Pagi dengan enggannya menyambut bumi, mungkin dia malu karna bulan masih berayun disana ataukah mungkin sebenarnya pagi enggan pergi dari sarang yang amat nyaman?
Sekiranya itulah yang kutulis di buku harianku, tidak istimewa memang karna pagi hari aku harus bangun kemudian mandi membuat sarapan dan pergi sekolah, itulah rutinitasku.
Sekolah, menurutku tidak ada menariknya jika dibandingkan dengan drama korea yang isinya tentang kisah-kisah romantis walau kenyataanya tidak semua orang dapat merasakannya.
Manis memang jika ada seseorang yang menemanimu pergi dan pulang sekolah, sahabat? Mungkin lebih, tapi bukan pacar hanya teman biasa yang sudah seperti saudara, dia seorang pria jika kalian ingin tau.
Kilas balik “Ganteng sih, cuma katanya dia tuh cuek bebek sama cewek!” Tentangnya menurut teman sebangkuku Layla. “Biasa aja” ucapku tanpa melihat siapa gerangan murid baru itu yang sedang memperkenalkan dirinya di depan. “Kamu tuh ya, suka gitu!” Abaikanlah walaupun memang dia seorang pria tampan, aku harus berbuat apa? Jatuh cinta kepada dia? Tidaklah!
1 minggu setelah kejadian “Sstt, ssttt, woy!!” Ulangan harian, bagaimana menurut kalian, menyenangkan bukan?. “Aduh!” Gulungan kertas tidak besar mengenai kepalaku, Abaikan Na, toh paling dia mau minta jawaban ulangan.
Di parkiran sekolah “Lo! Kenapa gak nengok pas gue panggil!” Dia siapa? Tunggu bukankah. “Bisa minggir? Lo ngehalangin jalan gue” sembari menggandeng sepeda keranjang coklat di sebelah kiriku.
Selesai
Sebenarnya tidak sampai disitu, ceritaku tentangnya apalagi di awal kita bisa berteman.
“Nunggu lama?” Saat ini halte depan sekolah kosong, mungkin karena cuaca yang gerimis. “Gak kok, baru aja” ucapku sembari beranjak. “Langsung aja?” Dia menggandeng tanganku.
Di Galeri Aku suka melukis, dulu aku sendirian sering berkunjung ke tempat indah ini, walau hanya mencari ide lukisanku saja. Taman yang dulunya tidak terawat, banyak pepohonan besa, di pinggirnya ada jalan arus sungai dengan bebatuan alami nan indah, dan disinilah Galeri lukisku dibangun sebenarnya tidak sebagus galeri-galeri lukis profesional namun cukup untuk pelukis amatir sepertiku.
“Kalo misalkan kita buat pameran jalanan gimana?” Usulku. Sebenarnya galeri ini bukan aku saja yang mendirikan namun timku, tim yang beranggotakan 2 orang hanya aku dan lelaki yang selalu menemaniku.
“Hemm, ide bagus, kapan akan dimulai?” Penasarankah dia. “Besok, besok aku bakalan mulai lukis menurutmu temanya yang bagus apa?” “Bagaimana, tentang tempat ini?” “Tempat ini? Jangan bercanda ya!” “Bukan, maksudku kamu bisa menceritakan tentang tempat ini lewat lukisanmu, seperti bagaimana tempat ini adalah sumber ide lukisanmu bahkan tempat ini juga yang mempertemukan kita? Bagaimana bukankah sangat menarik?” Mengagetkan, bagaimna bisa dia menbicarakan pertemuan kita di sini. “Aku akan memikirkannya lagi”
Di sekolah “Bi, semalem aku udah mikirin tema lukisanku galaxy? Menurutmu bagaimana? Bukankah akan menjadi sebuah karya seni yang keren?” Ucapku, tapi tunggu apakah dia tidak suka dengan ide ku? “Kenapa?” Lanjutku melemah. “Tidak, bagus juga ideka kamu, toh yang buat lukisannya kamu juga kan?” Seperti tidak menyetujui ideku. “Terserah!” Beranjak meninggalkan pria yang membuatku jengkel.
Disinilah aku, setelah meninggalkan lelaki itu aku berdiri di depan papan informasi, ada event melukis wah! Haruskah aku mengikutinya? Tapi bagaimana dengan pameran jalananku.
Di galeri “Masih marah?” Tanyanya sembari memberikanku minum. “Gak! Cuma kesel aja!” Ketusku. “Ya udah aku minta maaf ya” sembari tersenyum manis. Hening,
“Event! Sepertinya ada event melukis bagaimana menurutmu? Apakah aku harus ikut? Tapi waktunya mepet sama pameran yang udah kita rencanain” “Kenapa ga ikutan aja?” “Gak, aku gak mau ngecewain kamu, kan ini pameran pertama tim kita!” “Bukankah hadiahnya lumayan?” “Eh?” “Tadi aku lihat, di papan informasi” “Tetep, aku pengen ngelanjutin pameran pertama tim kita!” Meskipun dia tidak turut adil dalam pembuatan lukisannya, tapi dia yang akan membuat acaranya lancar.
Di sekolah Depan papan informasi tepatnya, bukankah ku sudah bilang ada event melukis dan hadiahnya lumayan, tapi aku tidak mau mengecewakan lelaki itu.
“Mau ikutan?” “Eh?” Bukan lelaki itu tapi, kak Rama dia ketua klub lukis di sekolah. Dia juga tak kalah tampan, populer iya, banyak duit iya, karena dia udah punya bisnis di umur yang masih SMA ini, banyak fans lagi bahkan dari luar sekolah.
“Hem, gak tau sih” “Kebapa?” “Lagi pegang acara kak” “Acara pameran? Sama siapa?” “Biasa, eh kak Rama ikutan?” “Kayaknya tahun ini aku ikutan, soalnya tahun depan aku udah berstatus mahasiswa” senyumnya manis. “Eh iya” ucapku malu.
“Hem, pulang sekolah kamu ada acara ga?” “Hem, gak sih memang kenapa?” “Kamu kan sering ikutan event, menang lagi aku mau belajar sama kamu” “O-oh bolehh” “Janjian di depan gerbang depan ya” “Iya”
Setelahnya kami benar-benar pergi berdua menggunakan mobilnya, entah itu ke toko buku, taman dan berakhir di sebuah caffe.
“Capek ya? Maaf ngerepotin kamu” “Gak kok kak, aku malah seneng bisa nemenin kakak jalan” ups keceplosan. “Eh maaf, bukan maksudku-” aku baru saja menyadarinya. “Gak papa kok” senyumnya.
Baru saja sampai depan ruamahku, bahkan hari ini aku di anterin pulang, seneng sih cuma aku gak enak sama lelaki itu apakah dia menungguku di galeri.
“Makasih kak” “Iya sama sama, lain kali kita bisa jalan bareng lagi ya” “Iya” segeralah aku masuk ke halaman rumah, tunggu ini bukannya motor.
“Maaf tante, jadi ngerepotin” lelaki itu di ambang pintu bersama ibuku. “Iya gak-, eh itu dia” tunjuk ibu kepadaku dan dia menoleh ke arahku.
Tak lama dia tampak berpamitan dan beranjak menghampiriku, yang berdiam diri di belakang motornya.
“Maaf-” Dia tidak menggubris ucapanku bahkan menoleh pun tidak sama sekali, dan pergi begitu saja dengan sepeda motornya.
Cerpen Karangan: Sopia Blog / Facebook: Rifka
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 9 Agustus 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com