Suatu hari awan yang masih mendung tebal, angin yang kencang dan hujan yang masih deras tak henti dari semalam, pagi telah tiba matahari telah terbit dan cuaca masih gerimis seperti kemarin. Ibunya Shanie melamun di depan teras rumah tua, setiap pagi ibunya Shanie selalu duduk di kursi yang sudah reot berada di depan teras rumahnya, dan ibu memandang dedaunan yang jatuh dari pohon-pohon di samping rumah mengiringi rintikan air hujan yang bising di telinga ibu, tak lama kemudian. Shanie terbangun dari kamar tidurnya. Melihat dari jendala kamarnya Shanie, Shanie langsung menghampiri ibunya yang sedang melamun di depan teras rumah. Shanie bertanya, kepada ibu dengan wajah yang masih ada air liurnya di pipi.
“Ibuuu… ibu, sudah bangun?” kata Shanie sambil mengucak matanya. Ibu hanya tersenyum dan mengelus rambutnya Shanie yang masih berantakan, lalu ibunya Shanie menyaut dengan manja. “Ehh, anak ibu yang paling cantik sudah bangun. Ayo cepet mandi nanti kesiangan kuliahnya loh.” Jawab ibu yang masih senyum dan mengelus rambutnya Shanie.
“ibu.. Shanie sayang sama ibu. Shanie gak mau Shanie kuliah bikin ibu hidupnya berat hingga banyak beban…”, tanya Shanie, dengan wajah yang meringis. Ibu menjawab dengan wajah yang masih tersenyum, “Ussstt… ibu juga sayang sama Shanie, kamu lagi kenapa sih, kamu mimpi apa semalam, tiba-tiba meringis. Sudah kamu cepet-cepet mandi! ini sudah mau siang loh. Nanti kamu terlambat kuliahnya…”. Shanie langsung berkata “iya, bu”, singkat Shanie, Shanie langsung bergegas mandi dengan aura wajah yang sudah mulai cemberut. Namun ibu menahan tanganya Shanie, dengan wajah yang sedikit kesal tapi ibu tetap senyum.
“loh, loh… kebiasan anak ibu yang paling cantik, kalo habis bangun tidur mukanya cemberut. Shanie kamu jangan berfikir apa yang kamu bayangkan, ibu masih sehat, ibu masih kuat kok bayar kuliahnya Shanie. Shanie jangan khawatir, yang penting Shanie kuliah yang rajin, agar masa depan Shanie gak susah kaya ibu”
Tanpa bicara, Shanie langsung berjalan ke kamar mandi, dengan muka yang masih cemberut. Sambil menunggu Shanie selesai mandi, ibu pun pergi ke dapur bikin teh hangat dan singkong rebus kesukaanya Shanie setiap sarapan pagi sebelum berangkat kuliah.
Ibu duduk kembali di kursi yang reot dan mengaduk teh hangat itu, sudah setengah jam, Shanie datang. “Shanie, ini teh hangat dan singkong rebus kesukaanya Shanie. Pagi ini, ibu buatnya yang spesial buat kamu.” Kata ibu yang kian setengah jam menunggu shanie di kursi reot. Shanie pun minum teh hangat dan makan singkong rebus. Setelah selesai sarapan pagi Shanie langsung berangkat kuliah, rintikan hujan yang tak henti, tapi Shanie tetap menerjang untuk berangkat kuliah, dengan sepeda keranjang sejati, sepeda keranjang tersebut hadiah dari ibu yang diberikan pada saat ulang tahunya Shanie tahun lalu. Seperti biasa. sambil mengayun sepeda. Shanie melambaikan tangan kepada ibu, dan ibu pun tetap senyum dan melambaikan tangan kembali kepada Shanie.
Setelah tiba di kampus. Shanie ditertawakan oleh teman-temanya, baju dan celana hingga tas Shanie basah kuyup. Shanie tetap cuek dan bodo amat saja terhadap teman-temanya. Namun sayangnya. Shanie merasa sedih, buku-buku puisi dan lukisan abstrak yang Shanie selalu bawa setiap ia pergi kemanapun ternyata basah juga. dalam hatinya Shanie berkata. “shanie kuat! Shanie ga boleh lemah dengan cacian mulut-mulut berbusa itu”.
