terdengar bunyi benda jatuh. Cepat-cepat perempuan paruh baya itu berlari ke arah benda yang jatuh itu, diikuti Astutik. Alangkah kagetnya mereka, pagi-pagi Elia ditemukan pingsan di depan kamarnya. “El.. bangun Nak. Ayo bangun!” ucap perempuan paruh baya itu namun Elia tetap saja memejamkan mata kemudian Astutik segera menghubungi dokter terdekat. Beberapa saat kemudian Elia tersadar dan perempuan paruh baya itu memapah Elia ke kamar.
“Kamu kenapa El?” Tanya perempuan paruh baya itu “Entahlah Uti, kepalaku pusing sekali rasanya aku ingin mual” ucap Elia sambil memegang kepalanya. “Sudah, nggak usah bingung saya sudah memanggilkan dokter, tunggu saja sebentar lagi ia juga akan datang” ucap Astutik “Ngapain kamu manggil dokter? Diminumin madu hangat saja kan sudah beres” ucap perempuan paruh baya itu. “Hihhh kau ini! Lihatlah cucumu sangat pucat, pasti terjadi sesuatu pada dirinya. Kau jangan sok tahu, biar dokter yang memeriksanya!” ucap Astutik, kemudian terdengar bunyi ketukan pintu dari kamar. Astutik dengan sigap segera membukakan pintu, dan apa yang dipikirkannya benar dokter telah datang.
“Silahkan masuk dok. Kami sudah menunggu kedatangan dokter” ucap Astutik “Iya bu. Pasiennya ada dimana?” Tanya dokter itu ramah “Ia ada di kamar dok, mari saya antar” ucap Astutik dengan ramahnya mengajak dokter ke kamar Elia. Merekapun memasuki kamar Elia, dilihatnya Elia yang tengah berbaring di atas kasur, dokter itu memandangi Elia lekat-lekat kemudian memeriksa Elia. Dipasangnya stetoscope di telinganya kemudian dokter itu memeriksa perut Elia, dokter itu terkejut namun ia berusaha menahan dirinya.
“El, apa sekarang masih pingin mual?” Tanya dokter itu “Iya dok, rasanya kok mual sekali ya. Saya kenapa dok?” Tanya Elia “Oh iya, sekarang kamu coba pipis dulu ke kamar mandi kemudian tempel alat ini di air senimu” ucap dokter sambil menyodorkan sebuah tespect. “Astaghfirullah!! Dokter jangan macam-macam! Kami ini adalah keluarga yang banyak amal ibadahnya! Mana mungkin cucu saya berbuat hal yang serendah itu!” Hardik perempuan paruh baya itu. “Iya ibu, saya tahu. Amal ibadah keluarga ibu memang sangat banyak namun tadi saya memeriksa ada dua denyut nadi di dalam badan Elia. Sekarang, lebih baik kita lihat hasil test urinnya” ucap dokter itu.
15 menit kemudian, Elia keluar dari kamar mandi dengan muka pucat nan lesu sambil membawa tespect itu. “Bagaimana hasilnya El? Garisnya 1 atau 2?” Tanya dokter menahan amarah pada perempuan paruh baya itu. “Ini dok” ucap Elia sambil memberikan tespect itu ke dokter “Tuh kan bu, hasilnya cucu ibu positif hamil. Kalau perkiraan saya usia kehamilannya baru 2 minggu. Saya tahu keluarga ibu adalah keluarga yang banyak amal ibadahnya namun kehamilan cucu ibu adalah kenyataan” ucap dokter itu “Ini tidak mungkin! Ini tidak mungkin” ucap perempuan paruh baya itu “Tidak mungkin apanya mbak? Kenyataannya garisnya 2, itu berarti cucumu hamil, mbak. Dan ingat aku akan tetap mengambil hakku” ucap bu Astutik sambil berlalu meninggalkan perempuan paruh baya itu.
Kehamilan Elia benar-benar telah mencoreng nama baik keluarga itu, keluarga Hajah Retno Syahid. Ya, perempuan paruh baya itu bernama Retno Syahid. Kabar kehamilan Elia masih disimpan rapat oleh Dokter dan juga bu Astutik namun sepandai-pandainya kita menyembunyikan bangkai, lama-kelamaan ia akan tercium juga.
“Bapak mencari siapa?” Tanya pak Harto, satpam perumahan Grand Mawar Regency “Saya mau cari anak muda bernama Vano. Dia itu laki-laki bejat yang telah menghamili anak saya” ucap pak Arkham, ayah Elia. “Vano? Di sini nggak ada yang namnya Vano pak. Oh iya, kalau boleh tahu bagaimana wajahnya? Mungkin saya mengenalinya” ucap pak satpam itu kemudian pak Arkham menyodorkan HPnya, memberi tahu wajah Vano yang telah dikirim oleh Elia ke HP ayahnya. “Loh pak, ini adalah seorang penipu?!” ucap satpam itu “Apa? Penipu pak? Anak saya bilang kalau ia tinggal di sini?” ucap pak Arkham “Iya, itu memang betul pak. beberapa bulan yang lalu ia memang tinggal di sini namun hanya sebulan sebelum ia ditangkap. Ia memang seringkali menipu banyak orang dengan ilmu gendamnya. Ya, percaya nggak percaya sih pak namun kenyataannya ada. Korbannya banyak lo” ucap pak satpam “Ya Allah. Dosa apa yang telah hamba perbuat ya Allah, mengapa kau hukum hamba seberat ini ya Rob” ucap pak Arkam sambil menangis terisak.
