Hembusan angin sepoi-sepoi ketika pagi hari, serta sunyi ketentraman di malam hari menyelimuti desaku yang damai. Aku tinggal di sebuah perkampungan tepatnya di Desa Gajah Kecamatan Ngoro Kabupaten Jombang. Aku senang dengan desa ini, desa dimana aku tumbuh besar. Namaku Fahira Salsabila. Aku punya kakak namanya Nando. Kakakku adalah seorang atlet lari, ia punya team lari di desa. Teman atlet kakak sangat banyak, mereka juga sangat dekat denganku. Mereka memiliki tubuh yang sangat indah, aku sangat kagum pada mereka. Ada Kak Gayon sedikit pemalu tetapi manis sekali, ada juga Kak Arrayan, Kak Alfian, dan juga Kak Safaro atau biasanya dipanggil Faro. Selain mereka ada satu teman kakak yang sangat berbeda, namanya Mas Mifta, mungkin panggilanku padanya sedikit berbeda dari yang lain. Mas Mifta adalah anggota atlet lari di desa yang berumur paling tua.
Saat matahari mulai terbit saat ayam-ayam mulai berkokok, biasanya aku selalu ikut kakakku berlari. Walaupun hanya aku yang perempuan, aku selalu semangat saat ikut mereka latihan. Kadang juga tak jarang aku mengganggu mereka berenam. Karena mereka sangat serius latihan, aku harus mengoceh dahulu untuk membuka pembicaraan “Kak Alfian, ngomong-ngomong gimana rekomendasi sabun muka yang aku saranin?” Tanyaku untuk mengawali suasana sepi suntuk di saat latihan “mbbmmbbbm.. haha.. ngakak banget si Alfian.” ejek kakakku Nando. Teman-teman kakak yang lain pun ikut tertawa. “Lu gakpapa yan?” Kak Faro yang bertanya dengan sedikit meledek. “Ini semua pada kenapa sih kok ketawa? Emangnya ada yang lucu?” Tanyaku dengan heran.
Tiba-tiba Mas mifta datang lalu menyaut omonganku. “Memangnya anak-anak pada ngetawain apa ra?” Tanya Mas Mifta kepadaku. “Itu lo… si Alfian minta rekomendasi sabun muka sama si Fahira.” Sahut Kak Arrayan yang juga masih tak bisa berhenti tertawa. Wajah Kak Alfian pun terlihat malu setelah semua temannya menertawakannya. Kami pun membicarakan Kak Alfian seketika itu.
Terik matahari pun sudah mulai terasa panas, aku mengajak kakakku pulang beristirahat. “Eh… jangan pulang dulu ra, team lari desa harus berkumpul di rumahku.” Henti Mas Mifta. “Memangnya kamu gak mau makan bakso dulu di rumahku.” Tambahnya. Aku pun tidak bisa menolak ajakan Mas Mifta. Aku, Kak Nando, Gayon, Arrayan, Alfian, dan Kak Faro pun pergi ke rumah mas mifta. Di sana para atlet lari membahas persiapan lomba mereka di Rajawali Cup 1. Pak Tino pelatih lari pun hadir untuk memberikan arahan persiapan lomba.
“Anak-anak kita harus buat jadwal rutin latihan, siapa yang buat?” Tanya Pak Tino. “Saya aja pak yang buat.” Pintaku. “Yaudah Fahira besok kamu kasih lembar jadwal sama absen atlet ya.” sambung Pak Tino. “Siap pak.” Jawabku.
Setelah makan bakso pemberian mas mifta aku dan kakakku Nando segera pulang karena hari sudah mulai sore. Aku, kakakku Nando, dan kakak-kakak lain pulang dengan jalan kaki bersama. Sambil berjalan kami bercanda tawa membicarakan Mbok jum penjual jamu di desa, aku sampai tidak kuat menahan tawa. Kami pun pulang ke rumah dengan rasa lelah.
Keesokan harinya setelah semalaman aku membuat jadwal latihan, aku pergi ke rumah Mas Mifta untuk menjumpai Pak Tino di sana. Sesampai di sana ternyata bukan hanya ada Pak Tino, Tetapi ada Pak Lurah dan kakak-kakak atlet juga. “Wah ada apa nih kok juga ada Pak Lurah di sini?” Tanyaku. “Kamu gak tau ya ra kalo lombanya di majukan jadi empat hari lagi.” Kata Kak Gayon. “Haduh gimana nih… mana waktu tinggal empat hari lagi, gimana mau latihannya coba.” Sahut Kak Nando. Mereka pun jadi bingung karena waktu latihan sangat mepet. Aku menyarankan pada Pak Tino agar mengebut materi lari.Pada hari itu juga para atlet lari langsung bergegas latihan.