Adzan dzuhur telah berkumandang, ibu meninggalkan kursi reot tua itu, ibu pergi ke tempat wudhu seperti biasa. Setelah sholat dzuhur, ibu selalu memeluk foto shanie pas waktu SD, bahkan bukan hanya foto itu saja. Ibu pun selalu mengenggam selembar puisi dan lukisan abstrak yang menggambarkan foto Shanie pakai toga dan ijazah, di lukisan abstrak tersebut Shanie berdampingan dengan sosok ayah dan ibunya Shanie. Ibu senyum sambil meneteskan air mata di selember puisi dan lukisan abstrak. “anak ibu yang paling saaayang… semoga mimpimu tercapai nak, ibu selalu menunggu lukisan absrtakmu menjadi kenyataan!”, berkata didalam hati ibu yang selalu menunggu shanie memakai toga dan ijazah.
Waktu sudah menunjukan sore, dan hujan pun sudah mulai redup. Shanie mengayun sepedanya terburu-buru. Shanie berteriak kencang dan tergesa-gesa memanggil ibunya, “ibuuu.. Shanie datang.” Ibu langsung keluar dari rumah dan memeluk Shanie di depan pintu, lalu seperti biasa. Shanie dan ibu duduk di kursi reot. Shanie curhat kepada ibu semua kejadian di kampus tadi. Namun ibu tak mau mendengarkan ceritanya Shanie, sebelum Shanie ganti pakain yang telah basah kuyup, “Sana ganti pakain dulu, nanti sakit perut kalo kamu gak ganti pakaian.”, bilang ibu kepada Shanie, muka ibu cemas. Sebab ibu tak mau anaknya sakit lagi, beruntungnya Shanie nurut sama ibu, “iya bu, nanti Shanie ganti pakain dulu. Tapi janji ya ibu jangan kepasar dulu. Shanie mau curhat panjang dan lebar sekali.”, kata shanie sambil berlari dan lempar pakain yang basah ke tempat kamar mandi.
Shanie kembali ke tempat kursi reot, dan duduk di sebelah ibu. Shanie mulai curhat sambil mengelus tanganya ibu, “ibu.. Shanie ntah kenapa kalo setiap pagi, siang, sore dan malam. Shanie senang banget melihat ibu yang selalu senyum, hingga kalo Shanie pulang kuliah. Shanie disambut dengan senyuman ibu yang manis. Shanie tau, hidup ibu adalah seperti hujan-hujan yang telah membasahi pohon, tanah, dan segala isinya di bumi ini, ibu tetap pahlawan terhebat di dunia ini,” curhat Shanie di sore yang masih mendung.
Senyum ibu yang membuat Shanie semangat dalam menjalankan hidupnya, ibu pun langsung memeluk Shanie, “Shanie, datangnya hujan dibulan sekarang ini adalah suatu keberkahan bagi pohon-pohon dan tanah yang basah di sore ini. Jika esok terang benderang dan sinar matahari menyinari pohon ini, pohon-pohon ini akan kembali tumbuh segar, seperti buah dan dedaunan yang sebentar lagi ibu dan shanie akan menikmati buah-buah yang ada di pohon itu. Jika tumbuh itu loh!. Kalo ndak, ya tunggu saja sampai buah itu tumbuh dan kita menikmatinya bersama,” bilang ibu kepada Shanie, hingga senyuman manis dari ibu senang sekali sore ini hujan telah redah.
Shanie, “bu, tapi kenapa ya, di setiap akhir tahun ini. Selalu hujan terus?”. Tanya Shanie dengan muka yang serius, tapi ibu semakin ketawa terbahak-bahak dari pertanyaanya Shanie, dan ibu menggelengkan kepala. “Shanie, ibu bukan dukun. Mungkin hari-hari di akhir tahun ini adalah hari penuh dengan keberkahan, ya. Tentu saja, ibu tak tau Shanieee…”, masih tertawa dan Shanie pun ikut tertawa.
Hujan telah redah, dan malam akan tiba, suara-suara jangkrik dan katak sudah mulai terdengar. Shanie dan ibu meninggalkan kursi reot itu, dan mereka masuk ke rumah dengan wajah yang ria dan gembira.
Cerpen Karangan: Ryega D. Ibrahim Blog / Facebook: Ryega