“Hilang!” Aku mengetik lagi untuk membuat cerita ini kembali. Ini sebuah cerita tentang Aku dan Aris. Sebuah motivasi kehidupan dan kisah nyata. Gambar Kehidupan.
“Anak itu sangat diam.” Kata seseorang. “Dia memang selalu begitu.” kata teman seseorang itu.
Hari Sabtu ini, di Pagi yang cerah aku bersama teman-teman dan guru-guru wali kelas mengadakan kerja bakti. Kami membersihkan lingkungan Sekolah setiap hari Sabtu.
“Dira.” Kata seseorang. Dira diam saja dan tidak mendengarkan. Dira terlihat sibuk dengan mengumpulkan daun dan menyapu halaman dari daun yang berserakan di sekitar.
“Dira.” Kata seseorang itu lagi. Dira melihat ke belakang dan seseorang itu datang berjalan pelan mendekatinya.
“Iya.” Kata Dira teman seseorang itu tadi yang mengatakan dia memang selalu begitu. “Ada apa Aris?” Tanya Vino datang seseorang itu tadi yang mengatakan anak itu sangat diam. “Boleh pinjam sapu itu?” Tanya Aris. “Boleh ambil saja Aris.” Jawab Dira. “Terima kasih.” Kata Aris. Aris mengambil sapu itu kemudian pergi meninggalkan saja Dira dan Vino disana.
“Dia pergi begitu saja.” Kata Vino. “Dia kan sudah bilang terima kasih.” Kata Dira. “Iya, Dira.” Kata Vino.
Setelah lulus nanti, aku akan berpisah dengan teman-teman dan guru-guru wali kelas yang telah mengajar mendidik kami selama di Sekolah. Aku tidak akan bertemu dengan mereka lagi untuk setiap harinya. Itu akan menjadi kenangan, aku pikir. Suatu hari akan rindu.
Karena ini tahun terakhir aku dan yang lain di SMA, aku ingin belajar saja. Tahun terakhir akan menjadi waktu yang susah buat aku bersantai-santai. Banyak pelajaran dan kegiatan yang padat. Aku ingin kita bisa lulus bersama dan keluar sekolah bersama.
Aku punya keinginan ini di SMA. Aku ingin kuliah dan mengambil komputer. Seperti kakakku yang dulu kuliah disana. Tapi kalau pun ternyata tidak bisa, aku akan membantu orangtua buka toko. Cita-cita adalah mimpi kita tidur setiap hari, setidaknya menjadi orang.
Pada masa kecil aku sangat suka bermain game. Tidak ada hari dan waktu tidak bermain game. Aku ingat waktu aku kecil aku punya nintendo. Aku merasa senang sekali. Ini pengalaman pertama aku. Aku bisa bermain game di rumah aku sendiri.
Beberapa lama waktu kemudian, setelah nintendo, aku punya ps satu. Aku punya banyak kaset daripada game nintendo yang aku mainkan. Aku ingat kalau aku dibelikan kaset juga dari Paman aku. Saat itu aku senang dan bisa bermain game favorit aku.
Setelah ps satu, aku mulai ingin lagi punya ps dua. Aku merasa iri dengan sepupu aku yang bermain ps dua. Aku minta kepada orangtuaku berkali-kali untuk membeli ps dua ini. Karena ps dua yang aku main ini ternyata sering rusak.
Ini sedikit pengalaman aku dan game sekarang pun masih main. Kalau diingat masa kecil aku punya kenangan dimana sebagai anak-anak. Aku pernah merasakan bermain kelereng, petak umpet, kejar-kejaran, bahkan catur. Mungkin daripada sekarang kepribadian anak-anak sekarang terpengaruh android dan zaman.
Bahkan suatu pergaulan membuat mereka sebagai anak-anak bisa tumbuh dewasa. Sedangkan kita tahu pada masa anak-anak adalah waktu kita bermain. Kita bisa ngobrol dengan teman-teman sebagai anak-anak hidup sebagai anak-anak. Masa itu adalah umur seharusnya kita nikmati sebagai kita anak-anak.
“Aris.” Sapa guru. Aku diam ketika guru yang baru saja menyebutkan nama aku. Aku baru saja melamun sambil memandangi ke arah luar kelas.
“Aris.” Panggil guru.
Pelajaran sudah berlangsung setelah jam istirahat kami sedang menghapal puisi. Saat ini pelajaran dimulai Bahasa Indonesia guru mengambil nilai puisi. Aku merasa gugup dan kaki gemetar dingin ketika berdiri disana. Aku tidak terbiasa berbicara publik di depan teman-teman yang melihatku.
“Aris!” Teriak teman-teman. Teman-teman sedang berteriak mendukung aku berdiri disana aku tahu itu. Mereka selalu mendukung aku dan membantu aku sama seperti aku.
“Terima kasih.” Kata Aris. Aku menyelesaikan puisi itu dan aku duduk kembali ke bangku. Tidak terasa jam pelajaran berakhir dengan tanda bel yang berbunyi.
Cerpen Karangan: Jeffry Facebook: facebook.com/jeffrywriter