Kemilau kerlap-kerlip lampu diskotek di tengah kota metropolitan. Musik disko yang membuat orang ingin bergembira dan larut bersamanya. Namun sepertinya suasana itu tak berlaku bagiku, termenung melamunkan keadaan yang semakin kacau. Ibarat, aku hanya sebuah patung pajangan di pojokan diskotek itu. Tak terjamah oleh siapapun dan tak gampang terlihat oleh keramaian orang-orang itu. Melamunkan kejadian beberapa hari yang lalu.
“Mas!” Bentakan dan dobrakan istriku di pintu kamar hotel mengagetkan aku dan selingkuhanku ketika kami sedang bercumbu. “Sialan! Aku lupa kunci pintu!” Batinku mengutuk diriku sendiri. Aku dan selingkuhanku terpaku di atas kasur. Istriku mendatangi kami dengan muka yang sangat-sangat tidak dapat aku jelaskan. “Kamu tega ya mengkhianati cinta kita! Kamu alasan pergi keluar kota untuk bekerja, menafkahi aku dan anak kita, tapi kamu tega bohongi aku mas!” Istriku berteriak sekencang mungkin. Berbeda sekali dengan perlakuannya kepadaku dan anakku saat di rumah. Penyayang dan lembut lisannya, sekarang menjadi sosok macan yang siap menerkam mangsanya. “Sayang! Aku bisa jelaskan semuanya! Kamu tenang dulu ya,” aku berdiri dan berbicara sehalus mungkin untuk meredakan emosinya. Namun, strategiku nampaknya tak berhasil. “Cukup! Gak usah beri penjelasan apapun mas! Apapun yang kamu jelaskan tidak merubah tekadku untuk cerai sama kamu!” Perkataannya membuat aku bagai tersambar petir di siang bolong. Aku melihat buliran air mata tampak menetesi wajahnya. Dan dengan bodohnya, aku terdiam menyaksikan istriku yang pergi meninggalkan aku dan selingkuhanku.
Suasana berbeda di rumah aku rasakan setelah kejadian itu. Anakku yang masih SD biasanya riang gembira, kini tampak murung. Apalagi istriku. Dia tak sudi memandang aku ketika kami berpapasan. Bahkan dia lebih memilih tidur di kamar anakku. Aku tau, aku salah. Aku telah menyakiti hatinya. Kepercayaan dan kekuatan rumah tangga yang telah kami bangun telah hancur oleh permainan gilaku. Tergila-gila, terobsesi dengan perempuan lain, bahkan aku rela merogoh kocek dalam-dalam untuk menghidupi selingkuhanku.
“Ini surat cerai kita dari pengadilan. Tanda tangani dan anggap aja kita tidak punya hubungan apa-apa lagi,” kata istriku lemas. Kutatap wajahnya yang tak terurus, matanya yang sendu dan sembab setelah berhari-hari menangis. Namun yang lebih menyedihkan lagi, dia tak mau menatapku. Dia menatap kertas yang diberikan padaku untuk ditandatangani. Seolah-olah meyakinkan dirinya bahwa menatapku sebuah dosa besar yang ia lakukan.
Keputusan pengadilan telah bulat. Kini, aku resmi bercerai dengan istriku. Tak ada yang menyiapkan sarapan. Tak ada canda tawa layaknya keluarga yang bahagia. Tak ada keceriaan anakku yang berlari kesana-kemari, karena anakku ikut bersama ibunya. Kini aku merasa sendirian di diskotek ini. Walaupun ini tempat yang ramai karena kegilaan orang-orang, tapi jiwa dan batinku terasa sepi. Aku menyesal.
Cerpen Karangan: Vikio Setyobudi Facebook: Vikio Setyobudi Mencoba untuk memulai hal yang baru.
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 3 Agustus 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com