Dua tiga hari pun mulai berlalu, tak terasa mereka sudah berjuang keras untuk mempersiapkan diri. Pak Tino dan harapan kecilnya berharap anak-anak didiknya dapat menjuarai lomba itu. Kerja keras Pak Tino membuatku takjub terkesan melihat pengorbanan dan perjuangannya dalam melatih teamnya. Tinggal satu hari perjuangan mereka dipertanyakan di lomba itu. Aku bertanya pada pak tino apakah seharusnya mental para atlet sudah siap. Dengam jawaban Pak Tino yang mempecayai teamnya akan menang menambah semangat di dada para atlet. Malamnya sebelum lomba esok dimulai anggota atlet, pengurus, dan Pak Tino mengadakan rapat gladi bersih.
Pagi harinya, aku dengan semangat bangun pagi untuk menyaksikan perlombaan. Saat sudah siap aku pergi bersama kakakku ke rumah pak lurah untuk berkumpul. Atlet lari, Pak Tino, dan pak lurah pun sudah siap untuk berangkat. Entah mengapa suatu kejanggalan terjadi. Dengan tiba-tiba Rafisky anak team lari desa sebelah datang menemui kami. Rafisky berkata jika dia tiba-tiba ingin bergabung dengan kami. Kak Gayon sontak tidak percaya dengan rafisky. Rafisky detik itu berubah seketika menjadi baik pada aku, kakak, dan yang lainnya. namun, beberapa jam kemudian rafisky berpamitan pulang, hal itu tentunya membuat kami terheran heran dengan Rafisky.
Setelah Rafisky pulang, hal aneh terjadi. Aku dan kakak-kakak yang lain terkejut melihat baju, sepatu, dan barang persiapan lomba menghilang seketika. Kami pun langsung tertuju pada satu pemikiran, yaitu tingkah aneh Rafisky. Tetapi Pak Tino meminta kami agar tetap tenang dan berpikir dengan baik. kami semua sangat bingung karena lomba juga akan dimulai beberapa jam lagi.
Aku pun teringat pada temanku sewaktu smp, ibunya adalah penyewa baju lomba team. Aku dan kakakku segera bergegas pergi ke rumah temanku sewaktu smp itu, namanya Sahdela. Kami pun sampai di rumah Sahdela.
“Del, ada baju team lari nggak, aku mau nyewa nih” Ucapku sambil tergesa-gesa. “Iya ada kok emang kenapa kok kamu tergesa-gesa gitu?” Tanya Sahdela. “Gawat ini Del, semua baju lomba mendadak hilang.” Jawabku. “wah kok bisa sih lagian juga siapa sih yang usil ngambil.” Kata Sahdela.
Setelah mendapatkan sewa kostumnya, aku segera membawanya ke team. Mereka pun akhirnya segera mengganti pakaian. Lomba pun segera dimulai, Pak Tino menggenggam satu per satu tangan para atlet dan berdoa agar mimpi kecilnya dapat terwujud. Aku dan warga desa juga turut menyaksikan dan memberikan semangat pada mereka.
Lomba pun akhirnya selesai. Betapa bangganya Pak Tino saat itu karena ke enam atletnya melibas habis semua juara dari juara 1 sampai juara harapan 3. Pak Tino pun bangga dan senang mimpinya dapat terwujud. Para atlet sangat senang bisa membanggakan pelatih dan desa mereka.
“Pak bagaimana jika kita merayakan kemenangan para atlet dengan syukuran.” Saranku. “Wah boleh juga tuh.” Sambung Kak Arrayan. “Eh gimana kalau kita bakar bakar sate aja di rumah mas?” Ajak Mas Mifta. “Wah bakal seru nih, Fahira kamu ajak ya temen kamu yang sudah bantuin nyewain kostum.” Kata Kak Gayon. “Iya kak nanti aku kasih tau ke dia, pasti dia seneng banget tuh.” Jawabku.
Saat matahari mulai terbenam aku mempersiapkan bahan-bahan untuk bakar-bakar sate di rumah Mas mifta. Kami berkumpul di sana ada Pak Tino, Pak lurah, Sahdela, Kak Nando, Kak Alfian, Kak Gayon, Kak Faro, Kak Arrayan, dan Mas Mifta. Aku sangat senang mempunyai teman-teman seperti mereka. Sambil membakar sate kami bercanda, berbincang satu sama lain.Kami sangat senang dapat melalui tantangan yang sangat sulit di lomba tadi. Tak lupa, Pak Tino selalu berpesan pada anak didiknya agar selalu rendah hati dan tidak sombong.
“Anak-anak kalian harus selalu ingat darimana kalian berasal, kalian tidak boleh sombong dengan apa yang kalian capai ya..” Pesan Pak Tino. “Siap pak pasti kita akan rendah hati.” Ucap Kak Gayon “Pastinya dong pakk… buat apa juga sombong, karena semua ini kan karena Allah.” Kata Mas Mifta Yang membuatku dan para teman kakak yang lain terkesan.
Cerpen Karangan: Salsabila Syifa Farah Febrina Salsabila Syifa Farah Febrina lahir di Jombang tanggal 21 Februari 2005
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 23 November 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com