Langit tiba-tiba berubah menjadi mendung, kilat datang berulang kali. Awam putih menawan tiba-tiba berubah kelabu nampak begitu sendu. Pohon-pohon nampak begitu gelisah, lihatlah ranting dan daunnya bergoyang-goyang tak beraturan arah.
Diana tak henti-hentinya berdoa demi kesehatan ibunya, sudah dua bulan ini ibunya terbaring lemah. Segala pengobatan sudah dilakukan, namun nihil nyaris tidak ada hasilnya bukannya sembuh malah tambah parah. Diana sering menangis ketika melihat ibunya pasrah dengan segala keadaan, ibunya tidak punya semangat untuk sembuh, tapi diana selalu meyakini ibunya bahwa ada kemungkinan ibunya kembali pulih sepertu sedia kala.
Sesekali ibunya pernah mengatakan “mungkin kematian sudah menungguku dian” “ibu jangan bilang seperti itu, ibu bakalan sembuh kok” ucapnya sembari menahan air mata disamping ibunya. Diana yang baru genap berumur 17 tahun berusaha keras menggantikan ibunya berjualan di pasar, dia menjalaninya dengan penuh kesabaran dan ketabahan. Dia pernah bertanya mengapa ujian hidup selalu datang padanya, tapi diana selalu menepis pikiran itu. Diana yakin bahwa dia kuat menjalaninya, tapi hari ini diana diam mematung melihat ibunya sudah tidak bernafas lagi. Air matanya keluar membasahi kedua pipi manisnya, hatinya begitu hancur dia tidak kuasa menerima kenyataan ini.
Hidupnya seperti berada dalam ambang kehancuran, dia tidak punya gairah lagi untuk melanjutkan hidupnya. Meski banyak keluarga dan sahabat yang menguatkannya, tapi diana masih berlarut dengan kesedihan. Diana tahu kalau apa yang dia lakukan salah, berlarut-larut dengan kesedihan tidaklah baik, tapi dia hanya mengikuti kata hatinya.
Beberapa hari ini diana masih mengurung diri di kamar, dia tak makan bahkan dia enggan untuk sekedar berbicara. Rasa kehilangan telah menggerogoti hatinya, sesekali dia tak pulang ke rumah dia malah pergi ke makam ibunya lalu tertidur di sebelah batu nisannya, banyak warga yang berprihatin terhadapnya. Diana yang dikenal dengan sosok yang ramah, mudah bergaul dengan sesama, ceria, kini sendu wajahnya. Tiap kali berjumpa dengan warga dia hanya menatap dengan tatapan kosong. Bahkan pernah dia menyentak anak kecil yang tak sengaja menabrak dirinya lalu dia malah menangis histeris dan berlari ke makam ibunya.
“Sungguh diana benar-benar telah berubah” ucap pak dayat selaku ketua RT “betul sekali pak, kita sama-sama doakan dia semoga masih diberi jalan yang benar” “Amin pak” begitulah warga mendoakan diana.
“Bu, liat diana dateng lagi, diana bawain bunga mawar, harum sekali” ujarnya dihadapan batu nisan ibunya “Aku benar-benar kehilanganmu bu, bagaimana rencana kita, ibu mau liat aku diwisuda sarjana kan?” isaknya lalu tak sengaja suara diana didengar oleh seorang laki-laki bertubuh tinggi, kulitnya kuning langsat, wajahnya sedikit tampan, berkemeja hitam nyaris serba hitam kemudian dia menghampiri diana.
“Apa yang Tuhan takdirkan untukmu adalah yang terbaik” ucap lelaki itu, dengan spontan diana langsung menoleh kearah samping “Siapa kamu?” “Kenalin aku ahmad, kamu liat makam yang di sebelah itu” tunjuknya “itu adalah makam bapak dan ibuku” lalu mata diana berbinar hatinya berucap “Ya Tuhan masih ada hambamu yang lebih menderita dari pada hamba” “Aku percaya bahwa cobaan datang untuk jadikan kita kuat, bukan malah lemah, sama halnya kita kalah dong” ujarnya sambil sedikit tersenyum sedangkan diana masih menatap lekat lelaki itu.
“Kamu tadi nangis?” sindirnya “Ah nggak” “Aku liat kamu baru kehilangan ibumu?” diana hanya diam “wajar saja kamu masih nangis, kamu hanya belum siap menerima kenyataan, cobalah ikhlas, dan berfikirlah ada hikmah dibalik semua ini” terangnya “sudah aku coba berkali-kali tapi nihil” “Belum sempurna usahamu, cobalah lapangkan hatimu, dan jangan lupa doakan selalu ibumu” katanya lalu dia pamit pergi.
Sejak saat itu diana mulai kembali seperti sedia kala dia bukan diana yang bermuka sendu, gampang marah, tapi dia telah menjadi dirinya sendiri. Diana selalu ingin bertemu dengan pria kemeje hitam itu untuk mengucapkan terima kasih karena telah menyadarkannya.
Cerpen Karangan: Dina Akmila Lutfiah Blog / Facebook: Alieka Aira Zahra
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 24 Mei 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com