Hai namaku Alicia orang orang memanggilku Lisa, aku tak jarang terlihat selalu keluar rumah bermain bersama temanku. Tetapi.. entah kenapa tak ada yang mau.. aku bingung aku berusaha mencari tahu tapi tak ada yang mau berkomunikasi kepadaku.
Pagi yang cerah menyinari jendela kamarku seketika memantul ke arah wajahku, seketika aku bangun dan mengalihkan pandangan mataku ke arah jendela yang terlihat di sana ada seorang anak perempuan dia tampak seperti pengemis, aku terus melihatnya ia tampak sedih dan menangis. Aku segera mandi dan menyapanya.
“Hai dik, kenapa di sini?” tanyaku “Aku.. kehilangan orangtuaku..” jawabnya pelan “Astaga bagaimana bisa?” “Itu terjadi ketika aku bermain di taman pertigaan, orangtuaku sedang membelikanku makanan. Ketika aku sedang asyik bermain kulihat ada 3 orang laki-laki berpakaian seperti preman” jelasnya “Apakah mereka menculik mereka?” tanyaku lagi “Tidak, mereka menodongkan senjata ke arahku, tetapi aku tak tahu dari mana mereka tahu kalau orangtuaku membawaku.. Lalu ketika preman itu berusaha menembak aku terkejut karena dengan mataku sendiri aku melihat ibuku yang melindungiku..” katanya sambil meneteskan air matanya “Hah.., astaga tega sekali mereka” “Lalu preman dengan tubuh tinggi beralis tebal menusuk ayahku dan ayahku berkata padaku untuk lari, aku lari sekencang kencangnya pada saat itu aku lari memutari jalan taman itu lalu bersembunyi di pohon, mereka tak dapat menemukanku aku segera kembali pada orangtuaku.. dan.. kulihat mereka sudah memejamkan matanya” setelah mengatakan itu ia menangis “Ehh dik jangan menangis nanti di kira saya yang ngegoda hehe..” “Nggak kak, ya udah aku pergi dulu”
Tiba-tiba Hujan mengguyur basah bajuku “Astaga hujan.. dek ikut aku” ajakku menarik tangannya masuk ke rumah “Ehh kak, saya mau di bawa ke mana?” “Kamu tinggal sini dulu aja ya..” “Tapi kak, saya takut dimarahin ortu kakak” ujarnya melirik ke tangga “Di sini nggak ada siapa-siapa, kakak di sini sendirian” “Ohh, tapi kemana? Ortu kakak?” “Cerita kakak sama seprti ceritamu dek, tetapi agak berbeda hehe.. paham?” “Eee.. iya”
DUAAAAAARRR “Aaaa.. ada petir..!!!” teriak anak itu “Hush hanya petir tidak akan mendekati rumahku, ayo ikut aku ke dapur”
“Ceritakan kemana ortu kakak?” “Kakak gak tau dek, kakak cuma tau sedikit. Gini waktu kakak berumur 8 tahun kakak belum tinggal di sini, keluarga kakak lumayan berkecukupan lalu saat kakak berumur 9 tahun ibu kakak membuat janji pada seorang laki-laki lain, tetapi mungkin itu bukan selingkuhannya karena aku tahu sendiri. Setelah itu ayahku sampai rumah dan aku menghiraukan ibuku juga ayahku, lalu aku masuk kamar dan beberapa saat kemudian aku mendengar jeritan” jelasku sambil meletakkan gula di gelas “Jeritan apa kak?” tanya anak itu “Entah waktu itu kakak berusaha keluar dari kamar tetapi sayangnya kamar kakak terkunci entah dikunci oleh siapa kakak tak tahu” kataku meletakkan 2 gelas susu hangat dan 2 roti tumpuk berisi susu kental manis “Ohh.. apakah kakak tidak punya kunci yang lainnya? Kan kunci pintu pasti ada cadangannya?” tanya dia lagi “Tidak ada semua sudah kakak beri ke ibu dan ayah kakak jadi hanya ada 3 kunci tapi kunciku tertinggal di tasku, dan tasku terletak di sofa ruang tamu itu” jelasku lagi “Lalu bagaimana kakak bisa bebas?” “Aku diselamatkan tetanggaku ketika aku terus berteriak” “Ohh, jadi penasaran aku..” “Kakak juga, udah nanti aja penasarannya sekarang adik makan dulu sama kakak ya, biar perutnya ke isi jadi saat adik jalan nanti tidak lapar” “Ohh iya, terima kasih.. kakak hanya mengangkutku sebentar?” “Mmm.. ya tentu mengapa?” “Kukira.. ahh sudah lah lupakan setelah hujan reda aku akan pergi” “Oke.. makan dulu jangan lupa minum susunya, aku akan segera kembali” “Iya.. uhh”
“Haduh kakak itu hanya mengangkutku sementara, aku takut entah aku harus kemana aku tak punya siapa-siapa, aku tak tahu rumah nenek, kakek juga siapapun itu.. mereka sudah membenciku karena salah paham, bukan aku yang menodongkan pisau ke adikku mana mungkin aku tega melakukan itu..” “Apa? Pisau?, kau membunuh siapa?” tanyaku kaget membawa kertas minyak juga kantong plastik “Mmm gak kok hanya ada salah paham di nenek dan kakekku” “Gimana ceritanya?” “Gini..”
