“Nggak mau! Pokoknya Hanna mau ikut ke rumah nenek! Hanna kan kangen juga sama nenek!” “Iya mama ngerti kalau Hanna kangen dengan nenek, tapi Hanna kan harus ikut ujian mulai minggu ini,” “Dengarin kata mama, Hanna. Lagian, kan ada kak Esna,” “Benar kata ayah. Kak Esna mau kan ajarin Hanna dalam belajar, dan menemaninya?” Esna tersenyum kecil, “Iya, kok. Hanna tinggal sama kakak dulu, ya,” “Kalau mama nggak ada, siapa yang masakin akuuu..!!! Pokoknya aku mau ikut!!”
Esna yang sedari tadi menyimak perbincangan antara kedua orangtuanya dengan adiknya yang keras kepala, mulai geram. “Hanna! Kamu itu sudah 12 tahun! Harusnya kamu mengerti keadaan sekarang! Ini demi kamu juga, lho!” Mata Hanna mulai berkaca-kaca. Mungkin kedengaran lebay, tapi karena Hanna yang sering dimanja oleh mamanya jadi mudah menangis. Hanna berlari ke kamarnya dan mengunci pintu.
“Mama, mulai sekarang mama nggak perlu manjain dia lagi. Ini juga berakibat buruk untuknya! Mama tenang saja, aku akan mengajarkannya menjadi mandiri selama seminggu ini,” kata Esna tegas. “Emm.. Jangan terlalu keras dengannya ya, Esna.. Mama mengandalkanmu,” “Mama dan ayah tenang saja,” “Ya sudah, kami berangkat dulu. Jaga diri dan adikmu ya, Esna.” “Tentu, ayah. Hati-hati di jalan,”
Saat kedua orangtuanya sudah pergi, Esna kembali merenung. “Kenapa mama lebih sayang dengan Hanna ketimbang aku saat masih seumurannya?” Batinnya. Esna mengambil majalah fashion miliknya, lalu bersantai sambil meminum segelas es teh.
Pada siang harinya, Esna beranjak dari sofa dan pergi ke dapur serta memakai celemeknya. Ia membuka kulkas dan mengambil bahan-bahan untuk membuat masakan yang ingin ia masak untuk makan siang hari ini. Disela-sela waktu memasak, Esna menoleh ke pintu kamar Hanna yang masih terkunci.
Beberapa menit kemudian, Esna sudah selesai membuat makan siang dan menyiapkannya. Setelah selesai menyiapkan, ia melepas celemeknya dan menuju kamar Hanna. Dengan pelan ia mengetuk pintu kamar adiknya. “Hanna, buka pintunya,”
Dengan sabar Esna menunggu sampai Hanna membuka pintu kamarnya dengan wajah seri. Tapi ia tetap kesal dengan kakaknya karena sudah membentaknya. “Kenapa, sih?” Tanya Hanna ketus. “Mukanya senang tapi kok cara bicaranya gitu?” “Bukan urusan, kakak. Jawab pertanyaanku,” “Ayo kita makan siang. Kakak sudah membuatkan Kari Ayam kesukaanmu!” “Aku nggak mau kalau bukan mama yang masak, pasti rasanya bukan seperti yang kusuka,” “Kakak sudah belajar cara membuat Kari Ayam yang kamu suka dengan mama, cobain dulu gih. Kalau sesuai kan kamu bisa meminta kakak membuatkan Kari Ayam tanpa harus merepotkan mama,” Hanna merasa perkataan kakaknya benar, akhirnya ia berjalan menuju meja makan dan mulai melahap Kari Ayam. Esna pun juga ikut memakan nasi serta Kari Ayam.
“Bagaimana? Enak?” Tanya Esna. “Um.. Iya, enak. Hampir sama dengan yang dibuat mama, tapi kalau lebih gurih akan pas!” Seru Hanna sambil mengacungkan jempolnya. Esna tersenyum senang.
“Habis ini kita belajar untuk ujian besok, ya? Kalau kamu mau belajar nanti kakak buatkan dessert,” “Yay! Baiklah, aku akan belajar dengan kakak kalau kakak tidak membentakku!” “Iya-iya baiklah,” Esna dan Hanna pun makan siang bersama karena mereka memang sudah berbaikan. Setelah makan siang, Hanna malah menonton televisi.
“Hanna. Tadi kan sudah berjanji untuk belajar,” “Aku masih kekenyangan, nanti saja.” “Justru saat kamu masih ada energi lebih baik dipakai untuk belajar,” Hanna pun dengan terpaksa mengambil bukunya di kamar sambil menggerutu.
“Nah, kamu sudah diberitahu gurumu apa yang akan dipelajari untuk ujian besok?” “Euh.. Biarkan aku mengingat,”
Tak lama kemudian, mereka mulai belajar setelah Hanna mengingat materi. Saat mereka beristirahat sebentar, Esna kembali ke dapur lalu kembali dengan nampan berisi kue mini. “Hanna, kita beristirahat dulu sebentar, yuk? Kakak sudah buatkan Mini Cheese Brownies kesukaanmu,” “Yeay!” Mereka berdua pun menikmati kue tersebut dengan nikmat.
“Hem.. Kakak,” panggil Hanna. “Hm? Kenapa, Han?” Jawab Esna sambil mengunyah kue buatannya. “Kakak mau nggak ajarin aku jadi mandiri? Soalnya aku selalu lihat kakak yang pandai melakukan apa saja sendirian. Seperti memasak, belajar, dan lainnya. Aku juga mau kayak kakak..” “Ooohh.. Jadi kamu juga mau jadi mandiri, nih? Bagus dong!” “Kakak mau ajarin aku, kan? Kan?” “Tentu saja!” Dan pada akhirnya, Hanna berubah menjadi mandiri dalam satu hari karena kakaknya, Esna.
Kita bisa melakukan sesuatu kalau ada niatan. Dilain hal, contohkan hal baik kepada orang-orang disekitarmu demi kebaikan bersama.
Cerpen Karangan: Adzra Afifah
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 21 April 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com