“Ayo kita semuanya bersiap pindah! Ayah sudah menemukan kontrakan terpencil untuk menyembunyikan aibmu” ucap pak Arkham setibanya di rumah. “Ayah, mengapa begitu? Dimanakah Vano ayah?” Tanya Elia gemetar “Dia itu penipu sudah ditangkap pihak yang berwajib jadi kau tak usah berharap padanya” ucap pak Arkham “Apa yah?” ucap Elia shock berat
Beberapa hari kemudian rumah itu sudah ditinggalkan oleh keluarga Retno Syahid dan sekarang yang tinggal di tempat itu adalah bu Astutik dan pak Rohman. Mereka berdua adalah kakak beradik, pemilik sah 2 buah rumah dan 2 petak sawah seluas 2 ha. Namun, mereka tetap memberi hak waris pada bu Retno Syahid yaitu 1/3 dari milik mereka, yaitu sebidang tanah. Tanah itu sekarang diolah oleh pak Arkham sendiri yang sedari dulu senang berkebun. Ya, hasil panennya jelas merosot drastis tak seperti dulu.
8 tahun kemudian “Ibu.. ayo cepat jalannya. Sherli sudah kepingin banget belajar sama Bu Sofi, lo” ucap seorang anak kecil “Iya.. ya ini juga jalan. Apa kamu nggak lihat kalau ibu lagi jalan?” ucap Elia bersungut-sungut membuat gadis kecil itu menitikkan air mata.
10 menit kemudian mereka telah sampai di sekolah disambut oleh seorang ibu guru. Guru itu berperawakan kecil tinggi dan berkulut agak hitam. “Selamat pagi anak cantik. Ke sini diantar siapa?” Tanya bu guru itu ramah “Pagi ibu. Sherly diantar ibu” jawab anak kecil itu “Oh iya? Mana ibumu?” Tanya bu guru itu kemudian Sherly menunjuk ke Elia, betapa kagetnya bu guru itu. Elia? Apakah ini anakmu? Anak hasil dari hubungan di luar nikah dengan seorang penipu? Gumam bu guru itu.
Eliapun tahu kalau bu Sofi adalah mantan tetangganya dulu di kampung, tetangga yang selalu dibenci oleh Utinya karena ia sangat suka dengan pria pekerja keras dan sebagai istri bu Sofi lebih suka mengalah pada suaminya, kalaupun suaminya keliru sebisa mungkin bu Sofi mengingatkannya dengan halus penuh cinta. Tak tahan melihat bu Sofi ada di sekolah anaknya, Eliapun segera berlari pulang.
“Kau kenapa El?” Tanya bu Retno “Ti, ternyata bu Sofi adalah gurunya Sherly” ucap Elia “Apa? Bu Sofi yang istrinya Advokad itu?” Tanya bu Retno kaget, perempuan paruh baya itu teringat kembali akan dirinya saat memberikan tausiah di pengajiannya.
“Ibu-ibu, anak itu adalah titipan dari yang Maha Kuasa jadi ya harus dijaga dengan baik-baik jangan semena-mena, jangan mentang-mentang ibunya PNS terus nggak mau ngurusi anaknya. Apalagi kalau bapak dari anak itu adalah seorang praktisi hukum, kita harus hati-hati mendidiknya karena para praktisi hukum di tanah air kita ini jarang sekali mengingat Allah dan satu lagi ibu-ibu, kehidupan yang kekal itu adalah kehidupan di akhirat dan yang bisa mendo’akan orang-orang yang telah berpulang itu bukan para pegawai atau praktisi hukum melainkan guru ngaji” ucap bu Retno sambil memandang bu Sofi yang terdiam. Bu Sofi memang terdiam namun dalam hatinya ia berdo’a agar Allah memberi pelajaran pada perempuan paruh baya itu dengan caraNya yang terbaik dan ternyata Allah mengirimkan Vano dan juga Sherly untuk memberi pelajaran terbaik di sepanjang hidupnya. Kenangan itu, tak terasa membuat bulir-bulir air mata bu Retno menetes.
“Allah itu memang Maha Adil El, dulu Uti sering menyindir keluarga Bu Sofi dan tak hanya itu Uti juga selalu mengomentari seluruh tetangga Uti dari Depan hingga belakang, deret kiri dan kanan, pokoknya semua pasti kebagian. Tanpa Uti tahu perkataan Uti ternyata menyakiti hati mereka El sehingga Allah memberi Uti pelajaran lewat Vano dan Sherly. Astaghfiruallah” ucap bu Retno sambil menitikkan air mata.
Cerpen Karangan: Hamida Rustiana Sofiati Facebook: facebook.com/zakia.arlho