HUJAN PUN REDA “Ohh.. eh hujannya sudah reda ayo kakak antar kamu keluar” “Tapi.. kau mau ke rumah siapa?” tanyaku “Entah aku tak punya siapa siapa lagi kenapa?” “Astaga aku lupa, kau masih lapar?” tanyaku balik “Hmmm… tidak aku sudah kenyang” “Yang benar.. aku melihat di wajahmu kau berbohong kau masih lapar kan?” “Hmmm hehe iya.. kenapa?” “Duduk sini makan ini” “Tapi kau bilang aku harus pergi dan aku juga ingin pergi..” “Kau itu cantik dan… masih anak kecil, mana mungkin aku tega melepaskanmu di dunia luar ini?, jika kau kenapa kenapa bagaimana? Siapa yang akan bertanggung jawab?” “Jadi?” tanya anak itu sedikit tersenyum “Aku akan menjadikanmu adikku, bagaimana?” “Mm.. aduh bagaimana ya..” “Kenapa?” tanyaku “Aku khawatir merepotkan karena kakak sendirian merawatku di sini” “Dengar banyak orang menitipkan anak kecil padaku yang orangtuanya aku ini pandai merawat anak kecil dan sangat perhatian, juga pintar jadi bayi berumur 1 tahun setengah yang masih belum bisa bicara dia sudah tersenyum padaku” “Ihh, semua anak kecil bisa tersenyum pada orang yang menarik dilihatnya” “Mau kan?, karena aku di sini sendirian kumohon temani aku, sebagai adikku” “Tapi berjanji jangan meninggalkanku” “Janji, kau mau?” “Ya.. tentu!” Kami berpelukan dan saling tersenyum
3 tahun kemudian kami saling membantu dan mengerti dia berumur 10 dan aku berumur 13 “Maira!, bawakan buahnya kemari!” “Iya kak!” “Terima kasih”
“Kak aku berangkat sekolah ya..” “Iya hati hati kakak juga mau sekolah kok, ini bawa ini untuk jaga jaga” “Handphone?” “Ya itu untukmu sementara ya nanti jika ada uang aku belikan..” Kami tertawa, sedih, senang, susah bersama ketika sedang sulit kami saling memberikan solusi jika kami sama-sama sulit kami berusaha menyelesaikannya bersama sama Semua itu terlalu cepat berlalu bagiku. Dan rasanya itu baru 2/3 hari terjadi padahal sudah lama..
4 tahun kemudian, kami berganti umur juga dan bertambah besar Maira yang awalnya kurus terlihat agak gemuk tapi tidak gemuk juga, dia juga sudah pintar, baik, dan penampilannya juga cantik, tetapi kecantikannya tak membuatnya sombong ia tetap berbuat baik dan tidak memandang orang dari kekurangannya, ia memandang orang dari sifatnya Aku berumur 17 tahun dan dia 14
“Wekkk kejar ayo kejarr wekk tak bisa hahahah kau agak pendek dik untuk mengambil handphone ini dariku hahaha tangkap ayooo” “Ihhh kembalikan temanku menghubungiku!, ayo kembalikan sini” teriaknya mengejarku “Teman atau pacar? Hehe…”
Jeduuukk “Awww” “Dik, kenapa?!” “Kakiku berdarah tersandung dan tergores paku itu” “Astaga bahkan aku lupa memperbaikinya ya sudah aku akan mengambil obat tunggu dan duduk sini” segera aku mengambil kotak obat dan mengobati lukanya
“Sudah?” “Ya lebih baik terima kasih” “Hmm, kenapa.. kau memandangku sambil tersenyum?” “Sebelum ini aku tak pernah mempunyai seseorang yang penuh kasih sayang padaku sungguh, ini baru pertama kali dalam hidupku mendapat perhatian yang penuh sungguh, aku merasa aku di sini merpotkanmu merawatku, aku sama sekali tidak membantumu” “Hei siapa bilang… kau membantu beberapa pekerjaanku, terima kasih untuk itu” “Itu tak penting, kau 2 tahun yang lalu mengorbankan dirimu untukku, kau menabrakkan dirimu ke mobil hanya karena beralasan tidak sempat berlari setelah menyelamatkanku” “Tidak sungguh aku tidak sempat berlari saat itu.. kau masih tak percaya?, lagi pula jika aku tak menghindar pasti aku sudah koma, tetapi tidak kenapa hanya kakiku yang terluka?” “Iya juga sih.. tapi sungguh aku tak cukup berterima kasih saja, apa yang bisa membalas perbuatan baikmu padaku” “Hmm ada” “Apa itu?” “Cium aku?, hanya pipi saja” “Hmm baiklah”
Anak itu mulai menciumku dan aku merasa inilah kasih sayang seorang adik yang tulus selama ini, kurasa ia cukup membantuku selama ini, lalu Maira berlari menuju ke kamarnya sambil tertawa kecil
Tiba-tiba ketika aku membuka pintu ada 2 orang polisi membawa 2 orang, dan kelihatannya mereka khawatir. “Ohh maaf cari siapa pak?” “Apakah anda yang bernama Alicia?” tanya salah satu polisi itu “Ya saya sendiri ada apa ya?” “Kami mendapat laporan bahwa anda yang merawat anak berusia 7 tahun hingga kini seharusnya anak itu berumur 14 tahun, dan anaknya perempuan” “Maira bukan?” sahutku “Ya benar Maira apakah ia masih ada di sini atau pergi?” “Mm ada sebentar, kalian masuk dulu aku akan panggilkan di kamarnya, ee.. mari”
Cerpen Karangan: Ridha Febiasri
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 15 Agustus 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com